Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sidang Tom Lembong, Sejumlah Pejabat dari Kemendag dan Kemenperin Jadi Saksi

Empat pejabat Kementerian Perdagangan dan dua dari Kementerian Perindustrian dihadirkan jaksa untuk bersaksi di sidang Tom Lembong

20 Maret 2025 | 10.38 WIB

Thomas Trikasih Lembong mengikuti sidang pembacaan putusan sela oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, 13 Maret 2025. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Thomas Trikasih Lembong mengikuti sidang pembacaan putusan sela oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, 13 Maret 2025. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan enam saksi dalam sidang lanjutan eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong hari ini. Mereka yang bersaksi di antaranya ada pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hari ini kami menghadirkan enam saksi, Yang Mulia," kata JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025. Secara terpisah, Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Sutikno, juga mengkonfirmasi saksi-saksi tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sutikno mengatakan, saksi pertama adalah Susy Herawaty. Ia adalah Kepala Subdirektorat Barang Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan periode September 2016-Januari 2018. "Sekarang Kapusdiklat Aparatur Perdagangan Kemendag sejak Januari 2024," ujarnya dalam keterangan pada Kamis.

Saksi kedua adalah Eko Aprilianto Sudrajat yang juga pejabat Kemendag. Ia merupakan Atase Perdagangan di Seoul.

Ketiga, adalah pejabat Kementerian Perdagangan Robert J. Bintaryo. Ia adalah Direktur Bahan Pokok Strategis (Bapokstra) Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag.

Saksi keempat yaitu Direktur Impor Kemendag Muhammad Yany. Ia merupakan mantan Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kemendag periode 2014-2016.

Saksi selanjutnya adalah Cecep Saepulah Rahman selaku Perencana Ahli Muda Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin. Terakhir, ada Edy Endar Sirono yang merupakan Kasi Standarisasi di Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin.

Sebelumnya, JPU mendakwa Tom Lembong merugikan keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47 (Rp 578,1 miliar). Ini berdasarkan "Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 sampai 2016" BPKP berwarkat 20 Januari 2025. 

Tom juga didakwa memperkaya orang lain atau korporasi sebesar Rp 515.408.740.970,36 (Rp 515,4 miliar). Angka tersebut merupakan bagian dari keuangan negara sebesar Rp 578,1 miliar. Namun, Jaksa dalam surat dakwaannya tidak menjelaskan sisa kerugian Rp 62,7 miliar berasal darimana.

Dinukil dari surat dakwaan Tom Lembong, kerugian keuangan negara sebanyak Rp 578,1 miliar itu berasal dari dua hal. Pertama, dari kemahalan harga yang dibayarkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) alias PT PPI dalam pengadaan gula kristal putih untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar. Kedua, dari kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Berikut rinciannya:

  1. Kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan GKP untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar
  2. Jumlah nilai pembelian GKP oleh PT PPI untuk penugasan dari importir pabrik gula: Rp 1.832.049.545.455,55 atau Rp 1,83 triliun.
  3. Dikurangi jumlah nilai pembelian GKP oleh PT PPI untuk penugasan yang seharusnya dibayarkan oleh PT PPI (harga patokan petani/HPP): Rp 1.637.331.363.636,36 atau Rp 1,63 triliun.
  4. Kerugian keuangan negara atas kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan GKP untuk penugasan (Jumlah a = 1) -2)): Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,71 miliar.
  5. Kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI
  6. Jumlah nilai bea masuk dan PDRI yang seharusnya dibayarkan oleh importir/pabrik gula (bea masuk dan PDRI senilai GKP untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar): Rp 1.443.009.171.790,46 (Rp 1,44 triliun).
  7. Dikurangi jumlah nilai Bea Masuk dan PDRI yang sudah dibayarkan pada saat impor raw sugar untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar: Rp 1.059.621.941.986,18 (Rp 1 triliun).
  8. Kerugian keuangan negara atas Kekurangan Pembayaran Bea Masuk dan PDRI (Jumlah b = 1) -2): Rp 383.387.229.804,28 (Rp 83,38 miliar).

Sehingga, jumlah kerugian keuangan negara berdasarkan a plus b adalah Rp 578.105.411.622,47. 

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus