Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan tahunan SAFENet mencatat sepanjang 2019 pemidanaan terhadap hak kebebasan berekspresi masih tinggi. Dua angka tertinggi pemidanaan ini ditempati oleh jurnalis dan aktivis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berdasarkan profesi yang diadukan, media dan jurnalis masih menempati posisi pertama dengan 8 kasus, terdiri atas 1 media dan 7 jurnalis menjadi korban," dikutip dari salinan laporan tahunan SAFENet, Rabu, 21 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut pantauan SAFENet dalam dua tahun terakhir, jumlah media dan jurnalis yang dipidanakan cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jurnalis, menurut SAFENet umumnya dituntut dengan UU ITE, utamanya Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.
Selain terhadap karya jurnalistik, pemidanaan juga terjadi pada konten informasi yang disampaikan jurnalis di media. Salah satunya menimpa jurnalis dan sutradara film dokumenter Watchdoc, Dandhy Laksono pada 23 September 2019.
Adapun di posisi kedua pemidanaan hak berekspresi ditempati oleh aktivis. Sepanjang 2019 terdapat 5 kasus pemidanaan terhadap aktivis, angka ini meningkat dari sebelumnya yang hanya 1 kasus.
Salah satunya adalah kasus yang menimpa musisi Ananda Badudu yang ditangkap karena menggalang dana melalui KitaBisa untuk aksi demonstrasi mahasiswa yang menentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan revisi Undang-Undang KPK.
"Penangkapan Ananda Badudu dilakukan secara sewenang-wenang. Kamar kos Ananda di kawasan Tebet Barat, Jakarta Selatan, digedor saat ia tertidur. Ia kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya pada Jumat 27 September 2019 sekitar pukul 04.25 WIB."
Adapun kasus lainnya menimpa mantan advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Veronica Koman. Tiga konten cuitan Veronica di Twitter dituding bernada provokatif dan hoax terkait insiden rasisme di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Veronica pada 20 September 2019 masuk dalam daftar pencarian orang, ia ditetapkan sebagai buronan.