Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Profesor Bambang Hero: Pahami Jenis dan Sebab Kebakaran Lahan Gambut

Emisi gas yang dihasilkan oleh kebakaran di dalam lahan gambut terdiri dari 90 jenis gas. Dan, 50 persen dari gas itu beracun.

15 Agustus 2019 | 14.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB yang sekaligus juga ahli karhutla, Profesor Bambang Hero Saharjo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL — Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menerpa Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan enam provinsi di Indonesia masuk kategori siaga. Keenam provinsi tersebut meliputi Kalimantan Timur, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Lahan gambut adalah salah satu lokasi rentan terbakar. Kebakaran di lahan ini sulit dipadamkan. Apalagi jika terjadi pada bagian bawah permukaan lahan. Berbeda dengan kebakaran di permukaan lahan yang terlihat jelas, kebakaran di bagian bawah ini tak terdeteksi penyebarannya. Pemadamannya pun lebih sulit karena api menjalar di bawah permukaan lahan.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB yang sekaligus juga ahli karhutla, Profesor Bambang Hero Saharjo, menjelaskan bahwa kebakaran di bawah permukaan lahan gambut terjadi jika tinggi muka air tidak cukup tinggi. Lahan menjadi kering, tak cukup terbasahi dengan baik sehingga mudah terbakar, bahkan membakar bagian dalam lahan gambut yang kering tadi. Akibatnya, kebakaran lebih mudah menjalar luas.

Prof. Bambang menambahkan, asap yang ditimbulkan oleh kebakaran yang terjadi di lapisan dalam gambut juga lebih berbahaya. "Emisi gas yang dihasilkan oleh kebakaran di dalam lahan gambut terdiri dari 90 jenis gas. Dan, 50 persen dari gas itu beracun," ujarnya.

Oleh karena itu, Prof. Bambang mengatakan, sangat penting untuk menjaga lahan gambut tetap basah. Kebakaran di permukaan tidak akan bisa menembus gambut yang basah. Dengan begitu, kebakaran hutan dan lahan tidak akan menyebar luas. "Kalau gambut terbasahi dengan baik, maka akan mengurangi kemungkinan kebakaran lahan gambut yang meluas," ucap Bambang.

Terkait penyebab terjadinya kebakaran di lahan gambut, Prof. Bambang yakin bahwa kebakaran terjadi karena ada pemicunya. "Lahan gambut tidak bisa terbakar dengan sendirinya. Pasti ada pemicunya, pasti ada yang membakar," ujar Bambang.

Prof. Bambang juga mengapresiasi langkah Gubernur Kalimantan Barat yang berani memberi peringatan dan bahkan memberi sanksi penyegelan pada perusahaan yang terbukti terdapat titik api wilayahnya. "Sangat baik apa yang dilakukan Gubernur Kalbar ini. Mudah-mudahan melalui entry point kebakaran hutan itu akan membuka tindak pidana lain yang mungkin dilakukan oleh korporasi," kata Bambang.

Ia mengaku bahwa pihaknya kerap memonitor titik-titik api dari satelit, dan ternyata banyak ditemui kejadian berulang, kebakaran di lokasi yang relatif sama dari tahun ke tahun. Termasuk di area konsesi milik korporasi. Itu menurut dia, berarti telah terjadi pembiaran oleh korporasi di wilayah konsesinya. Korporasi, menurutnya, juga kurang melakukan tindakan pencegahan terhadap terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Bambang pun mempertanyakan adanya keterbatasan pelaksanaan fungsi supervisi BRG terhadap area konsesi. BRG memang telah mempunyai fungsi supervisi di area konsesi. Area konsesi juga cukup banyak yang menjadi target restorasi BRG. “Sayangnya, saat ini BRG baru bisa melakukan supervisi di area konsesi perkebunan. Bukan di area konsesi kehutanan," kata Bambang.

Dihubungi terpisah, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, Myrna Safitri, mengatakan bahwa supervisi telah dilakukan sejak tahun 2018 yang lalu. "Sampai Juli sudah 20 perusahaan perkebunan yang disupervisi oleh Tim ahli BRG. Kami terus lakukan supervisi. Agustus ini ada enam perusahaan lain," ujarnya.

Myrna tidak menampik bahwa supervisi BRG saat ini baru dilakukan pada perusahaan perkebunan. Kami mempunyai MoU dengan Dirjen Perkebunan untuk menjalankan supervisi ini. Supervisi yang dilakukan BRG bertujuan memberi asistensi teknis kepada perusahaan untuk membangun infrastruktur restorasi hidrologi dengan baik. Supervisi ini adalah salah satu fungsi yang dimandatkan Perpres No. 1/2016. (*)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Insan Gavindi

Insan Gavindi

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus