Oknum kepala desa dan babinsa di Bengkulu diduga mendalangi komplotan penjarah brankas. Kasus mereka kini disidangkan dan dua anggotanya masih buron. SUDAH sewajarnya kepala desa kompak dengan babinsa (bintara pembina desa). Tapi ceritanya menjadi lain kalau mereka juga kompak untuk berbuat kejahatan. Itulah yang sekarang dituduhkan kepada Kepala Desa Centing, Kecamatan Curup Argamakmur, Bengkulu Utara, Burhanudin, dan babinsanya, Kopral Satu Kusnadi. Selama setahun belakangan ini mereka diduga mengotaki perampokan puluhan brankas di kantor-kantor pemerintah Beng- kulu. Menurut Kapolwil Bengkulu Kolonel Irhansyah, aksi kawanan pimpinan kepala desa itu tak terbatas di wilayah Bengkulu Utara. Mereka kabarnya pernah menjarah sampai ke Bengkulu Selatan, bahkan ke kantor DPRD Tingkat I Bengkulu. Pada Senin pekan ini enam anggota sindikat itu, termasuk Burhanudin, diseret ke Pengadilan Negeri Argamakmur Bengkulu Utara. Sementara itu, Kopral Satu Kusnadi diajukan ke Mahkamah Militer. Dua anggota komplotan lainnya masih buron. Peran Burhanudin, menurut polisi, tak setengah-setengah. Sebelum beroperasi, komplotan yang selalu bertopeng bila beraksi itu menggodok rencana di rumah kepala desa, seperti ketika mereka menjarah Kantor Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Bengkulu Utara belum lama ini. Pada mulanya, komplotan itu mencium bahwa kantor tersebut baru saja menerima uang dari sebuah bank. Mereka segera mengatur siasat. Menurut salah seorang anggota komplotan, Yanto, sehari sebelum beroperasi, mereka menghubungi oknum babinsa, Kusnadi. Kemudian Kusnadi menghubungi Kepala Desa Burhanudin untuk mengumpulkan anak buahnya. Sejak dari menentukan sasaran, tugas mencongkel jendela, membobol brankas, hingga menjaga semuanya dirancang di rumah Bur- hanudin. Kusnadi mendapat tugas mengamankan daerah sasaran. Setelah rencana matang, kawanan yang beranggotakan lima orang itu meluncur dengan truk menuju sasaran. Begitu mobil berhenti di depan kantor dinas itu, lima kawanan bertopeng berloncatan keluar menuju kantor yang sudah sepi tersebut. Mereka dengan cekatan mencongkel daun pintu jendela. Seorang petugas jaga malam, Mahyudin, mereka buat tidak berkutik. Ketika Mahyudin masih kaget, kepalanya dihantam pentungan oleh salah seorang kawanan tersebut. Petugas jaga itu langsung sempoyongan hingga tak sadarkan diri. Selesai membereskan petugas jaga, dengan leluasa kelima perampok bertopeng tersebut menggondol brankas yang ada di ruang kerja kepala dinas, dan mengangkatnya ke truk. Di brankas itu memang tersimpan uang dinas sekitar Rp 4,5 juta. Seperti biasanya, selesai beroperasi komplotan itu kembali ke markasnya, rumah Burhanudin. Di situ mereka membagi-bagi rezeki. Setiap anggota mendapat bagian Rp 400 ribu. Sisanya untuk Burhanudin dan Kusnadi. Komplotan itu terbongkar, berkat info dari masyarakat yang curiga karena Burhanudin suka berfoya-foya. Selain itu, penduduk sering melihat anggota komplotan selalu berunding di rumah kepala desa itu. Bahkan, menurut penduduk, anggota komplotan itu sering mengganggu ketenteraman karena suka mabuk-mabukan. Info itulah yang membuat anggota Polres Bengkulu Utara melakukan penyelidikan. Pertengahan April lalu, salah satu anggota komplotan, Budi, ditangkap polisi. Ternyata, Budi menceritakan dirinya terlibat sindikat pencuri brankas yang dipimpin Burhanudin. Berdasar pengakuan itu, polisi menggulung tujuh kawanan perampok itu, termasuk Burhanudin dan Kusnadi. Dua lainnya masih buron. Benarkah semua tuduhan itu? Burhanudin menyangkal tuduhan mengotaki perampokan itu. "Saya tak pernah melakukan. Saya hanya korban salah informasi," kata ayah empat anak itu kepada TEMPO. Gatot Triyanto dan Marlis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini