Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tak Seorang Membantu Hasan

Hasan kepala desa Pegagan (Cirebon) mati dikeroyok kelompok bajing loncat, belum diketahui latar belakang pembunuhan tersebut. Penduduk tutup mulut karena diancam.

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESTA khitanan di rumah Ruba berjalan lancar. Menjelang asar, acara joget yang diiringi musik gamelan dan suara pesinden, tayuban, dihentikan. Haji Hasan Kasanah, Kepala Desa atau Kuwu Desa Pegagan di Kabupaten Cirebon, mengusap keringat setelah menyerahkan selendang, sampur, kepda salah seorang penari wanita yang disebut ronggeng. Ia lalu meninggalkan gelanggang. Ketika kepala desa itu hendak menstater Vespa-nya, mendadak ia dikerubungi 8 orang pemuda, yang sebelumnya terlihat bersama-sama minum lir di gelanggang joget. Tak ada yang tahu apa yang mereka bicarakan. Orang-orang yang habis berpesta di sana hanya melihat salah seorang pemuda merampas kunci Vespa. Yang lain memukul, menendang dan ada pula yang menusuk dan menyabit tubuh Hasan Kasanah. Mendapat serangan mendadak tersebut, Hasan Kasanah mencoba lari menghindar, sambil berteriak minta tolong. Baru beberapa langkah, tubuhnya disergap dari belakang, lalu sebuah golok kembali menghantam badannya. Tak seorang pun berani mendekat -- apalagi mencoba melerai penganiayaan yang dilakukan terang-terangan tersebut. Tinggallah Hasan Kasanah menjadi korban dengan tubuh ringsek penuh luka. Ia ditinggalkan pengeroyoknya terkapar dengan mata terbelalak dan lidah terjulur. Kemungkinan besar ia tewas pada saat itu juga. Para penganiaya melarikan diri denga kendaraan bermotor. Salah seorang di antaranya berteriak-seperti habis memenangkan suatu perang: "Kuwu Kasanah mati . . .!" Lebih Suka Diam Pesta di rumah Ruba, 6 Oktober lalu, yang sedianya akan dilanjutkan malam harinya dengan acara tarling, musik gitar dan suling khas Cirebon, terpaksa dibatalkan. Sebab tuan rumah terpaksa menginap di kantor polisi. Beberapa polisi yang datang beberapa jam setelah peristiwa, tentu saja hanya menemui korban yang tetap tergeleuk dekat dapur rumah Rakija. Tak sulit bagi petugas kepolisian Kosek Kapetakan mengetahui siapa yang menganiaya Hasan Kasanah. Penduduk Suranenggala Lor sangat mengenal mereka. "Mereka adalah residivis yang sering berurusan dengan polisi," ujar seorang bintara polisi. Mereka dari kelompok yang menamakan dirinya bajing loncat yang biasa mengganggu angkutan jalan raya, antara Indramayu-Cirebon. "Mereka leluasa melakukan penganiayaan siang hari dan di muka umum," kata polisi lagi, "karena penduduk sangat takut kepada mereka." Meskipun mengetahui siapa para pelaku, ternyata polisi belum juga dapat menangkap salah seorang pun dari mereka. "Kami sengaja tak mencari mereka," ujar polisi. Alasannya, pertama, katanya polisi tak tahu di mana kawanan bandit tersebut bersembunyi. Kedua, polisi yakin tak seorang penduduk pun mau membantu, walaupun misalnya salah seorang di anura mereka tahu di mana persembunyian para penjahat tersebut. Keterangan penduduk Suranenggala, yang takut setengah mati pada pembalasan dendam si bajing loncat, seringkali malah menyesatkan penyelidikan polisi. "Jadi kami harus bekerja sendiri," kata seorang polisi. Jadi, untuk sementara, polisi lebih suka diam sambil memasang mata dan telinga. Polisi paham benar bahwa suatu ketika, bila keadaan dirasa sudah aman, bandit-bandit tersebut akan keluar dari sarangnya. "Toh, identitas mereka sudah diketahui," kata polisi. Pada saat itulah bandit-bandit tersebut akan diringkus. Apa latar belakang pembunuhan Hasan Kasanah sendiri masih dipertanyakan. Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Cirebon, Gunawan, mengungkapkannya sebagai usaha "balas dendam" dari kelompok yang menentang Aswidi, adik Hasan Kasanah, yang menjabat Kepala Desa Suranenggala. Hasan Kasanah dituduh membantu posisi adiknya yang hampir jatuh karena menggelapkan uang desa. Aswidi memang diperbolehkan meneruskan jabatannya setelah mengganti uang desa yang dipakainya. Camat Kapetakan mencabut skorsingnya. Dan Hasan Kasanah, konon ceritanya, yang membantu memulihkan keuangan adiknya. Tapi buntutnya, sering terjadi bacok-bacokan antara pendukung Aswidi dan lawannya. Tak Sanggup Membina Kedudukan kepala desa di daerah itu memang tak begitu nyaman. Haji Hasan Kasanah memperoleh kursi dari bekas saingannya, Peltu Polisi Supeno, yang jatuh sekitar 12 tahun lalu. Yaitu setelah berturut turut terjadi peristiwa berdarah: Supeno ditembak mati polisi setelah membakar rumah seorang penduduk. Sebelumnya Supeno menembak mati Camat Kapetakan, Lamari, yang telah menjengkelkannya dengan tegurannya yang bertubi-tubi. Namun, selama menjabat sebagai kepala desa, Hasan Kasanah, yang sebelumnya bekerja sebagai guru, boleh dikatakan tak punya musuh. Kalaupun ada hubungannya dengan kedudukan adiknya, kata Aswidi sendiri, "saya tak tahu mengapa ia yang harus dibunuh." Upacara penguburan, yang dihadiri banyak penduduk desa dan pejabat kabupaten, menunjukkan bahwa Hasan Kasanah semasa hidupnya cukup disegani. Lalu untuk apa orang membunuhnya? "Kami akan tetap menyelidik kematiannya," ujar Sekwilda Kabupaten Cirebon, Karna Sudiana, "siapa tahu ada latar belakang politik--sebab Hasan Kasanah adalah Komisaris Golkar di Kapetakan . . ." Sedangkan polisi melihatnya sebagai kejahatan biasa. Polisi memang sering direpotkan tingkah laku orang daerah situ. "Kami tak sanggup membina desa-desa di sini," kata seorang pejabat polisi. Orang-orang di Suranenggala Lor, Suranenggala Kidul dan Pagegan, kata polisi tadi, memang mudah mencabut arit atau olok bila bersengketa satu sama lain. "Kebiasaan tersebut sudah turun-temurun sejak zaman Belanda," katanya lagi. Tentu saja tak semua penduduk mewarisi kebiasaan buruk tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus