Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO BISNIS– Bisnis kerupuk kulit dan kerupuk Balado khas Minang mengantarkan Zetria, perempuan asal Padang, Sumatera Barat menjadi wirausaha mikro sukses. Berani berubah dan berinovasi menjadi kunci meraih keberhasilan merintis usaha kerupuk kulit yang kini beromzet Rp 200 juta per bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah Zetria memulai usaha bermula pada 2007, ketika dia mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta dan menyusul sang suami tinggal di Padang.Keputusan perempuan berusia 40 tahun ini justru bisa mengubah nasibnya menjadi pengusaha sukses kerupuk kulit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan modal awal usahanya saat itu hanya Rp 50 ribu dan digunakan untuk membeli 15 kilogram kulit sapi sebagai bahan baku selama sepekan. Secara perlahan produksi kerupuk kulit besutan Zetria semakin meningkat dan berkembang hingga 70 kilogram per hari.
Melihat peluang usaha yang prospektif, Zetria memberanikan diri untuk mulai meminjam modal usaha ke BRI. Pada 2008, dia meraih pinjaman sebesar Rp 30 juta dari BRI. “Saya pinjam pertama kali Rp 30 juta karena membutuhkan modal untuk membeli mobil biar memudahkan transportasi. Alhamdullilah saya sangat terbantu dengan pinjaman modal dari BRI,” ujarnya.
Seiring perkembangan bisnis dan kelancaran pembayaran, pinjaman modal usaha terus bertambah hingga menjadi Rp 650 juta. Berkat keuletan dan kegigihannya, usaha Zetria terus berkembang.
Sadar perlunya variasi produk, pada 2011 Zetria berinovasi mengembangkan kerupuk balado khas Minang. Agar produk yang dijual tidak hanya melulu kerupuk kulit saja. Produk olahan kerupuk yang ditekuninya menjadi salah satu oleh-oleh khas Minang. Produk tersebut banyak dititipkan di warung-warung kecil, minimarket dan pusat oleh-oleh di Padang dan daerah sekitarnya.
Dalam sehari dia mampu memproduksi hingga 10 ribu bungkus kerupuk kulit dan kerupuk Balado. Harga kerupuk jualannya bervariasi, dipasarkan mulai Rp 1000-an hingga Rp 40.000 an per bungkusnya, tergantung kebutuhan pelanggan.Berkat keuletan dan kegigihannya, Zetria meraih omzet mencapai Rp 200 juta per bulan, bahkan cuan bisa bertambah lagi ketika permintaan sedang ramai.
Untuk menjalankan roda usahanya, Zetria mempekerjakan 15 orang di sekitar rumahnya. Sekitar 70 persennya didominasi pekerja perempuan yang bertugas mengemas produk.“Saya ingin memberdayakan perempuan sekitar seperti janda-janda, atau yang belum menikah makanya pekerja saya didominasi kaum perempuan,” katanya.
Para pekerja tersebut biasanya digaji harian, dengan nominal yang bervariasi. Semua tergantung dengan kemampuan pekerja dalam mengejar target membungkus kerupuk.
Lebih lanjut Zetria mengungkapkan saat pandemi Covid-19, usahanya tidak terlalu terdampak karena banyak konsumen yang membutuhkan produknya. Tantangan yang dihadapi dalam usaha kerupuk kulit yakni ketersediaan bahan baku kulit sapi. Dia kerap kesulitan ketika bahan baku kulit sapi jarang di pasaran. Kalaupun ada, kualitasnya kurang sesuai harapan.
Usaha kerupuk kulit yang dirintisnya kini telah membuahkan hasil. Selain menambah penghasilan keluarga, Zetria kini mampu membeli ruko, 12 rumah petak, dan unit mobil. Selain keberanian dan kreativitas dalam berinovasi, dukungan dari keluarga dan BRI dari sisi permodalan, saat ini membawa Zetria menikmati buah sukses dari usahanya yang maju dan berkembang.(*)