Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan enam saksi dalam sidang lanjutan eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong hari ini. Mereka yang bersaksi di antaranya ada pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hari ini kami menghadirkan enam saksi, Yang Mulia," kata JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025. Secara terpisah, Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Sutikno, juga mengkonfirmasi saksi-saksi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sutikno mengatakan, saksi pertama adalah Susy Herawaty. Ia adalah Kepala Subdirektorat Barang Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan periode September 2016-Januari 2018. "Sekarang Kapusdiklat Aparatur Perdagangan Kemendag sejak Januari 2024," ujarnya dalam keterangan pada Kamis.
Saksi kedua adalah Eko Aprilianto Sudrajat yang juga pejabat Kemendag. Ia merupakan Atase Perdagangan di Seoul.
Ketiga, adalah pejabat Kementerian Perdagangan Robert J. Bintaryo. Ia adalah Direktur Bahan Pokok Strategis (Bapokstra) Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag.
Saksi keempat yaitu Direktur Impor Kemendag Muhammad Yany. Ia merupakan mantan Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kemendag periode 2014-2016.
Saksi selanjutnya adalah Cecep Saepulah Rahman selaku Perencana Ahli Muda Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin. Terakhir, ada Edy Endar Sirono yang merupakan Kasi Standarisasi di Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin.
Sebelumnya, JPU mendakwa Tom Lembong merugikan keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47 (Rp 578,1 miliar). Ini berdasarkan "Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 sampai 2016" BPKP berwarkat 20 Januari 2025.
Tom juga didakwa memperkaya orang lain atau korporasi sebesar Rp 515.408.740.970,36 (Rp 515,4 miliar). Angka tersebut merupakan bagian dari keuangan negara sebesar Rp 578,1 miliar. Namun, Jaksa dalam surat dakwaannya tidak menjelaskan sisa kerugian Rp 62,7 miliar berasal darimana.
Dinukil dari surat dakwaan Tom Lembong, kerugian keuangan negara sebanyak Rp 578,1 miliar itu berasal dari dua hal. Pertama, dari kemahalan harga yang dibayarkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) alias PT PPI dalam pengadaan gula kristal putih untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar. Kedua, dari kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Berikut rinciannya:
- Kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan GKP untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar
- Jumlah nilai pembelian GKP oleh PT PPI untuk penugasan dari importir pabrik gula: Rp 1.832.049.545.455,55 atau Rp 1,83 triliun.
- Dikurangi jumlah nilai pembelian GKP oleh PT PPI untuk penugasan yang seharusnya dibayarkan oleh PT PPI (harga patokan petani/HPP): Rp 1.637.331.363.636,36 atau Rp 1,63 triliun.
- Kerugian keuangan negara atas kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan GKP untuk penugasan (Jumlah a = 1) -2)): Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,71 miliar.
- Kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI
- Jumlah nilai bea masuk dan PDRI yang seharusnya dibayarkan oleh importir/pabrik gula (bea masuk dan PDRI senilai GKP untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar): Rp 1.443.009.171.790,46 (Rp 1,44 triliun).
- Dikurangi jumlah nilai Bea Masuk dan PDRI yang sudah dibayarkan pada saat impor raw sugar untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar: Rp 1.059.621.941.986,18 (Rp 1 triliun).
- Kerugian keuangan negara atas Kekurangan Pembayaran Bea Masuk dan PDRI (Jumlah b = 1) -2): Rp 383.387.229.804,28 (Rp 83,38 miliar).
Sehingga, jumlah kerugian keuangan negara berdasarkan a plus b adalah Rp 578.105.411.622,47.