Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusut peristiwa pembubaran People’s Water Forum oleh ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) di Institut Seni Indonesia, Denpasar, Bali pada Senin, 20 Mei 2024. Mereka menduga, pembubaran ini dimungkinkan karena adanya kebijakan Pengamanan Swakarsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Komnas HAM segera melakukan pengusutan mengenai dugaan keterkaitan sejumlah peristiwa represi kebebasan sipil dengan kebijakan Pam Swakarsa,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran persnya, Selasa, 21 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurina Savitri dari Amnesty International Indonesia, salah satu organisasi anggota koalisi, menyatakan pembubaran perhelatan tandingan World’s Water Forum 2024 itu merupakan tamparan keras bagi pemerintah Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB. “Bagaimana bisa forum masyarakat sipil dibubarkan dan dibiarkan,” kata dia.
Koalisi menilai kekerasan dalam pembubaran People's Water Forum 2024 telah melanggar berbagai hak yang telah dijamin oleh konstitusi, di antaranya hak atas rasa aman, hak atas bebas berkumpul dan bebas untuk mengemukakan pendapat. Aturan tentang hak-hak itu diatur dalam Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRUHA) Reza Sahib menuturkan, massa PGN beberapa kali mendatangi tempat kegiatan dan meminta pelaksanaan PWF 2024 dihentikan. Padahal, dia mengatakan PWF 2024 adalah sebuah forum masyarakat sipil yang ditujukan sebagai ruang untuk mengkritisi privatisasi air, dan mendorong pengelolaan air untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam membubarkan kegiatan, Reza mengatakan ormas PGN menggunakan cara-cara yang memaksa dan melanggar hukum. Dia mencatat, kelompok ini telah merampas banner, baliho, dan atribut agenda secara paksa. "Bahkan melakukan kekerasan fisik kepada beberapa peserta forum," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Mei 2024.
Aturan tentang Pam Swakarsa tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa atau Pam Swakarsa yang diteken oleh Kepala Polri atau Kapolri Jenderal Idham Azis pada 4 Agustus 2020. Dalam aturan ini, Pengamanan Swakarsa mengemban fungsi kepolisian yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Polri.
Di lapangan, pengamanan ini terdiri dari Satuan Pengamanan alias Satpam dan Satuan Keamanan Lingkungan atau Satkamling. Selain itu, terdapat Pam Swakarsa yang berasal dari pranata sosial/kearifan lokal. Pasal 3 ayat 3 dan 4 peraturan ini menyebutkan Pengamanan Swakarsa yang berasal dari pranata sosial atau kearifan lokal dapat berupa Pecalang di Bali; Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat; Siswa Bhayangkara; dan Mahasiswa Bhayangkara.
“Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), memperoleh pengukuhan dari Kakorbinmas Baharkam Polri atas rekomendasi Dirbinmas Polda," tulis Pasal 3 ayat 5.
Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), SAFEnet, Amnesty International Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Protection International Indonesia.