Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Mencakup 31 Jenis Tindak Pidana, Korupsi Hingga Suap

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly meneken penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa, 25 Januar

26 Januari 2022 | 09.23 WIB

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly
Perbesar
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly meneken Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa, 25 Januari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Yasonna menyebut, perjanjian ini diharapkan dapat mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme. Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain masa rektroaktif, perjanjian ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukanan.

"Hal ini untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya,” ujar Yasonna lewat keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu, 26 Januari 2022.

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura akhirnya ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998. Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi ini berjumlah 31 jenis, di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

Perjanjian ekstradisi ini bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan.

"Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua Negara,” ujar Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.

Yasonna menjelaskan, ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

“Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ujar Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan DPP PDIP itu.

Selain itu, sambung Yasonna, perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.

Yasonna menuturkan bagi Indonesia, perjanjian ekstradisi dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau. Serta mengimplemantasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus