Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum dan politik Pieter C. Zulkifli menilai putusan Mahkamah Konstitusi, yang memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengusut kasus korupsi di ranah militer, memperkuat komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi. Sebab, kata dia, putusan MK itu memberikan wewenang lebih luas bagi KPK dalam mengusut kasus korupsi, termasuk di ranah militer.
“Sebagai presiden dengan latar belakang militer, Prabowo harus mampu menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, termasuk di institusi militer,” kata dia dalam siaran pers yang diterima pada Senin, 2 Desember 2024.
Dalam amar putusan yang dibacakan pada Jumat, 29 November 2024, MK menegaskan KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), sepanjang kasus tersebut dimulai pertama kali oleh KPK. Penegasan itu adalah pemaknaan baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. MK mengabulkan sebagian perkara uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh advokat Gugum Ridho Putra.
Menurut Pieter, putusan MK secara langsung mendukung rencana kerja 100 hari pertama Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi. Putusan itu juga memberikan kepercayaan diri bagi KPK mengusut kasus yang berkaitan dengan instansi militer.
“Selama ini, terdapat celah hukum yang membuat KPK terlihat ragu dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan militer. Misalnya, kejadian korupsi Basarnas yang melibatkan anggota militer menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara peradilan sipil dan militer dapat menghambat penegakan hukum,” kata mantan Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu.
Meski demikian, Pieter menilai Prabowo juga harus berhati-hati dalam menggunakan putusan MK ini. Dia mewanti-wanti Ketua Umum Partai Gerindra itu tidak terjebak konflik internal di kalangan militer dalam menindak kasus korupsi.
“Prabowo juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam konflik politik atau kepentingan yang justru melemahkan upayanya membangun bangsa,” tutur Pieter.
Pieter berharap wewenang KPK yang semakin luas ini menjadi awal keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Sebelumnya, MK menegaskan KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), sepanjang kasus tersebut dimulai pertama kali oleh KPK.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat, 29 November 2024.
Pasal 42 UU 30/2002 semula hanya berbunyi, “KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”
MK memutuskan pasal itu bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga ditambahkan frasa penegasan pada bagian akhir yang berbunyi, “Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”
Pada pertimbangan hukumnya, MK menjelaskan persoalan dalam perkara korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer, atau dikenal juga dengan istilah korupsi koneksitas, bersumber dari penafsiran yang berbeda-beda di antara penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 UU KPK.
Padahal, menurut MK, jika ketentuan pasal tersebut dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum bahwa KPK berwenang mengoordinasi dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi dari unsur sipil dan militer.
Tanggapan Komisi Antirasuah
Adapun Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengapresiasi MK yang menegaskan wewenang KPK dalam mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
“KPK mengapresiasi Putusan MK atas permohonan Uji Materi Pasal 42 UU KPK tersebut. KPK dalam uji materi tersebut bertindak dan menjadi pihak terkait, yang mendukung dan memberikan fakta kendala penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang melibatkan subjek hukum sipil bersama subjek hukum anggota TNI,” ujar Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Ghufron mengatakan, meski ada Pasal 42 UU KPK, dalam pelaksanaan jika subjek hukum terdiri dari sipil dan TNI, maka proses hukumnya akan dipisahkan.
“Yang sipil ditangani oleh KPK, yang TNI disidang dalam peradilan militer. Kondisi ini mengakibatkan potensi disparitas bisa terjadi. Juga peradilan tidak efektif dan efisien,” kata dia.
Karena itu, putusan MK ini telah menguatkan dan menegaskan kewenangan KPK melakukan proses hukum terhadap perkara koneksitas yang dari awal pengungkapannya dilakukan oleh KPK.
“KPK, dengan adanya putusan MK, akan melakukan koordinasi dengan Menteri Pertahanan juga Panglima TNI untuk menindaklanjuti secara lebih teknis pengaturan pelaksanaannya,” tutur Ghufron.
ANTARA
Pilihan editor: KPK Persilakan Pejabat Pemda Melapor jika Diperas Saat Pilkada 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini