Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

iklan

HUT KE-51 PDI Perjuangan

Perjalanan PDI Perjuangan sekitar setengah abad penuh dinamika. Konsisten menjadi partai Wong Cilik. #InfoTempo

14 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peringatan Hari Ulang Tahun ke-51 Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Rabu, 10 Januari 2024, dirayakan secara sederhana namun khidmat. Jumlah hadirin juga terbatas, hanya 51 undangan sesuai dengan usia partai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walau demikian, acara disiarkan langsung pada seluruh kanal digital milik partai berlogo banteng itu. YouTube, Facebook, dan Instagram. Sehingga jutaan kader se-Indonesia dapat memahami pesan yang disampaikan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan Presiden kelima dan putri Proklamator Sukarno itu memanfaatkan perayaan ini sebagai refleksi perjalanan partai yang penuh dinamika. Cikal bakal PDI Perjuangan bermula ketika Sukarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927. 

Dalam perjalanannya, PNI bergabung dengan partai lain, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.

Pada 10 Januari 1973, partai gabungan ini resmi disebut sebagai Partai Demokrasi Indonesia lantaran peraturan penyederhanaan partai jelang Pemilu 1977. Di bawah kepemimpinan Presiden Suharto, partai ini diwarnai beragam konflik internal dan intervensi pemerintah.

“Kami alami rezim otoriter order baru selama 32 tahun, dan itu menjadi pelajaran soliditas,” ucap Megawati. 

Intervensi pemerintah, sebagaimana dicatat data Tempo, antara lain pada Kongres II pada 13-17 Januari 1981. Pada pertemuan tersebut, Suharto yang bukan bagian partai menjadi pembuka dalam kongres. 

Kemudian pada 1993, partai ini kembali diintervensi sehingga terpecah menjadi dua kubu. Kelompok Budi Hardjono yang didukung rezim Soeharto dan kelompok pendukung Soerjadi serta Nico Daryanto dari internal partai. 

Perpecahan tersebut dapat diatasi dengan mengangkat Megawati sebagai Ketum DPP PDI. Namun, rezim Suharto menolak dukungan untuk Megawati. Bahkan, menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB. Megawati tetap dipilih secara bulat dan saat Munas 22-23 Desember 1993 di Jakarta, ia dikukuhkan sebagai Ketum DPP PDI secara de jure.

Kendati demikian, pengukuhan Megawati tidak menyelesaikan konflik internal sampai akhirnya diadakan kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan, Sumatera Utara. Pada 15 Juli 1996, rezim Suharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI. 

Pada 27 Juli 1996, pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di kantor DPP PDI, Jakarta Pusat, menentang Suryadi. Acara tersebut berakhir ricuh. Peristiwa berdarah ini dikenal dengan Kerusuhan 27 Juli atau peristiwa Kudatuli. Komnas HAM melaporkan sebanyak lima orang tewas, 149 luka-luka, dan 23 orang hilang.

Setelah kerusuhan tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi di DPR. Pada 1998, rezim Suharto lengser yang membuat PDI di bawah pimpinan Megawati semakin kuat. Megawati kembali ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003 dan mengubah PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999. 

Menurut Megawati, pasang surut yang dialami menciptakan karakter khas partai tersebut sebagai pendobrak ketidakadilan, kemiskinan dan diskriminasi. “PDI Perjuangan mengambil saripati dari ketertindasan ini,” ujarnya. 

Keberhasilan PDI Perjuangan menyintas dari berbagi konflik tersebut, lanjut Megawati, berkat dukungan rakyat. “Melalui HUT ini kami menegaskan kembali, bahwa PDI Perjuangan sebagai partai Wong Cilik. Partai yang menyatu seluruhnya dengan rakyat,” kata Megawati.

Ia mengingatkan, sebagai kontemplasi, seluruh kader tidak boleh melupakan dan meninggalkan rakyat. “Ketika PDI berhadapan dengan rezim otoriter, maka rakyatlah penopang kita,” ujarnya. “Selama 51 tahun kami bisa begini bukan karena presiden atau bantuan penguasa. Tapi karena rakyat mendukung kita!”.

 

Ganjar Harus Bela Rakyat

Perjalanan PDI Perjuangan yang penuh dinamika tersebut, menjadi pencetus tema perayaan hari lahir tahun ini, “Satyam Eva Jayate, Kebenaran Pasti Menang". Megawati mengatakan kalimat dalam bahasa Sankrit itu berasal dari kisah Kerajaan Majapahit. Dikisahkan, Raden Wijaya sebagai raja Majapahit dirundung duka karena kondisi kerajaannya penuh sengsara. Kemudian muncullah seorang empu yang mengatakan kepadaya agar tak perlu khawatir karena kebenaran pasti menang.

“Kebenaran pasti menang merupakan falsafah yang hidup bersama rakyat. Kami diajarkan dalam kisah Pandawa yang memperoleh kemenangan karena bekerja bersama Punakawan, atau simbol rakyat kecil,” tutur Megawati. 

Menurut ibunda Puan Maharani itu, semangat menyampaikan kebenaran dan memenangkan rakyat menjadi dasar PDI Perjuangan memilih Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden dan Mahfud MD untuk Wakil Presiden. 

Salah satu syarat yang penting dimiliki capres, kata Megawati, adalah energik. Ia melihat Ganjar rajin keliling ke tengah masyarakat. Hal ini sesuai semangat partai agar selalu dekat dengan rakyat. “Mereka juga cerdas, baik dan berempati,” ucapnya.

Ia pun menggunakan perayaan HUT Ini untuk mengingatkan kembali Ganjar Pranowo menjadi pemimpin yang selalu memperjuangkan kepentingan rakyat. “Ganjar, kamu musti itung APBN nanti. Ada pak mahfud juga. Kalian harus ingat bahwa orang miskin dipelihara negara,” kata Megawati.

Selama kampanye, Ganjar menyebut telah berkunjung ke sejumlah daerah dan mendengarkan keluhan masyarakat kecil. Ada tiga masalah krusial yang patut menjadi perhatian. Pertama ihwal kesulitan bahan pendukung untuk usaha. “Petani mengeluh kenapa pupuk subsidi langka dan dikurangi. Sedangkan nelayan kesulitan mendapatkan bahan bakar untuk melaut,” ucap mantan Gubernur Jawa Tengah ini.

Masalah kedua, banyak masyakat miskin yang tidak sanggup membiayai anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah. Adapun masalah ketiga tentang layanan kesehatan. “Mayoritas ibu-ibu hamil mengeluh, kenapa tidak mendapat akses kesehatan yang sama?” kata Ganjar. 

Ganjar juga menyoroti intimidasi yang terjadi selama masa kampanye dari pihak tertentu kepada masyarakat. Contohnya penganiayaan kepada relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali. “Ketika diintimidasi mereka melawan dengan diam. Silakan ditekan, tapi keputusan kami (rakyat) ada di TPS. Inilah kisah nyata akar rumput. Mereka bergerak dalam senyap tapi sebenarnya sedang melawan,” kata Ganjar menggugah semangat para kader.

Ia pun memastikan bahwa PDI Perjuangan menjadi harapan memperjuangkan rakyat. Jika menang, maka kemenangan itu bisa mewujudkan harapan rakyat. “Kami bangga menjadi bagian dari PDI Perjuangan. Menjadi semangat kita untuk mengerti harapan-harapan besar,” ujarnya. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus