Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masjid Lancip di Amuntai, Kalimantan Selatan

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, memiliki banyak obyek wisata religi dan bernilai sejarah.

9 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masjid As Su’ada di Amuntai, Kalimantan Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, memiliki banyak obyek wisata religi dan bernilai sejarah. Salah satunya Masjid As Su’ada atau Masjid Lancip di Desa Waringin, Kecamatan Haur Gading.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panitia masjid, H Gusti Mastur, mengatakan masjid yang terletak di tepi Sungai Tabalong ini memiliki arsitektur cukup unik. Keunikannya mampu menarik minat peneliti luar negeri untuk mempelajarinya. Tidak seperti masjid kebanyakan yang mempunyai kubah berbentuk bundar, Masjid As Su’ada ini memiliki kubah berbentuk tumpang dengan tiga tingkatan, yaitu pada tingkatan pertama atau paling atas berbentuk sangat lancip sesuai dengan budaya Banjar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Beberapa peneliti dari luar negeri pernah datang ke masjid ini untuk meneliti arsitektur yang unik," kata Mastur di Amuntai, Rabu lalu, seperti dikutip Antara. Dia mengatakan Masjid As Su’ada masuk dalam cagar budaya yang dilindungi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Saat ini, masjid bersejarah tersebut banyak dikunjungi peziarah lokal maupun regional. Mereka menyaksikan keunikan serta keindahan arsitektur masjid yang diperkirakan telah berumur 133 tahun. Masjid yang dibangun pada 1886 tersebut disesuaikan dengan budaya warga Banjar yang memanfaatkan sungai sebagai transportasi utama.

Menurut Mastur, pada zaman dulu, sungai merupakan transportasi satu-satunya. Karena itu, jemaah masjid ini, yang berasal dari daerah Telaga Silaba, Palimbangan, dan Haur Gading, menggunakan perahu atau kapal untuk menuju masjid tersebut.

Berdasarkan keterangan Mastur dan tokoh masyarakat setempat, Abdul Wahab, masjid yang berbentuk segi empat itu memiliki tinggi, termasuk pataka, kurang-lebih 40 meter. Menurut Wahab, masjid tersebut awalnya dibangun menggunakan atap sirap dan tiang ulin, yang terdiri atas 4 tiang guru, 12 tiang bantu, dan 20 tiang yang terdapat pada dinding yang menggunakan ulin. Lantai marmer khusus didatangkan dari Singapura.

Lokasi pembangunan Masjid As Su’ada merupakan tanah wakaf berukuran 38 x 24 meter, yang dibangun oleh Syekh H Abdul Gani. Pembangunan masjid ini tidak menggunakan paku, melainkan menggunakan pasak yang terbuat dari serutan ulin atau bambu. Bahkan untuk menyatukan sambungan hanya menggunakan tali ijuk.

Dalam perjalanan waktu, masjid ini pernah mengalami beberapa kali renovasi. Namun bentuk dan tiang masih dipertahankan, kecuali atap-dulunya menggunakan atap sirap-yang sekarang sudah memakai atap seng.

REZKI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus