Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Kementerian Perindustrian terus mendorong pelaku industri kecil dan menengah (IKM) nasional untuk semakin meningkatkan kualitas kemasan produknya agar mampu bersaing di pasar global. Untuk itu, diperlukan penerapan standar produk khususnya dalam pengemasan dan merek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Selain mewadahi atau membungkus produk, kemasan juga memiliki fungsi proteksi terhadap produk yang dikemas dan dapat sebagai sarana promosi serta informasi dari produk tersebut, sehingga akan meningkatkan citra, daya jual, dan daya saing produk,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Sabtu, 27 April 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gati menyampaikan, sejak 2003, pihaknya membentuk Klinik Pengembangan Desain Kemasan dan Merek yang bertujuan memfasilitasi pelaku IKM untuk meningkatkan mutu kemasan produknya. Unit pelayanan publik ini memberikan bimbingan dan konsultasi pengembangan desain kemasan bagi produk-produk IKM, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai jualnya.
“Sampai tahun 2018, Ditjen IKMA telah memfasilitasi sebanyak 7.565 desain kemasan, 8.110 desain merek, dan bantuan dalam bentuk kemasan cetak yang diberikan kepada 411 IKM,” tuturnya.
Beberapa waktu lalu, Ditjen IKMA Kemenperin menggelar loka karya “Penguatan Rumah Kemasan” selama tiga hari di Jakarta. Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan solusi dalam pengelolaan Rumah Kemasan di berbagai daerah.
“Workshop tersebut diikuti oleh penanggung jawab dari 25 Rumah Kemasan di seluruh Indonesia, kemudian pelaku industi pengemasan, perwakilan dari perguruan tinggi, desainer pemenang Packindo Star Award, dan staf Klinik Kemasan Ditjen IKMA,” ucapnya.
Gati menambahkan, pasar modern di Indonesia telah menerapkan standar pengemasan. Apalagi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan China yang merupakan tujuan utama ekspor produk-produk manufaktur Indonesia.
“Oleh karena itu, penerapan standar produk pangan misalnya, sangat diperlukan. Mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, sampai dengan pengemasan produk dan labeling harus dapat dipenuhi oleh para pelaku industri tersebut,” ujarnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada pembukaan pameran Inacraft 2019 di Jakarta, Rabu, 24 April 2019, menekankan dua upaya penting yang dibutuhkan pelaku IKM untuk menggenjot daya saing produk dan peluasan pasar ekspornya, yakni melalui program pendampingan mengenai desain dan akses pendanaan. “Ini yang kami dapat dari hasil diskusi dengan pelaku IKM,” ujarnya.
Untuk itu, salah satu kebijakan strategis yang bisa dijalankan adalah penguatan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). “Selain memfasilitasi pembiayaan bagi pelaku IKM yang ingin melakukan ekspor, lembaga tersebut diyakini mampu berperan untuk pengembangan IKM dalam jangka panjang,” tuturnya.
Kemenperin menargetkan ekspor produk kerajinan Indonesia dapat meningkat hingga sembilan persen pada 2019. Sepanjang 2018, pengapalan produk handycraft nasional mencapai US$ 1,2 miliar ke 50 negara, atau naik empat kali lipat dibandingkan 1999 sekitar US$ 300 juta ke 20 negara. Negara tujuan utama ekspor antara lain Amerika Serikat, Jepang, Belanda, dan Inggris.
Industri kerajinan merupakan salah satu sektor industri kreatif yang mampu memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Industri kerajinan yang didominasi oleh pelaku IKM ini dinilai terus berkembang, sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan yang cukup banyak dan dapat memberikan pemberdayaan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia.
Airlangga optimistis industri kerajinan mampu menjadi ujung tombak bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini ditopang melalui jumlah IKM kerajinan yang mencapai 700 ribu unit usaha dan menyerap tenaga kerja langsung lebih dari 1,3 juta orang. (*)