Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengatasi Cyberbullying di Sekolah

Dukungan dari guru, teman sekolah, orang tua, dapat membantu korban perundungan siber meraih lagi kepercayaan diri.

21 Juni 2023 | 17.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Sekolah bukan sekadar sarana pendidikan, tetapi harus mampu menciptakan lingkungan yang nyaman pada anak didik. Salah satu kenyamanan yakni mencegah dan mengatasi terjadinya perundungan pada anak, baik di dunia nyata maupun dunia maya (cyberbullying).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, para guru di sekolah mestinya dapat mengamati perilaku siswa ketika terjadi perundungan. “Dapat terlihat kok, seperti penurunan prestasi atau menarik diri dari pergaulan. Guru perlu peka dan memahami hal ini,” kata dia dia dalam diskusi “Hati-hati, Jempolmu Harimaumu. Yuk, Lawan Cyberbullying” yang tayang live di kanal Youtube Tempodotco, Selasa, 20 Juni 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perundungan siber, Lisda melanjutkan, memiliki dampak negatif yang meluas. Pada korban, dapat menyebabkan anxious atau cemas berkelanjutan, menarik diri, dan bahkan bisa mengalami kemunduran dalam proses belajar.

Sebaliknya dampak pada pelaku perundungan, antara lain membuatnya semakin pongah atau merasa memiliki power, karena merasa lebih kuat dari orang lain. Pembiaran terhadap perundungan, juga membuat si pelaku semakin agresif.

“Dampak ketiga, cyberbullying meluas pada orang lain. Contoh, komentar bullying dibiarkan saja, maka orang lain yang membaca merasa hal itu wajar, sudah diterima. Akhirnya jadi ikutan,” tutur Lisda.

Dengan dampak buruk yang meluas tersebut, sudah sewajarnya cyberbullying tidak dapat diterima. seluruh elemen masyarakat, termasuk sekolah, harus bergerak bersama mengatasinya.

Menurut Lisda, ada beberapa cara yang dapat dilakukan pihak pendidik di sekolah. Seperti disebutkan sebelumnya, langkah pertama adalah kepedulian guru kepada siswa. Guru patut mengamati siswanya jika terjadi penurunan semangat belajar dan menarik diri dari pergaulan.

Langkah kedua, saat guru dapat berbicara dengan orang tua. “Nah, ini bisa dengan dua cara. Satu, tanpa anak tahu. Dua, ikut melibatkan anak. Apalagi kalau terbukti sudah terjadi perundungan,” ucapnya.

Langkah ketiga, guru maupun orang tua bisa membangun sistem pendukung (support system). Contoh, jika seorang siswa mengalami perundungan siber, biasanya teman dekat menjadi sasaran curhat. Teman inilah yang dapat memberi dukungan agar siswa tersebut kembali bersemangat.

Guru dan orang tua juga bisa menjadi bagian dari support system ini. “Misalnya orang tua mengatakan bahwa si anak suka menolong, rajin membantu beres-beres di rumah, dan sebagainya. Ini untuk mengembalikan kepercayaan diri anak tersebut.”

Sistem pendukung ini, kata Lisda, menjadi sangat penting dalam memompa semangat korban perundungan. Bagaimanapun, orang tua atau guru sebaiknya cermat mengamati perkembangan anak. Pasalnya, korban perundungan biasanya susah berterus terang terhadap peristiwa yang dialami. “Orang tua harus bisa membangun empati,” ucapnya.

Pemengaruh (influencer) Nadya Arifta menyetujui pentingnya support system dalam kasus perundungan. Hanya dengan mengembalikan kepercayaan diri, maka korban perundungan dapat kembali pulih. “Hal pertama yang bisa kita bantu, kita harus ada empati dan mau menemani,” ucapnya.

Ia menambahkan, orang tua juga bisa membantu dengan cara mewajibkan anak sebagai korban perundungan untuk berpuasa media sosial. “Lakukan detoks medsos,” katanya.

Jika perundungan terus berlangsung, laporkan kepada penyedia layanan. Medsos seperti Facebook, Instagram, TikTok, memiliki fitur pelaporan yang dapat dimanfaatkan. Kalaupun perundungan tidak berhenti dan pelaku mengeluarkan kata ancaman, jalur hukum yang dapat ditempuh yakni melaporkan ke pihak berwajib, karena pelaku perundungan dapat dijerat dengan UU ITE.

Patut diketahui, perundungan siber, kabar hoaks, dan kejahatan digital menjadi salah satu perhatian pemerintah. Karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika menggencarkan sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan literasi digital. 

Pasalnya, data Hot Suite menunjukkan literasi digital masyarakat Indonesia masih di angka 3,49 dari skala 5. “Artinya masih di kategori sedang, belum mencapai kategori baik. Angka ini perlu terus kita tingkatkan,” ucap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.

Karena itu, ia berharap diskusi yang digelar bersama Tempo dapat membantu peningkatan literasi digital guna mencegah cyberbullying, hoaks, dan kejahatan digital. “Sehingga kita bisa mewujudkan Indonesia yang lebih berkualitas,” kata dia. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus