KELUHAN pencari keadilan mengenai semrawutnya administrasi di pengadilan, misalnya berkas perkara hilang atau susah dicari, bisa diharapkan tidak akan terdengar lagi. Hampir semua pengadilan di seluruh Indonesia, kini, berbenah diri menertibkan administrasinya. Sebalb, sewaktu-waktu, Menteri Kehakiman Ismail Saleh tiba-tiba bisa muncul di pengadilan mana pun dalam rangka inspeksi mendadak (sidak) yang digalakkannya sejak tahun lalu. Hasilnya, seperti terlihat pada Sabtu dua pekan lalu, Menteri Kehakiman bisa meresmikan selesainyapembenahan di kantor Pengadilan Negeri Bandung tahap pertama. "Kalau dulu untuk mencari satu arsip saja memerlukan waktu berjam-jam, dan bahkan kadang-kadang bisa tidak ketemu, sekarang dalam tempo satu atau dua menit saja kami bisa menemukan kembali arsip itu. Ini bukan omong kosong boleh coba sendiri," ujar ketua Pengadilan Negeri Bandung, Subandi, kepada TEMPO. Untuk mencapai hasil begitu, hakim-hakim dan karyawan Pengadilan Negeri Bandung terpaksa bersimbah peluh sejak instansi itu disidak Ismail Saleh, awal tahun lalu. "Untuk membenahi arsip itu, kami terpaksa bergumul dengan debu. Karena itu, setiap kami pulang ke rumah terpaksa mandi besar," lapor Subandi kepada Menteri Kehakiman dalam upacara peresmian itu. Selama tiga bulan itu, tutur Subandi, tidak jarang ia bersama karyawannya terpaksa pulang kantor pukul 12 malam. Menteri Kehakiman Ismail Saleh, yang dikenal sangat rapi itu, memang tidak main-main dalam urusan tertib administrasi. "Pembenahan administrasi merupakan langkah yang mendasar. Sebab, dengan administrasi yang tidak baik, kelancaran kerja pun tidak akan baik," kata Ismail Saleh dalam sambutannya. Untuk pengadilan, katanya di tempat lain, tertib administrasi sangat pentmg agar siapa pun bisa dengan mudah dan cepat mencari berkas perkara. "Kalau sampai perkara warisan hilang, apa tidak mampus," katanya. Sebab itu, Ismail Saleh, yang waktu menJadi Jaksa agung gencar dengan operasl antikorupsimya, rajim menyidak pengadilan-pengadilan. Di setiap kunjungan ia tidak segan-segan menyemprot atau menyindir ketua pengadilan yang administrasinya tidak beres. Sepekan sebelum di Bandung, misalnya, Ismail Saleh muncul di Jawa Timur. Di Pengadilan Negeri Surabaya, Menteri sempat menegur ketua pengadilan, Soejoedi, karena sebuah perkara tahun 1984 tidak ditemukan. "Ini bagaimana, perkara tahun lalu saja tidak diketemukan. Padahal, di Bali saya menemukan vonis perkara di Zaman Hindia Belanda yang ditulis dalam bahasa Bali," ujar Ismail Saleh. Soejoedi tentu saja panas dingin, sehingga perlu mengipas-ngipaskan sapu tangannya di ruang panitera kepala yang ber-AC. "Lihat di ruang ber-AC pun bapak ketua kita ini berkeringat, he . . . he," seloroh Ismail Saleh. Di Pengadilan Negeri Malang, pada hari itu juga, Ismail Saleh menemukan kesalahan bendaharawan yang mengeluarkan uang sebanyak Rp 950 ribu tanpa tercatat kegunaannya. Dengan gugup sang bendaharawan, Budi Rahardjo, terpaksa membongkar-bongkar bukti pengeluarannya. Untung, bukti penting itu bisa juga ditemukan. Menteri yang lincah itu tidak kenal waktu untuk melaksanakan sidaknya. Pukul 7.30, 23 Januari lalu, ia tiba-tiba muncul di tangga Pengadilan Negeri Medan. Ketua pengadilan, Hasan G. Shahab, yang tergopoh-gopoh menyambutnya, diminta langsung ke ruang statistik dan dokumentasi. Petinggi hukum itu segera disambut di ruangan itu oleh tumpukan berkas yang sudah berdebu. Lebih parah lagi, berkas-berkas itu bertumpuk tanpa aturan dan urutan tahun. Namun, yang lebih membuat Menteri jengkel adalah kegagalannya menemui kasir pengadilan, Chadijah, yang waktu itu lagi sakit. Celakanya, kunci kas tidak diserahkan Chadijah kepada petugas-petugas pengadilan yang lain. "Jadi, berapa banyak uang kas yang ada sekarang ini?" tanya Menteri kepada Panitera Kepala Sataruddin. "Lima juta, Pak," jawab yang ditanya. Tapi Ismail Saleh belum berkurang kesalnya. "Saya toh tidak melihat uangnya," katanya. Sebulan setelah sidak itu Shahab mendapat peringatan untuk membenahi tujuh kesemrawutan di pengadilannya - termasuk urusan perparkiran. Untuk soal kunci brankas itu, Menteri menyindir, "Kalau kasir sakit, apa kunci brankas juga sakit?" Apa yang dialami aparat Pengadilan Negeri Medan itu sudah lebih dulu terjadi di Jawa Tengah. Di Pengadilan Negeri Semarang, November lalu, Menteri menemukan berkas-berkas perkara ditumpuk di lantai ruang panitera. Di Pengadilan Negeri Wonosobo, ia menemukan seorang panitera yang melapisi jok kursinya dengan formulir perkara. Bahkan ada berkas-berkas perkara yang ditumpuk di kolong meja sehingga menjadi alas kaki panitera. Keadaan yang hampir sama ditemui pula oleh Menten di Pengadilan Negeri Temanggung, Sleman, dan Magelang. Satu-satunya pengadilan yang dianggap lumayan administrasinya dalam sidak pertama Menteri Kehakiman adalah Pengadilan Negeri Yogyakarta. Pengadilan itu mendapat sidak pertama pada Agustus 1984. Menurut pejabat sementara ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta, Nyonya Harini Indrawiyoso, pada waktu itu Menteri sudah cukup puas. Hanya saja ia dipesan untuk lebih menyempurnakan administrasi yang dianggap telah cukup baik tu. Hasilnya, kata Harini, Menteri kagum pada kunjungan keduanya, November berikutnya. Dan yang paling membanggakan Harini adalah peresmian pengadilannya oleh Menteri sebagai model untuk gerakan tertib administrasi pengadilan seluruh Indonesia. "Akibatnya, ratusan orang dari berbagai instansi datang ke sini untuk mencontoh," tutur Harini. Boleh dicek keampuhan administrasi di pengadilan itu. Sebuah perkara tahun 1970 bisa ditemukan petugas dokumentasi pengadilan itu dalam waktu tiga menit. Bahkan untuk perkara tahun 1980 ke atas, petugas di sana bisa mendapatkannya dalam waktu satu menit. Bukan di Yogyakarta saja kenyataan itu bisa dilihat sekarang ini. Administrasi di pengadilan-pengadilan lain pun sudah jauh lebih baik. Bahkan di Pengadilan Negeri Wonosobo, yang sebelumnya dikenal paling semrawut untuk daerah Jawa Tengah, kini keadaannya jauh berbeda. Bahkan ketua Pengadilan Wonosobo, Prawoto, berani menantang. "Asal jelas jenis perkara dan tahun putusannya, dalam waktu lima menit pasti bisa ditemukan," ujar Prawoto. Menteri Kehakiman Ismail Saleh mengaku bahwa sidak - yang juga dilakukannya ketika ia menJadi Jaksa agung - mempunyai dampak positif di dunia peradilan. "Apa yang saya lakukan itu kelihatannya sepele. Tapi suatu saat nanti orang akan mengingat dan pasti akan mengucapkan terima kasih karena ada pembenahan administrasi sekarang ini," ujar Ismail Saleh, yang juga pernah menjabat ketua BKPM dan kepala Biro Hukum Sekretariat Kabinet itu. Namun, menurut Ismail, penertiban administrasi tahap pertama - yang direncanakannya akan berakhir sebelum Januari 1986 itu - baru memperbaiki segi luar administrasi pengadilan. Ia mengharapkan, pada tahap-tahap selanjutnya, bukan saja berkas-berkas perkara itu dibuat nomor urut dan tahunnya, tapi juga dikelompokkan menurut jenis perkaranya. Jika semuanya selesai, menurut Ismail Saleh, administrasi yang tertib itu akan berguna pula untuk studi ilmu hukum. Sebab, dari sidak-sidak yang dilancarkan sekarang ini saja, Ismail Saleh mengaku menemukan vonis-vonis kuno yang masih ditulis dalam bahasa Belanda dan daerah. Angan-angan selanjutnya adalah sebuah Museum Pengayoman. Boleh ditunggu. Karni Ilyas Laporan Biro Ja-bar dan Ja-teng
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini