Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Wakil Kepala Polres Malang Komisaris Imam Mustolih mengungkapkan Alfin Syafiq Ananta, 17 tahun, dua kali dikeroyok oleh anggota perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Akibat penganiayaan ini Alfin tewas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imam menjelaskan Alfin dikeroyok di dua tempat berbeda dalam waktu tiga hari. Remaja kelas dua SMK PGRI 3 Kota Malang ini pertama kali dianiaya di lapangan tempat latihan PSHT, Jalan Raya Sumbernyolo, Dusun Mojosari Glugur, Desa Ngenep, Karangploso, pada 4 September 2024, sekitar pukul 22.15 WIB. Pelakunya Ragil, Somad, serta VM, MAS, dan RAF yang masih anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alfin kembali dikeroyok di dekat petilasan atau punden Petren Ngijo (Mbah Singojoyo), Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Karangploso, pada Jumat, 6 September 2024, sekitar pukul 20.30 WIB. Di TKP kedua ini Alfin dikeroyok tujuh orang: Cahyo, Andika, Ragil, serta pelaku anak RH, VM, RAF, dan RFP.
Peristiwa pengeroyokan di TKP kedua terekam kamera pengawas atau CCTV kepunyaan warga. “Dari 10 tersangka, VM dan RAF terlibat mengeroyok Alfin di dua TKP,” kata Imam dalam jumpa pers, Jumat, 13 September 2024.
Alfin mendapat luka parah pada pengeroyokan yang kedua. Pasalnya ada salah satu pelaku memukul kepala korban menggunakan batu paving. “Makanya, bapaknya korban (Nanang Kuswanto) langsung lapor pada kami setelah lihat kondisi anaknya di rumah sakit,” kata Kepala Satreskrim Polres Malang AKP Muchammad Nur.
Nur menjelaskan penyebab korban dikeroyok hanya karena mengunggah foto saat dia mengenakan kaus beratribut PSHT di status WhatsApp-nya. Korban diketahui bukan anggota PSHT. Anak pelaku MAS yang melihatnya lalu menghubungi korban untuk meminta konfirmasi.
MAS dan Alfin lalu bertemu. Alfin diminta membuat video klarifikasi. Kepada MAS, Alfin meminta maaf dan mengaku jika dia bukan anggota PSHT, tetapi tertarik bergabung.
Selanjutnya, pada 4 September 2024, MAS mengajak Alfin ke TKP pertama dengan alasan diajak latihan sebagai syarat bisa menjadi anggota PSHT. Ternyata, Alfin malah dihajar lima tersangka.
Berselang dua hari, Alfin diajak bertemu lagi oleh para pelaku di TKP kedua. Di TKP kedua ada tujuh pelaku. Alfin lebih dulu digebuki seorang pelaku dengan sandal. Ketujuh orang ini bergantian memukul dan menendang Alfin sampai terkapar tak sadarkan diri.
Selama dikeroyok di TKP pertama dan kedua, kata Nur, Alfin sama sekali tidak melawan. Orang tua korban pun tidak mengetahui peristiwa pengeroyokan di TKP pertama. Polisi menduga, korban takut melapor karena khawatir orang tuanya ikut marah.
Akibat dikeroyok di TKP kedua, Alfin sempat dibawa ke Klinik Delima, Jalan Raya Ngijo, Karangploso. Karena kondisinya terus menurun dan masih tak sadarkan diri, Alfin dibawa ke Rumah Sakit Prasetya Husada, Desa Ngijo, Karangploso, hingga akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Tentara dr Soepraoen yang berlokasi di Jalan Slamet Supriadi, Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun, Kota Malang.
Setelah 6 hari koma dan dirawat di rumah sakit, Alfin meninggal dunia pada Kamis pagi, 12 September. Penyebab kematian diduga karena pendarahan otak (hematoma intrakranial) disertai kerusakan sel otak bagian temporo-parietal kiri dan memar di paru.
Jumlah tersangka dalam kasus ini bertambah berdasarkan hasil pemeriksaan delapan orang pelaku yang ditangkap lebih dulu. Dari 10 tersangka, enam masih anak-anak, yakni PIAH dan RH, keduanya berumur 15 tahun; VM, 16 tahun; serta MAS, RAF, dan RFP, ketiganya berusia 17 tahun.
Empat tersangka pria dewasa bernama Achmad Ragil (Ragil), 19 tahun; serta Ahmad Erfendi alias Somad, 20 tahun; dan Muhammad Andika Yudhistira (Andika), 19 tahun. Ketiga orang ini warga Desa Ngenep, Karangploso. Seorang tersangka lagi bernama Imam Cahyo Saputro (Cahyo), 25 tahun, warga Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Akibat perbuatannya, semua tersangka dikenai Pasal 80 ayat (3) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda maksimal Rp 3 miliar.
“Penyidik terus melakukan pendalaman dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bisa bertambah. Kami tegas dan akan kami sidik secara tuntas,” kata Imam.
Pilihan Editor: Polda Jatim Bekukan Kegiatan PSHT di Jember