Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus kriminalisasi pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS, dan Haris Azhar, pendiri Lokataru. Putusan ini, yang diumumkan pada 11 September 2024, menguatkan vonis bebas yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenangan ini tidak hanya mengakhiri proses hukum terhadap mereka, tapi juga membuka kembali isu dugaan conflict of interest yang melibatkan pejabat tinggi negara, Luhut Binsar Pandjaitan. Usai putusan tersebut, Fatia dan Haris mendesak pemerintah untuk segera menindaklanjuti temuan mereka dalam kajian berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer: Studi Kasus Intan Jaya di Papua." Dalam kajian tersebut, mereka mengungkap dugaan keterlibatan Luhut dalam praktik pertambangan yang dianggap merugikan masyarakat Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Putusan ini sudah sepatutnya menjadi acuan bagi APH untuk memulai investigasi conflict of interest Luhut Binsar Pandjaitan. Selain itu, pemerintah juga harus secara serius menindaklanjuti temuan dan rekomendasi berdasarkan kajian cepat yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua,” kata Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) selaku kuasa hukum Fatia dan Haris dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 25 September 2024.
Diwakili oleh kuasa hukumnya, kedua aktivis HAM ini menggarisbawahi pentingnya keadilan bagi masyarakat Papua yang sering kali menjadi korban dalam praktik bisnis yang tidak etis. “Keputusan Mahkamah Agung ini memberikan angin segar bagi upaya perlindungan hak-hak masyarakat dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam." Mereka menekankan bahwa pemerintah harus mengambil langkah konkret untuk menyelidiki potensi pelanggaran yang melibatkan Luhut, terutama dalam konteks pertambangan yang telah menjadi sumber konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.
Kritik yang disampaikan oleh Fatia dan Haris sebelumnya berujung pada tuduhan pencemaran nama baik oleh Luhut, yang mengklaim bahwa pernyataan mereka merugikan nama baiknya. Namun, di tingkat pertama, majelis hakim PN Jakarta Timur memutuskan bahwa kritik yang dilontarkan oleh Fatia dan Haris adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh hukum. Kasasi JPU yang berusaha membatalkan putusan bebas tersebut kini telah ditolak oleh MA, menegaskan bahwa tindakan Fatia dan Haris adalah bagian dari perjuangan untuk kebebasan berekspresi dan perlindungan HAM.
Fatia dan Haris berharap bahwa putusan ini tidak hanya memberikan keadilan bagi mereka, melainkan juga menjadi pemicu bagi pemerintah untuk lebih responsif terhadap isu-isu yang dihadapi masyarakat di Papua. Mereka mengingatkan bahwa banyak pelanggaran hukum yang terjadi di lapangan, dan tindakan nyata dari pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.