Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Mahkamah Agung Terlibat Kasus Suap? Sudrajat Dimyati Bukan Orang Pertama

Mahkamah Agung penegak keadilan tertinggi di Indonesia. Kinerja MA dipertanyakan usai OTT KPK Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Bukan kasus pertama.

27 September 2022 | 15.01 WIB

Sudrajad Dimyati tercatat sempat bertugas di berbagai pengadilan negeri di Indonesia. Ia pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Wonogiri, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hingga terakhir sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak. Pada 2013, Dimyati sempat mengikuti seleksi Hakim Agung. Akan tetapi saat itu dia gagal dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Wikipedia
Perbesar
Sudrajad Dimyati tercatat sempat bertugas di berbagai pengadilan negeri di Indonesia. Ia pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Wonogiri, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hingga terakhir sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak. Pada 2013, Dimyati sempat mengikuti seleksi Hakim Agung. Akan tetapi saat itu dia gagal dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Wikipedia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung atau MA merupakan penegak keadilan tertinggi di Indonesia. Sebagai lembaga yang menjalankan peradilan kasasi, keputusan hukum MA adalah yang paling final. Karenanya, dalam menjalankan tugas dan fungsi, MA harus adil, tepat, dan benar. Namun, belakangan kinerja MA dipertanyakan usai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan OTT terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ini adalah kali pertama sepanjang sejarah Indonesia seorang hakim agung kena operasi tangkap tangan atau OTT. Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Hakim Agung Kamar Perdata itu diduga menerima uang pelicin dalam sengketa perdata Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Intidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kendati Sudrajad Dimyati jadi hakim agung pertama yang tertangkap atas dugaan menerima duit haram, kasus rasuah di MA bukanlah tidak pernah terjadi. Termasuk kasus Sudrajad Dimyati, setidaknya ada lima kasus suap yang berhasil dibongkar KPK, yang menenteng nama Mahkamah Agung.

Kasus Korupsi di Mahkamah Agung

Berikut beberapa kasus suap yang pernah melibatkan anggota MA yang berhasil dibongkar KPK.

1. Kasus adik Presiden Soeharto, Probosutedjo pada 2004

Kasus bermula ketika adik Presiden ke-2 RI Soeharto, Probosutedjo terjerat perkara korupsi dana reboisasi hutan di Kalimantan Rp 100 miliar. Dalam perkara ini, pengusaha itu divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kemudian pada Juni 2004, Probosutedjo mengajukan kasasi ke MA.

Dalam proses kasasi ini, KPK menemukan adanya dugaan kasus suap. Untuk mengakali putusan kasasi, Harini Wiyoso selaku pengacara Probosutedjo, ditengarai memberikan suap Rp 5 miliar. Suap diangsurkan melalui staf bagian perjalanan Mahkamah Agung Pono Waluyo.

Dalam proses penyidikan, Ketua MA saat itu Bagir Manan, yang merupakan anggota Majelis Hakim sempat dipanggil KPK. Namun tak ada hakim agung yang dijadikan tersangka di kasus ini. Harini divonis 4 tahun penjara. Pono Waluyo divonis 3 tahun. Sementara Probosutedjo akhirnya divonis 4 tahun penjara di tingkat kasasi dalam kasus reboisasi.

2. Kasus Djodi Supratman pada 2013

Nama MA sebagai lembaga penegak hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila juga sempat terusik pada 2013. Salah seorang stafnya di Badan Pendidikan, Pelatihan Hukum dan Peradilan MA Djodi disenggol KPK. Djodi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap dari anak buah advokat kondang Hotma Sitompul, Mario Cornelip Bernardo.

Dalam kasus tersebut, Djodi diduga menerima duit haram Rp 150 juta dari Mario untuk memuluskan proses kasasi perkara penipuan yang melibatkan kliennya, Hutama Wijaya Ongowarsito. Djodi terbukti bersalah, anggota MA itu divonis 2 tahun penjara. Sementara Mario divonis 4 tahun penjara.

Selanjutnya: Kasus Nurhadi sampai Sudrajad Dimyati...

3. Kasus Andri Tristianto pada 2016

Tiga tahun berselang setelah kasus Djodi, nama MA kembali dikaitkan dengan kasus rasuah. Pada 16 Februari 2016, KPK menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna. Andri disangkakan menerima duit suap sebesar Rp 400 juta dari Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suadi.

Duit itu diduga diberikan kepada Andi untuk menunda salinan putusan kasasi atas Ichsan sebagai terdakwa korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat pada 2007-2008. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Andri dengan hukuman 9 tahun penjara dalam kasus ini.

4. Kasus Nurhadi pada 2016 hingga 2019

Di tahun yang dengan kasus Djodi, pada 2016, KPK juga melakukan OTT terhadap Sekretaris Jenderal atau Sekjen MA saat itu, Nurhadi. Dia disebut terseret kasus panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Saat melakukan penggeledahan di kediamannya, penyidik menyaksikan upaya Nurhadi membuang uangnya ke dalam toilet guna menghilangkan barang bukti. Kendati sempat dicegah ke luar negeri, Nurhadi lolos dari status tersangka KPK saat itu.

Butuh waktu lama bagi KPK tangkap Nurhadi. Hingga akhir di penghujung 2019, KPK menetapkan Sekjen MA itu sebagai tersangka. Bersama menantunya, Rezky Herbiyono, Nurhadi diduga menerima suap dan gratifikasi untuk mengurus perkara kasasi PT Multicon Indrajaya Terminal. Mertua dan menantu itu ditengarai menerima suap hingga Rp 46 miliar. Tak cuma itu, Nurhadi juga disangka menerima gratifikasi dari pengurusan perkara di sejumlah pengadilan.

Meski sempat menjadi buronan setelah dijadikan tersangka, KPK akhirnya berhasil menyeret Nurhadi dan Rezky ke pengadilan. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Nurhadi 6 tahun penjara. Saat ini, KPK masih menyidik kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang diduga dilakukan Nurhadi.

5. Kasus Hakim Agung Dimyati pada 2022

Terakhir adalah kasus Hakim Agung Sudrajad Dimyati. OTT KPK Sudrajad Dimyati pada Rabu, 21 September 2022 lalu. Orang yang seharusnya menjadi “perpanjangan tangan tuhan dalam menegakkan keadilan” itu diduga menerima duit sogokan Rp 800 juta untuk mengurus kasasi perdata PT KSP Intidana. Selain Dimyati, lima orang pegawai MA lainnya juga ikut menjadi tersangka. Mereka berperan sebagai perantara dalam perkara ini.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus