Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Membantai induk semang

Suryadi membantai keluarga soeripto, bekas induk semangnya, di palembang. suryadi ditangkap di ci- lacap. motifnya uang untuk bayar kos.

20 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembantai keluarga karyawan PT Pusri Palembang tertangkap di Cilacap. Benarkah ia pelaku tunggal? RESEP penyidik, bahwa pelaku kejahatan biasanya orang dekat korban juga, terbukti di lapangan. Setelah tiga bulan kasus itu menjadi teka-teki, akhirnya Tim Ankker (Anti Kejahatan dan Kekerasan) Poltabes Palembang berhasil menjawab siapa pembantai keluarga Soeripto, karyawan PT Pusri Palembang. Kamis dua pekan lalu, tim tersebut menangkap tersangka pelaku, Suryadi alias Adi Kumis, 25 tahun, di Cilacap, Jawa Tengah. Pemuda tersebut ternyata pernah indekos di rumah keluarga Soeripto. Lelaki dengan tinggi badan 172 cm, kulit sawo matang, dan berkumis tipis itu tak berbelit-belit. Ia, yang belakangan indekos di Jakarta, mengaku menghabisi bekas induk semangnya itu pada bulan puasa lalu. Kepada TEMPO pun ia berterus terang. "Saya menyesal dan bersedia dihukum mati," katanya kepada Aina R. Aziz dari TEMPO. Pada awal April lalu, mahasiswa drop out dari sebuah universitas swasta di Palembang itu mengajak teman indekosnya, Topan dan Alex, ke Palembang. "Saya mau mengambil mobil milik famili dari Palembang," katanya. Di Palembang Topan dan Alex menginap di hotel, sedangkan Suryadi di bekas tempat indekosnya, rumah Soeripto. Mungkin karena lama tak bertemu, Soeripto, 54 tahun, bersama putra tunggalnya, Bambang Wiryanto, 22 tahun -- kebetulan bekas teman kuliah Suryadi -- menemani tamunya itu mengobrol sampai larut malam. Tak ada yang curiga ketika Suryadi membawa sepasang damble (alat angkat besi dari logam) ke kamar Bambang. Maklum, hobi pemuda bertubuh atletis ini angkat besi. Ternyata, damble yang beratnya 3 kg tersebut malam itu dipakainya untuk menghabisi Soeripto sekeluarga. Hanya sekali pukul di tengkuknya, Bambang, yang baru tidur lelap, mengerang, dan langsung pingsan. Sebuah tusukan belati di dada mengakhiri hidup karateka Dan I itu. Karena mendengar erangan dari kamar anaknya, Soeripto masuk. "Ada apa?" tanyanya keheranan. "Ah, cuma mengigau," jawab Suryadi sambil mendekap Bambang sehingga tubuh korban yang berlumur darah tak kelihatan oleh ayahnya. Soeripto pun kembali ke kamarnya. Ketika itulah Suryadi menghantamkan damble ke tengkuknya. Orang tua ini pun tak berkutik. Selesai memberesi ayah dan anak, ia mengganti pakaiannya yang berdarah. Pada dini hari, pembantu di rumah itu, Nuraini, 31 tahun, bermaksud membangunkan Bambang untuk makan sahur. Nasibnya sama dengan tuan rumah, roboh dihantam damble. Lalu Suryadi masuk kamar Soeripto. Di situ istri Soeripto, Nyonya Genoveva Sujatmi, 48 tahun, yang lumpuh total, digorok pemuda itu sampai mati. Setelah itu, Suryadi berkemas. TV, radio, tape deck, dan uang Rp 285 ribu dimasukkannya ke mobil Daihatsu Taft milik Soeripto. Ia langsung menuju hotel tempat kedua temannya menginap. Pagi itu juga mereka ke Jakarta. Tiga hari kemudian, PT Pusri mengusut Soeripto yang tak masuk kantor tanpa kabar. Semula tetangga sesama karyawan PT Pusri menyangka bahwa keluarga Soeripto sedang bepergian karena rumahnya sepi. Tapi, ketika mereka mengintip dari kaca nako, tampaklah empat mayat membujur di rumah yang cukup luas itu. Polisi segera dilapori. Penyidikan hampir buntu. Tidak ada saksi dan tidak ditemukan sidik jari. Damble yang dipakai membunuh pun berlumur darah. Satu-satunya kesimpulan, pelakunya keluarga dekat karena tidak ada bagian rumah yang rusak. Sudah 113 orang famili Soeripto ditanyai, tapi kasus itu tetap gelap. Belakangan datang sebuah informasi dari seorang saksi mata yang malam itu melihat Suryadi di rumah Soeripto. Tim Ankker segera melacak. Suryadi diketahui berada di rumah orangtuanya di Cilacap. Ketika tim penyidik sampai di sana, ia bermaksud ke Jakarta dengan taksi antarkota. Tanpa diketahuinya, Sersan Dua (Pol.) Agus Sudarno ikut setaksi dengannya. Suryadi pun dengan mudah diringkus. "Saya membunuh mereka sendirian karena butuh uang untuk bayar kos," katanya terus terang. Benarkah ia menghabisi keluarga itu sendirian? Polisi tampaknya ragu. "Kami belum bisa memastikan," ujar Kapoltabes Palembang, Letnan Kolonel (Pol.) Sjachrudin Z.P., didampingi Kasatsersenya, Kapten Mathius Salempang. Soalnya, di rumah Soeripto ditemukan sepasang sepatu, entah milik siapa. Hasan Syukur (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus