Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan narapidana terorisme Sofyan Tsauri menyampaikan pendapatnya soal tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman. Ia menyatakan tak sepakat jika Aman benar-benar dihukum mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tidak setuju dengan hukuman mati. Karena ini akan membuat pemikirannya akan hidup," kata Sofyan Tsauri saat ditemui di Hotel Ibis Cikini pada Senin, 21 Mei 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sofyan yang pernah terlibat terorisme jaringan Al Qaida Asia Tenggara itu akan meminta kepada negara agar Aman bisa tetap hidup. Maksudnya, kata dia, agar Aman bisa me-review dan merevisi kembali pemikirannya. Dengan begitu, menurut Sofyan, pengikut Aman akan merujuk pada revisi pemikiran tersebut.
Dalam persidangan pembacaan tuntutan di PN Jakarta Selatan, jaksa menuntut Aman Abdurrahman dihukum mati. Jaksa menilai pria yang disebut pimpinan ISIS di Indonesia itu terbukti bersalah melakukan serangkaian aksi teror.
Jaksa menyebutkan lima aksi teror yang diperintahkan Aman melalui pengikutnya di Jamaah Ansarut Daulah (JAD) dari Januari sampai Juni 2017. Kelimanya adalah bom di Kampung Melayu dan Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta; bom Gereja Samarinda; penyerangan Polda Sumatera Utara; dan penyerangan terhadap polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Menurut Sofyan, Aman selalu berganti-ganti paham. Hal itu menandakan Aman dinamis dan berubah. "Makanya saya bilang harus disadarkan dulu dan dia harus menarik fatwa yang lamanya dia, karena kalau tidak, pemikirannya akan terus hidup," kata Sofyan.
Sofyan Tsauri adalah mantan narapidana terorisme yang pernah diadili karena terlibat pelatihan militer di Aceh. Ia yang pernah bertugas di kepolisian itu terpapar pemikiran Aman Abdurrahman saat bertugas di Bireun, Aceh.