Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO BISNIS - Kementerian Pertanian mengajak widyaiswara, dosen, guru, dan penyuluh pertanian untuk menjelaskan solusi menghadapi pupuk yang mahal. Hal tersebut disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam Training of Trainer (TOT) yang dilaksanakan, Rabu, 26 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mentan mengatakan pelatihan ini dilakukan terus-menerus untuk antisipasi dan beradaptasi dengan tantangan. “Langkah selanjutnya adalah menjabarkan melalui agenda manajerial sistem. Ilmu ini harus diterapkan, serta mengubah mindset atau behavior dari orang-orang yang dituju dari pelatihan itu. mereka harus bisa berubah dengan kondisi yang ada,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mentan mengatakan, pangan atau pertanian Indonesia sudah lama membela bangsa ini, karena itu harus terus dijaga. “Jangan sampai kita tidak bisa melakukan upaya seperti yang sudah dilakukan pendahulu kita. 2,5 tahun kita dihajar covid-19, ekonomi dunia terhenti, dan itu menghantam pangan dunia. Kedua yaitu climate change datang terjadi di mana-mana khususnya negara 4 musim,” katanya.
Belum selesai masalah, hadir perang (Rusia-Ukraina) yang membuat kondisi global terkontraksi cukup dalam. Oleh sebab itu, Mentan mengajak peserta menyatukan visi dan misi untuk menjaga pertanian kita, menjaga bangsa.
“Kita harus buat energi yang cukup bagi bangsa ini untuk menjawab tantangan. kita buat pupuk sendiri, kita bisa. Pupuk subsidi bukan langka tapi kurang, itulah faktanya. Lakukan mitigasi dan adaptasi. Swasembada pangan wajib dipertahankan. Serta kolaborasi dengan institusi lain mengumpulkan dan menyatukan energi menghadapi tantangan global,” tutur Mentan.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan Revolusi Hijau menempatkan inovasi teknologi pupuk dan pemupukan leading membawa produktivitas pertanian melejit.
“Kita semua tahu pupuk dapat memberikan atau menggenjot produktivitas 15-75 persen dari produktivitas kita. Itu ternyata yang membuat kita khawatir kalau subsidi pupuk dicabut, produktivitas padi kita tanda tanya,” katanya.
Akibat situasi global yang tak menentu, saat ini harga-harga melejit, termasuk bahan baku pupuk, potasium atau kalium. Deposit terbesar ada di Rusia. “Seluruh negara agraris impor pupuk KCL dari Rusia, termasuk Indonesia. Setiap tahun kita impor, bahan baku pupuk KCL, NPK dari Rusia,” katanya.
Alhasil, batuan fosfat sebagai bahan baku pupuk P, SP 36, NPK ikut bermasalah. “Sekarang kenaikan harga bahan baku pupuk P, SP 36 dan NPK naik lebih dari 200 persen. itu kondisi kita,” ujar Dedi melanjutkan.
Di satu sisi, pupuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas 15-75 persen. Tetapi, dengan melejitnya harga pupuk menyebabkan pembengkakan biaya produksi pertanian.
“Di Indonesia, terutama di daerah intensifikasi, penggunaan pupuk tidak karuan, banyak yang berlebih. Pemberian pupuk berlebih tidak akan menaikkan produktivitas, justru akan berisiko tanaman diserang penyakit. Tapi, di sisi lain banyak petani kita tidak memakai pupuk terutama di lahan sawah tanah hujan, lahan kering. sangat ekstrem, artinya di satu sisi tidak menggunakan pupuk di sisi lain penggunaan pupuk yang berlebihan,” katanya.
Dengan kenaikan harga pupuk, Dedi mengajak petani melakukan efisiensi dan kreatif memanfaatkan pupuk yang disediakan oleh alam seperti pupuk organik, hayati, mikroorganisme lokal dan pembenah tanah. “Itu yang harus kita ulik, itu yang harus kita perhatikan saat ini,” ucapnya.
Hal ini yang mendasari pelaksanaan ToT. Di tengah deraan kenaikan harga pupuk kimia yang tidak karuan, petani harus diberikan solusi, amunisi untuk mengatasi permasalahan ini.
“Widyaiswara, dosen, guru dan penyuluh kementan sangat berharap semua bisa paham permasalahan bagaimana kondisi pupuk dan pemupukan kita saat ini. Termasuk bagaimana ketersediaan pupuk kimia yang saat ini semakin langka dan mahal, tentu yang paling utama adalah memberikan solusi kepada petani di tengah kondisi harga pupuk yang mahal,” kata Dedi. (*)