Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Dugaan Cawe-cawe Anak Bupati di Proyek Internet Desa Timor Tengah Selatan

Proyek pengadaan internet desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timor (NTT) diduga bermasalah.

29 September 2021 | 09.47 WIB

Parabola internet desa yang terpasang di belakang kantor desa Biloto, Kabupaten TTS, NTT.
Perbesar
Parabola internet desa yang terpasang di belakang kantor desa Biloto, Kabupaten TTS, NTT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Kupang - Proyek pengadaan internet desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timor (NTT) diduga bermasalah. Proyek yang diduga merugikan pemerintahan desa senilai Rp 797,7 juta ini sempat di proses di Kejaksaan Negeri TTS. “Pemasangan perangkat Mangoesky oleh PT Telkom tanpa sepengetahuan saya,” kata Kepala Desa Biloto Mesak Mella, TTS, di kantornya, 2 September 2021.

Desa Biloto merupakan salah satu dari 77 desa di Timor Tengah Selatan yang diminta mengikuti program internet desa dengan perangkat bernama Mangoesky pada Agustus 2020. Di perjalanannya, proses pemasangan perangkat penuh keganjalan. Selain terkesan memaksakan, program ini disinyalir melibatkan putri Bupati TTS Egusem Piether Tahun yang bernama Anita Tahun.

Selain itu, kerugian negara muncul karena pembayaran pemasangan perangkat internet menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tanpa melalui musyawarah desa. Semua temuan ini tertuang dalam audit Inspektorat Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan yang dikeluarkan pada 5 Mei 2021. “Program Internet Desa Mangoesky terakomodir dalam APBDes, tapi tanpa muyawarah desa dan berpotensi merugikan pemerintah dan masyarakat desa,” tulis dokumen itu.

Akibat pelaksanaan program yang tidak sesuai aturan, pemasangan internet di sejumlah wilayah menjadi sia-sia. Desa Biloto, misalnya, tak pernah menggunakan perangkat bernama Mangoesky itu. Seluruh peralatan hanya tersimpan di laci kantor kepala desa. Begitu juga antena parabola yang digunakan untuk menangkap sinyal, terlihat berdebu di belakang kantor. “Ini tidak ada dalam RAPBDes untuk internet desa. Kami mau bayar kuota pakai uang dari mana,” ujar Mesak Mella.

Kondisi yang sama berlangsung di Desa Boentuka yang berjarak sekitar 16 kilometer dari Desa Biloto. Perangkat parabola internet desa masih terlihat utuh di samping kantor desa. Namun, modem Mongesky yang disimpan dalam ruangan kantor desa telah dilepas oleh perangkat desa setempat.

Boentuka merupakan salah satu desa yang ikut menandatangani kerja sama pemasangan internet desa dengan PT Telkom. Biayanya mencapai Rp 36,8 juta. Namun, pihak desa tak kuat membayar biaya kuota bulanan. “Kalau kami, program ini dimasukkan ke dalam APBDes. Namun dalam perjalanan saya merasa rugi dengan pembayaran yang mahal, tidak sebanding dengan hasilnya,” kata Kepala Desa Boentuka, Apris.

Carut-marut program internet desa ini bermula dari undangan dari Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan pada 16 Desember 2019. Acara itu ternyata berisi penandatanganan kerja sama antara paratur desa dengan PT Telkom untuk pemasangan internet di wilayah masing-masing. Sebagian kepala desa menolak, salah satunya Mesak Mella. “Kami kaget. Saya diwakili staf saya dan dia menolak untuk tanda tangan,” ucap Mesak Mella.

Selain potensi kerugian negara, audit Inspektorat TTS menyebutkan, dari 77 desa yang sudah menandatangani kerja sama dengan PT Telkom, sebanyak 22 desa sudah membayar biaya pemasangan sebesar Rp 36,8 juta. Akibat program yang berada di luar perencanaan, para kepala desa menggunakan anggan APBDes Tahun 2020 tanpa melalui musyawarah.

Cilakanya, tak semua desa mampu mengoperasikan perangkat internet bernama Mangoesky tersebut. Sebagian besar malah rusak. “Kami hanya dua hari berfungsi, karena pulsanya habis, sehingga harus tunggu bulan depan lagi,” kata Kepala Desa Beontuka, Apris.

Hasil audit ini kemudian dibawa ke Kejaksaan Negeri Timor Tengah Selatan. “Kami yang melaporkan kasus ini ke kejaksaan untuk ditindaklanjuti,” kata Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi), Alfred Baun.

Kejaksaan menindaklanjuti laporan ini dengan mengumpulkan data dan dan keterangan kepada para kepala desa, manajemen PT Telkom, aparatur pemerintahan daerah setempat. “Kami sudah periksa 77 kepala desa dan Kepala Dinas Pembangungan Masyarakat Desa,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Timor Tengah Selatan Heryanto.

Dari hasil pemeriksaan disebutkan ada dugaan keterlibatan anak Bupati Timor Tengah Selatan Egusem Piether Tahun yang bernama Anita Tahun. Kejaksaan turut memeriksa Anita Tahun. Nama Anita muncul salahs atunya dari kesaksian Kepala Desa Boeantuka, Apris.

Apris membayar biaya pemasangan internet di kantor PT Telkom melalui Anita. Pola yang sama juga diduga berlaku bagi semua kepala desa. "Anak Bupati (Anita Tahun) sudah diperiksa. Dia pegawai informal dari PT Telkom yang berdomisili di Soe (Ibu Kota TTS). Dia hanya membantu PT Telkom untuk berkoordinasi dengan para kepala desa dan Pemkab TTS. Bahkan selama kegiatan lapangan, Anita Tahun didampingi petugas Telkom, selain itu dia tidak terima fee dari Telkom," ucap Heryanto.

Penyelidikan berujung antiklimaks. Kejaksaan menghentikan kasus ini setelah berkoordinasi dengan Inspektorat dan kepolisian. Salahs atu alasannya, PT Telkom mengembalikan seluruh dana desa yang sudah keluar untuk pemasangan perangkat internet sebesar Rp 797.747.000, sesuai temuan.

Hubungan Masyarakat PT Telkom Wilayah NTT, Maya, menolak menanggapi sengkarut proyek ini. Menurut dia, semua hasil audit Inspektorat serta pemeriksaan Kejari Soe sudah jelas. Apalagi, PT Telkom telah memenuhi permintaan Inspektorat.

"Kami telah mengembalikan biaya pemasangan dan sewa perangkat kepada 22 desa dengan transfer langsung ke rekenig kas desa, dan selanjutnya dapat mengkonfirmasi pihak Inspektorat dan Kejaksaam untuk penjelasan lebih lengkap," ujar Maya.

Bupati Timor Tengah Selatan Egusem Piether Tahun mengatakan kasus internet desa sudah ditutup usai Inspektorat berkordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan. Dia membenarkan putrinya, Anita Tahun, ikut terseret kasus ini.

Egusem juga membenarkan status anaknya bekerja di PT Telkom. "Nita berstatus sebagai pegawai PT Telkom yang tinggal di Soe, dan kerjanya mengurus masalah komunikasi, sehingga saat itu Nita bertugas menerima setoran dari para kepala desa kemudian menyerahkannya ke Telkom," katanya lewat sambungan telepon pada 16 September 2021.

Sejak kasus internet desa bergulir, Egusem mengaku telah meminta anaknya untuk berhenti dari PT Telkom agar tidak lagi menjadi bahan perbincangan publik. "Saya suruh dia berhenti agar tidak lagi menjadi bahan omongan orang, serta dia juga telah mengundurkan diri dari PT Telkom," ujarnya.

***

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi sejumlah media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Nusa Tenggara Timur.
Tim Liputan:
Yohanes Seo (Tempo), Mutiara Malehere (Victory News), Simron Y. Sanu (Liputan4.com), Imran Liarian (Timor Express), dan Gemi (Pegiat Anti Korupsi Undana)

Baca: Nadiem Makarim Kesal Siswa di NTT Belum Dapat Subsidi Internet

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus