Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan, menyoroti rencana peniadaan tunjangan kinerja dalam komponen THR dan gaji ke-13 pada 2021 dan pada APBN 2022. Hal ini dirasa akan berdampak pada daya beli terutama bagi PNS golongan rendah. Seharusnya pemerintah tidak perlu pukul rata meniadakan tunjangan kinerja pada semua golongan PNS. Sebab, masih banyak PNS yang mendapatkan gaji sebesar Rp1,5 juta, jauh di bawah UMR. Ini tentu perlu dijadikan pertimbangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Syarief, tidak semua golongan PNS mendapatkan penghasilan yang sama. Ada PNS yang mendapatkan gaji kecil sehingga masih cukup berat untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Beban keluarga juga patut menjadi pertimbangan untuk tetap memberikan tunjangan bagi PNS golongan rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika pemerintah mengklaim dengan peniadaan tunjangan kinerja ini negara mampu merelokasi anggaran sebesar Rp 12,3 triliun, maka coba bandingkan dengan dana infrastruktur dalam APBN 2021 sebesar Rp 417,4 triliun.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu mengevaluasi kinerja fiskalnya. Pasalnya, pada tahun 2020 ada sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) sebesar Rp 245,6 triliun. Ini menunjukkan bahwa antara kebutuhan utang dengan defisit anggaran tidak sebanding.
Padahal utang ini punya konsekuensi terhadap bunga, sehingga pemerintah menanggung beban fiskal yang lebih tinggi di masa depan. Karenanya, opsi peniadaan tunjangan kinerja bagi PNS golongan rendah menjadi kurang relevan.
“Saya berpandangan pemerintah perlu melakukan klasterisasi peniadaan tunjangan kinerja berdasarkan golongan. Untuk PNS golongan rendah yang mendapatkan tunjangan terkecil harusnya tetap diberikan. Opsi peniadaan tunjangan ini sebaiknya dibatasi pada PNS golongan tinggi yang relatif mendapatkan penghasilan yang cukup. Pemerintah dapat melakukan relokasi fiskal terhadap berbagai proyek pembangunan yang dapat ditunda,” ujar Syarief.
Lebih lanjut, politisi senior Partai Demokrat ini menyarankan pemerintah untuk melakukan relokasi program infrastruktur dan penentuan skala prioritas pembangunan. Terutama untuk berbagai proyek infrastruktur yang banyak menelan anggaran negara sebaiknya ditunda.
Pada situasi pandemi yang mencekik perekonomian rakyat, pemerintah harus mengupayakan insentif fiskal bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah, termasuk bagi PNS golongan rendah. Ini penting untuk menjaga daya beli dan menjaga momentum pertumbuhan.
“Di masa pandemi, salah satu tugas terberat pemerintah adalah memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga. Bagi masyarakat berpendapatan rendah, rendahnya daya beli akan berdampak langsung terhadap kualitas hidupnya. Karena itu, pemotongan tunjangan bagi PNS golongan rendah tentu bukanlah kebijakan yang tepat. Jika pemerintah memaksakan kebijakan ini, tentu korbannya adalah keluarga PNS golongan rendah yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia,” kata Syarief.(*)