Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya menetapkan tujuh penagih utang (debt collector) yang diduga merampas mobil milik selebgram Clara Shinta sebagai tersangka. Tiga di antaranya sudah ditangkap dan empat lainnya masih buron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita tangkap pada hari pertama dua orang. Kemudian, baru tadi pagi tiba dari Provinsi Maluku, Pulau Saparua dan kami masih mengejar 4 orang yang lain,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris besar Hengki Haryadi dalam konferensi pers di kantornya, Kamis, 23 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hengki mengklaim Polda Metro Jaya serius mengejar para pelaku yang terlibat dalam perampasan mobil selebgram Clara Shinta ini.
Menurut Hengki, salah satu dari pelaku merupakan residivis kasus penganiayaan di Banyumas, Jawa Timur. “Yang pertama Erik Johnson Saputra Simangunsong, kalau di media sosial itu yang pakai garis-garis biru,” ujarnya.
Hengki menuturkan tiga orang pelaku lain yang masih buron berinisial BL, JM, dan CH. Ketiganya sudah masuk daftar pencarian orang (DPO). Ia mengimbau para pelaku agar menyerahkan diri. “Dan setelah ini kami akan sebar daftar pencarian orang, termasuk foto-fotonya ke seluruh kantor kepolisian agar sama-sama menangkapnya,” tutur Hengki.
Kuasa Hukum Debt Collector Kasus Clara Shinta Bantah Kapolda, DC Bukan Preman
Kuasa hukum debt collector kasus perampasan mobil selebgram Clara Shinta menyatakan kliennya sedang melaksanakan tugas sesuai dengan surat tugasnya jadi tidak bisa dihukum pidana. Firdaus Oiwobo, kuasa hukum debt collector itu menyebut Clara Shinta belum berhak melaporkan kliennya.
“Debt Collector (DC) sedang menjalankan tugasnya sebagai DC yakni program jasa penagihan yang dilakukan oleh perusahaan mereka,” ucap Firdaus pada Kamis, 23 Februari 2023.
Firdaus mengatakan kliennya memiliki surat tugas. “Mau dicari kesalahan apapun, tetap debt collector dan PT LNI tidak bisa dipidanakan, apalagi digugat, tidak bisa,” kata Firdaus.
Ia juga menyebutkan mengenai jaminan fiducia Undang-Undang Fiducia pada pasal 15 ayat 1, 2 dan 3 yang mengatakan bahwa setiap jaminan fiducia di bawah penguasaan atau kekuasaan di kreditur si peminjam dana kepada debitur.
Disebutkan pula pada pasal 2 dan 3 bahwa kreditur bisa menguasai secara paksa objek batang atau benda tanpa harus menunggu putusan pengadilan.
“Di sini nggak usah lagi ber-statemen bahwa harus ada putusan pengadilan. Karena putusan MK yang menyatakan bahwa putusan pengadilan itu memiliki kekuatan tetap untuk menjadi bahan acuan para DC menagih atau menyita barang kliennya. Itu sudah terbantahkan dengan adanya Yudisial Review yang dilakukan,” tuturnya.
Firdaus juga menyangkal apa yang dikatakan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran pada rapat evaluasi Polda Metro Jaya bahwa DC adalah preman. “DC bukan preman, DC adalah karyawan perusahaan yang dilindungi Undang-Undang Ketenagakerjaan dan undang-undang lainnya,” ucap Firdaus.
Ia berharap bahwa hal tersebut menjadi pemahaman bagi masyarakat bahwa DC bukanlah preman seperti yang disampaikan Fadil. “Jangan coba-coba bilang debt collector preman, debt collector adalah karyawan yang resmi seperti karyawan lainnya,” tuturnya.