Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter mencatat terdapat 57 kasus pelecehan seksual di kereta rel listrik (KRL) commuter line maupun di stasiun pada rentang waktu Januari hingga Oktober 2024. Data ini dihimpun dari laporan langsung dan laporan melalui media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vice President Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus, mengungkapkan sebanyak 50 kasus telah dilaporkan ke kepolisian. Sementara sisanya tidak berlanjut lantaran korban menolak membuat laporan polisi. Menurut Joni, para korban yang memilih berdamai itu memiliki pertimbangannya masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sepanjang korban bersedia membuat laporan maka kami dari KAI Commuter memastikan akan memberikan support dan pendampingan,” ujar Joni dalam keterangan resmi, dikutip Ahad, 1 Desember 2024. “Namun, sebagian dari korban memilih damai karena alasan waktu dan kesibukan pekerjaan atau pendidikan.”
KAI Commuter, kata Joni, berkomitmen untuk mendampingi dan mendukung korban secara penuh. Selain mendampingi korban untuk membuat laporan ke polisi, KAI Commuter juga menyediakan layanan pemulihan pasca-kejadian bagi korban dengan menggandeng lembaga yang kompeten.
Meski ada korban yang tak melapor ke polisi, Joni menegaskan KAI Commuter akan memberikan sanksi kepada pelaku pelecehan seksual berupa larangan menggunakan layanan commuter line selamanya. "Kami memberi tindakan tegas kepada pelaku dan berpihak kepada korban. Jadi, kalaupun korban memilih damai pun, kami tetap mengambil langkah diperlukan,” tutur Joni.
Salah satu langkah yang diambil KAI Commuter ialah memasukkan identitas pelaku pelecehan berupa rekaman atau sketsa wajah ke dalam database CCTV Analytic untuk mencegah mereka mengakses layanan KRL.
"Jika di antara pelaku ini tetap memaksa masuk, kami pastikan akan tertangkap karena teknologi CCTV Analytic ini mampu mendeteksi wajah meskipun tertutup masker,” ucap Joni.
Sistem tersebut, Joni menjelaskan, menganalisis rekaman wajah atau data lainnya untuk memverifikasi identitas pelaku dan memberikan notifikasi kepada petugas pengamanan, baik di stasiun maupun di dalam kereta, jika pelaku berusaha kembali menggunakan commuter line. “KAI Commuter telah mengoperasikan sistem ini di seluruh stasiun commuter line di wilayah Jabodetabek dan Yogyakarta,” katanya.
Adapun langkah blacklist ini, Joni menjelaskan, akan diterapkan juga pada pelaku tindak asusila yang melakukan aksinya di Stasiun Pondok Ranji, Tangerang Selatan, pada Kamis, 20 November 2024 lalu. Berdasarkan laporan korban, pelaku pelecehan yang berada di dalam KRL Rangkasbitung No. 1665 relasi Parung Panjang-Tanah Abang itu diturunkan di stasiun dan dibawa ke pos pengamanan untuk diperiksa. Petugas KAI Commuter, tutur Joni, segera melakukan proses memasukkan sketsa wajah pelaku ke dalam database sistem CCTV Analytic.
Sementara itu, untuk mencegah tindak kriminal di transportasi publik, khususnya KRL, KAI Commuter mengimbau seluruh pengguna untuk waspada terhadap situasi di sekitar. KAI Commuter juga mendorong pengguna KRL untuk melaporkan hal-hal yang mencurigakan kepada petugas, atau menghubungi Contact Center 021-121.