Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum mendakwa mantan Mantan Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar telah menerima gratifikasi selama ia menduduki berbagai jabatan di MA selama 10 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana, Senin, 10 Februarai 2025 lalu, jaksa penuntut umum menyebut Zarof Ricar telah menerima gratifikasi berupa uang tunai senilai Rp 915 miliar dan logam mulia emas seberat 51 kilogram. Penerimaan itu berlangsung selama menjabat di MA pada periode 2012—2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tumpukan uang dan emas itu ditemukan penyidik Kejaksaan Agung saat menggeledah rumah Zarof Ricar di kawasan Senayan pada Kamis, 24 Oktober 2024 lalu. Penggeledahan itu terkait dengan dugaan suap dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Nurachman Adikusumo mengungkapkan bahwa gratifikasi tersebut diterima dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan, mulai dari tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
"Perbuatan Zarof dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu berhubungan dengan jabatan terdakwa dan berlawanan dengan kewajiban terdakwa," ucap JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 10 Februarai 2025.
Lantas bagaimana Zarof Ricar bisa mengumpulkan uang suap hingga bila ditotal dengan jumlah emas bisa tembus Rp 1.000.000.000.000 alias 1 triliun?
Jaksa menjelaskan dalam dakwaannya, Zarof mampu mengumpulkan uang suap sebanyak itu karena dia menduduki berbagai jabatan di Mahkamah Agung dalam rentang waktu 10 tahun.
Jaksa penuntut umu menjelaskan selama periode 2012—2022, Zarof menempati jabatan yang memudahkannya mempunyai akses bertemu dan mengenal berbagai pejabat hakim agung di lingkungan MA.
Pada tahun 2012, Zarof menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung. Pada tahun 2014, Zarof menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA.
Mulai 2017 hingga 2022, Zarof menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA.
Pada jabatan terakhir itulah, menurut jaksa penuntut umum, Zarof Ricar yang juga merangkap sebagai widyaiswara, punya kesempatan mengajar para hakim. Di situlah ia memiliki akses untuk bertemu dan mengenal berbagai kalangan hakim mulai dari tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, maupun MA.
"Dari sini, terdakwa memfasilitasi pihak yang sedang berperkara dengan maksud supaya memengaruhi hakim dalam menjatuhkan putusan, sesuai dengan permintaan para pihak berperkara sehingga terdakwa menerima pemberian suap," ungkap JPU.