Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sempat Koma, Pelajar SMK Korban Pengeroyokan Anggota PSHT Akhirnya Meninggal

Seorang pelajar SMK di Malang jadi korban pengeroyokan anggota PSHT. Sempat koma dan dirawat di RS, akhirnya meninggal.

12 September 2024 | 20.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang remaja pria bernama Alfin Syafiq Ananta meninggal setelah mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Tentara dr Soepraoen, Kota Malang, Kamis pagi, 12 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Remaja berusia 17 tahun itu dirawat dalam kondisi koma di RST dr Soepraoen usai dikeroyok sembilan anggota perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) di Dusun Petren, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Jumat malam, 6 September kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Kepolisian Sektor Karangploso (Kapolsek) Ajun Komisaris Polisi Moch. Sochib membenarkan kabar meninggalnya remaja kelas dua SMK PGRI 3 Kota Malang itu.

“Untuk perkembangan kasusnya, sudah ditangani Polres (Kepolisian Resor) Malang. Ditangani di sana,” kata Sochib kepada wartawan, Kamis siang, 12 September 2024.  

Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Malang AKP Ponsen Dadang Martianto mengatakan, kasus penganiayaan terhadap Alfin ditangani Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) dan delapan orang terduga pelaku masih dalam pemeriksaan intensif secara bergantian.

Secara terpisah, Nanang Kuswanto meminta kepada pihak kepolisian untuk menghukum seberat-beratnya orang-orang yang telah menganiaya putranya. Pria 43 tahun ini meminta polisi untuk bertindak transparan, tidak ada proses hukum yang ditutup-tutupi.

Nanang mengaku sudah melihat rekaman kamera pengawas atau CCTV. Dari rekaman kamera, kata Nanang, putranya memang seperti sengaja hendak dibunuh. Para pelaku membentuk formasi melingkar saat bergantian memukul dan menendang Alfin hingga tak sadarkan diri.

“Walaupun pelakunya ada yang masih anak-anak, tapi kelakuannya melebihi batas. Anak saya sampai mati,” kata Nanang di rumahnya, Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso.

Selebihnya Nanang menceritakan aktivitas anaknya sebelum dianiaya. Pada hari Rabu malam, 4 September, sekitar pukul 23.00 WIB, datang seorang remaja pria yang mengaku teman sekolah Alfin. Si remaja ingin mengajak Alfin untuk mengerjakan PR (pekerjaan rumah). Nanang tidak mengizinkan. 

Kamis pagi, 5 September, Nanang menceritakan kedatangan remaja tersebut kepada Alfin. Sang anak menjawab tidak punya janji mengerjakan PR bersama dan remaja yang datang untuk menjemputnya adalah teman beda kelas. 

Berselang beberapa jam, tiba-tiba Alfin meminta izin kepada ibunya untuk mengikuti latihan beladiri di perguruan silat PSHT. Sang ibu memberitahu Nanang. Sang ayah membolehkan sepanjang kegiatan itu bersifat positif. 

Lalu, pada Jumat, 6 September, sekitar 18.30 WIB, Alfin berpamitan kepada ibunya untuk mengikuti latihan perdana sebagai anggota PSHT. Namun, hingga pukul 23.00 WIB, Alfin tak kunjung pulang. Telepon genggamnya tidak aktif. Nanang dan istri pun sontak sangat kaget saat menerima kabar anak sulungnya sudah berada di rumah sakit akibat habis dikeroyok sejumlah orang. 

Saat di rumah sakitlah Nanang mendapat informasi mengenai kejadian dan terduga pelakunya. Nanang lalu melapor ke Markas Polsek Karangploso. 

“Anak saya dianiaya karena memasang status (Whatsapp) pakai kaus PSHT. Anak saya memang bukan anggota PSHT dan itu membuat anggota PSHT yang lain tersinggung. Tapi anak saya pun sudah meminta maaf secara terbuka melalui Instagram, masak tetap dianiaya dengan sangat kejam begitu,” ujar Nanang. 

Sebelumnya, Kapolsek Karangploso AKP Moch. Sochib menyampaikan, pengeroyokan diduga dipicu oleh pemasangan status Whatsapp oleh Alfin yang menggunakan kaus PSHT. Lalu ada seorang anggota PSHT yang mengonfirmasikan kepada Alfin tentang status keanggotaannya di PSHT. Alfin jujur mengaku bukan anggota PSHT dan meminta maaf. 

Karena bukan anggota PSHT, Alfin kemudian diajak latihan bersama di tempat kejadian perkara sebagai syarat jadi warga PSHT pada Jumat, 6 September. 

“Sekira pukul 18.30 WIB, korban janjian untuk mengikuti latihan di lokasi dan terjadi penganiayaan oleh anggota PSHT terhadap korban hingga tidak sadarkan diri,” kata Sochib.

Alfin dibawa ke Klinik Delima, Jalan Raya Ngijo, Karangploso. Karena kondisinya terus melemah, Alfin dipindahkan ke Rumah Sakit Prasetya Husada, Desa Ngijo, hingga akhirnya dirujuk ke RST dr Soepraoen, Kota Malang. 

Penganiayaan mengakibatkan cidera sangat serius pada diri Alfin, yaitu luka-luka di bagian pipi kanan, bagian kaki, pendarahan di otak, paru-paru berdarah, hingga lambung bocor. 

“Korban mengalami koma dan terpaksa dibawa ke RST dr Soepraoen karena ada sejumlah organ dalam yang rusak akibat penganiayaan,” kata Sochib. 

Dari sembilan terduga pelaku, lima orang di antaranya masih anak di bawah umur, yakni PIA, 15 tahun; MAS, 17 tahun; RH, 14 tahun; VM, 16 tahun, dan HQN, 16 tahun. Kelima remaja warga Kecamatan Karangploso ini ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang. 

Tiga orang lagi, Ragil, 16 tahun, warga Ngenep, Karangploso; serta Iman, 25 tahun dan Nurrochman, 27 tahun, keduanya warga Kota Batu. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus