Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia memutuskan tidak mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba berkebangsaan Prancis, Serge Areski Atlaoui.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan itu terwujud usai Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menandatangani perjanjian practical agreement dengan pemerintah Prancis untuk menyepakati pengalihan tanggung jawab penanganan hukum terpidana narkoba yang ditangkap pada 2005 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Ekstradisi Buronan Kasus E-KTP Paulus Tannos dari Singapura Menunggu Kelengkapan Dokumen
“Tanggung jawab terhadap pemindahan narapidana atas nama Serge Atlaoui diserahkan kepada pemerintah Prancis,” kata Yusril kepada wartawan, di gedung Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 24 Januari 2025.
Yusril mengatakan pengalihan Serge Atlaoui dilakukan pada 4 Februari 2025 mendatang. Ia mengatakan tugas dan tanggung jawab pemerintah Indonesia terhadap Serge Atlaoui akan selesai selepas pintu pesawat tertutup seusai terpidana kasus narkoba itu memasukinya.
Setelah dipindahtangankan dengan otoritas Prancis, Serge akan menerima perubahan hukuman pidana. Yusril mengatakan, hukuman mati terhadap Serge akan ditangguhkan dan diganti dengan kurungan 30 tahun penjara sesuai dengan ketetapan pemerintah Prancis. Soal keringanan hukuman berupa grasi dan amnesti, Yusril menuturkan pemerintah Indonesia menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada pemerintah Prancis.
Ia menuturkan kesepakatan yang terbentuk antara kedua negara itu bersifat resipkoral. Dengan demikian, otoritas Prancis pun berkewajiban mempertimbangkan pengajuan pemindahan terpidana atau transfer of prisoner asal Indonesia. “Sebagaimana pemerintah Indonesia telah mempertimbangkan permintaan dari publik Prancis,” tutur dia.
Selain itu, dalam perjanjian tersebut Yusril menuturkan pemerintah Indonesia tetap memiliki akses untuk mengetahui perlakuan yang diberikan otoritas Prancis terhadap para terpidana yang sudah dipindahkan.
Serge Areski Atlaoui merupakan narapidana narkoba yang mulanya berprofesi sebagai tukang las. Ia ditangkap di Cikande, Tangerang, pada 2005 atas kepemilikan narkoba. Kasus ini diadili di Pengadilan Negeri Tangerang dan Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dalam tingkat ini, ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 22 Juni 2005.
Dua tahun berselang, Serge mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusan kasasi inilah Serge divonis hukuman mati. Sejak dijatuhi hukuman mati, Serge ditahan di Lapas Nusakambangan Jawa Tengah, kemudian dipindah ke Lapas Tangerang pada 2015.
Sebelumnya, pada 2014, ia sempat mengajukan permohonan grasi ke Presiden Joko Widodo. Permohonan grasi adalah upaya hukum untuk meminta pengampunan atau keringanan hukuman dari Presiden. Namun, permohonan tersebut juga ditolak.
Hingga pada 2015, Serge seharusnya dieksekusi mati bersama dengan delapan terpidana mati lainnya, termasuk napi narkoba asal asal Filipina, Mary Jane. Akan tetapi, ia mengajukan perlawanan terhadap putusan PTUN dengan menggugat Keppres penolakan grasinya. Atas adanya gugatan tersebut, Serge harus mengikuti proses hukum yang sah terlebih dulu sebelum dieksekusi.