berlabel negeri seberang ternyata buatan Tangerang? Tanpa banyak bicara Pan Brothers Tex membuktikan keunggulan produksi dalam negeri dan menjaring devisa. Setelah mencatat prestasi yang terus menanjak, perusahaan ini segera go public. Sekali waktu Soegiarto Hanafi, Presiden Direktur PT Pan Brothers Tex, bersua dan berhandai-handai dengan seorang rekannya, sesama businessmen. Dengan penuh kebanggaan sang teman menunjukkan baju yang dipakainya, suatu merk terkenal yang dibelinya di luar negeri. "Jahitannya begitu rapi, bahannya pun pilihan," ujar sang teman. Tapi Soegiarto cuma mengangguk sambil tersenyum saja. Baju yang dibangga-banggakan sang teman itu sebenarnya bikinan pabriknya. Bukan made in 'negeri seberang', melainkan asli buatan Tangerang. Usaha PT Pan Brothers Tex yang dipimpin Soegiarto memang membuat berbagai produk pakain jadi (garment) berkualitas tinggi. Uniknya, seluruh produksi perusahaan ini semata-mata untuk tujuan ekspor ke berbagai negara. Ke Eropa, misalnya, produksi mereka memasuki Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Swedia, Swiss, Yugoslavia, Hongaria, Norwegia, serta Benelux: Belgia, Nederland dan Luxemburg. Lantas ke Amerika dan Canada, serta ke Jepang, Singapore, Taiwan, Australia dan negara-negara non kuota lainnya. "Kegiatan utama kami adalah memproduksi pakaian jadi pesanan para pembeli berkualitas internasional," ujar Soegiarto. Laki-laki beranak tiga ini bukan membuat kalau dia berkata begitu. Pembeli produk mereka memang bukan nama yang patut disepelekan. Simak saja nama-nama besar ini: Arrow International, Esprit, Adidas, Nike, Fila, Greenline, Jordache, Puma, Eddy Bauer, Levi's, Van Heusen dan buyer/store yang besar di dunia seperti J.C. Penney, Walmart, Woolworth dan sederetan nama beken lainnya. Bahkan, seiring dengan peningkatan kapasitas yang tengah mereka lakukan, pesanan pasar negara-negara Blok Timur dan beberapa importir kesar di Jepang seperti Marubeni, Shinko Sangyo dan Daiei. Kalau suatu produk tekstil atau garment berhasil masuk kepasaran Jepang, itu sudah suatu prestasi tersendiri. Di bidang perdagangan, pemerintah Jepang membuat berhagai peraturan untuk melindungi pasar domestiknya. Hanya produk impor yang mutunya lebih baik ketimbang produk lokal mereka saja yang mampu menjebol tembok pertahanan negeri itu. Orang Jepang memang terkenal sangat mengutamakan kualitas. Maklumlah, Saudara Tua kita tergolong cerewet dalam hal ini. Standar kualitasnya, tak jarang melampaui standar internasional. Meskipun dibikin di Pasar Kemis, mungkin nafas Anda akan "senen-kemis" jika mencari produk mereka di pasaran dalam negeri," Lisensi kami memang hanya untuk ekspor," ungkap Jimmy. Pan Brothers sama sekali tak boleh memasarkan di dalam negeri. Jadi tak heran kalau rekan Soegiarto tadi membeli baju bikinan Tangerang itu justru di Jepang. Tapi kalau Anda "ngotot" juga ingin menjajal pakaian jadi buatan Pan Brothers coba saja cari di Department Store internasional yang hesar-besar sererti Walmart di USA atau di negara-negara lain dan Daiei di Jepang. Lucunya, pakaian itu mesti berkelana dulu. Setelah diekspor ke mancanegara, baru kembali ke Indonesia. Suatu pertanda bahwa bangsa asing lebih mempercayai kemampuan bangsa Indonesia ketimbang orang Indonesia sendiri? Entahlah. Dari Pasar Pagi Ke Negeri Orang PT Pan Brothers Tex adalah salah satu anak perusahaan Pan Brothers Group, suatu kelompok usaha yang bergerak di bidang pemintalan (spinning), perajutan (knitting), penenunan (weaving), pencelupan (dyeing), penyempurnaan tekstil (finishing), (printing), serta industri pakaian jadi (garment). Berdiri secara resmi pada tahun 1980, bermula dari PT Pan Brothers Tex, perusahaan ini memulai langkahnya di bidang knitting, dyeing, finishing, printing dan industri garment. Nama Pan Brothers itu sendiri diambil dari kata panca bersaudara, alias lima bersaudara. Maka, lambangnyapun berupa 5 lingkaran yang dipertautkan dengan logam perusahaan yang didirikan oleh lima laki-laki bersaudara ini berhasil melanglang-buana ke berbagai negara. Meskipun secara resmi Pan Brothers 'baru' berdiri sepuluh tahun yang lalu, riwayat mereka sebenarnya bisa direntang jauh kebelakang. Cikal bakal usaha ini dimulai sejak tahun 1969. Ketika itu Soegiharto, yang tertua di antara lima bersaudara ini, memulai usahanya di Pasar Pagi, Jakarta. "Waktu itu dimulai dari usaha grosir kemudian industri rumahan," ujar Soegiarto merendah. Produknya masih tertuju bagi pasaran lokal. Pada masa itu pasar tekstil dan garment Indonesia secara umum memang belum berorientasi ekspor. Permintaan dari pasaran lokal yang sedang bergerak naik saja sering kali tak bisa terpenuhi semuanya. Apalagi perijinan untuk ekspor masih cukup repot." Kami harus mempelajari begitu hanyak aturan dan tata caranya," kata Soegiarto. Tapi Pan Brothers tak puas bila hanya berjaya di pasaran lokal. "Kami ingin membuktikan bahwa Indonesiapun mampu menghasilkan produk yang berkualitas," katanya. Apalagi, peluang ekspor masih sangat memungkinkan. Seseorang bisa mengirim berapa saja jumlah yang diproduksinya, karena saat itu memang belum ada pembatasan kuota. Kalaupun ada sedikit kesulitan, adalah masalah teknis dan sebangsa itu. Tapi berkat kerja sama yang baik dengan importir, masalah-masalah itu dengan mudah teratasi. Dengan kerja keras dan semangat pantang menyerah, usaha Soegiarto berkembang. Tahun 1978 ia telah berhasil mengambil alih pabrik perajutan dan pakain jadi. Usaha yang semula hanya rumahan telah beralih menjadi pabrik/industri yang lebih mantap tapi bukan kita tidak pernah susah," kata Soegiarto.: Zaman kami melakukan ekspor, orang lain belum atau tak mau melakukannya karena pasar lokal cukup bagus. Orang mencemo'oh kami, bahkan ketika ada resesi dunia kami pun kena dampaknya. Semua orang memandang rendah tekstil, tanpa menggolongkannya. Apakah itu tekstil woven atau knit, pasaran tekstil kacau, tapi pasaran ekspor masih bagus. Apalagi waktu itu belum ada kuota, tapi "uang" bagi kami sulit. Mereka hanya lihat tekstil dan itu bahaya". "Supplier membatasi pengirimannya atau kami harus bayar kontan!". Sedangkan kebutuhan kami makin besar karena ekspornya juga besar, bank pun kurang menunjang tekstil, bahkan asuransi pun tak mau menerima pertanggungan pabrik tekstil. Bayangkan betapa sulitnya kami waktu itu. Dana kami terbatas, yach -- tapi itu kan sudah berlalu!", kenangnya. Pengalaman Soegiarto di dunia pertekstilan dan pakain jadi dimulai ketika laki-laki ini ikut membantu pamannya mengelola usaha serupa, garment. Waktu itu usianya baru sekitar 20 tahun. Bermula dari ikut-ikutan, akhirnya ia mencintai dan larut dalam bisnis ini. Bersama saudara-saudaranya, iapun membangun Pan Brothers Tex. Perpaduan Padat Modal dan Padat Karya Tapi mengandalkan pengalaman semata adalah hal yang mustahil. Untuk mencapai kualitas yang baik, juga perlu mesin-mesin yang canggih dan prima. "Kami memilih mesin-mesin keluaran terbaru serta tenaga-tenaga yang berpengalaman," ujar Norman Poernomo, Direktur Produksi. Mesin-mesin yang digunakan adalah buatan Jepang, Jerman dan Amerika, yang terkenal berkualitas unggul di bidang industri ini, Hanya sedikit negara yang menggunakan mesin dengan kualitas ini. Tenaga-tenaga Pan Brothers pun tak kalah baik dalam kemampuan maupun pengalaman. Hasilnya, "Kualitas produk karena lebih bagus, begitu juga fashion-nya. Adanya mesin-mesin canggih yang camputerized ini juga membantu dalam hal efesiensi. Untuk memotong kain, umpamanya, Pan Brother Tex menggunakan mesin marka merk GGT buatan Amerika. Diprogram dan dikendalikan oleh komputer, mesin ini bisa memotong dengan presisi tinggi, sehingga menghemat bahan baku dan waktu. "Dengan mesin ini sedikit sekali yang terbuang," ujar Norman. Untuk memasang dan menjahit kantongpun Pan Brothers Tex menggunakan mesin Juki buatan Jepang yang terkomputerisasi. Mesin ini hanya memerlukan seorang operator dan dapat menyelesaikan tugasnya dengan sangat cepat. Untuk mengoperasikan mesin-mesin dengan teknologi terbaru itu, Pan Brothers tak ragu-ragu mendatangkan teknisi asing dari luar negeri. "Untuk alih teknologi, para teknisi asing ini didampingi tenaga bangsa kita," ujar Norman. Setelah teknologinya dikuasi, secara berangsur-angsur, tenaga asing ini pun akan digantikan dengan tenaga Indonesia. Meskipun menggunakan mesin-mesin cangih, tak berarti Pan Brothers mengurangi lapangan kerja. Di atas area pabrik seluas lebih dari 100 hektar ini, Pan Brothers Group pada bulan Juni ini mempekerjakan sekitar 7.000 tenaga kerja, dengan tenaga kerja wanita mencapai 92%. 3.900 diantaranya bekerja untuk Pan Brothers Tex. Pan Brothers Tex sendiri memiliki area 20 hektar. "Dengan perluasan yang tengah kami rencanakan, pada akhir tahun ini diharapkan kami bisa menyerap sekitar 10.000 tenaga kerja," ujar Norman. Untuk tenaga kerja di pabrik, pada umumnya Pan Brothers memilih sistem borongan. "Dengan sistem ini pekerja yang rajin dan cekatan akan memperoleh penghasilan lebih baik" ujar Iswar Deni, MBA, Kepala Corporate Strategy Division Pan Brother. Dengan cara ini, ketelitian kerja tenaga kerja juga lebih bisa dikontrol. Bahkan, agar ketelitian kerja lebih tinggi, untuk produk ga~rment diberlakukan hanya satu shift (giliran kerja setiap harinya). Untuk itu, setiap 15 pekerja masih pula diawasi oleh seorang pengawas (mandor) yang memeriksa-hasil kerja mereka. Kemudian, seluruh hasil kerja ini masih diperiksa lagi oleh bagian pengendalian mutu (Qua~ty Control) sebelum dikemas dan di kirim kepada pemesan. Tak pelak lagi, Pan Brothers adalah gambaran par~al au~mlation -- perpaduan ideal penerapan teknologi yang padat modal dengan prinsip padat karya. Suatu gagasan yang dianjurkan Prof. Gustaf Papanek dan Prof. Davis Wheeler, para pakar ekonomi yang pernah dikontrak Bappenas. Di satu pihak, dengan otomatisasi mesin pengg~unting bahan ini, tercipta efisiensi waktu, biaya dan pemakaian bahan. Dilain pihak, kesemptan kerja bagi sumber daya manusia tetap terbentang. Bahkan, semakin cepat mesin otomatis mengguntin~g bahan, semakin banyak pula tukang jahit yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Tak Gentar terhadap Kuota Pada tahun 1984 pemerintah Amerika menentukan berbagai pembatasan kuota. Akibatnya, tentu saja ekspor ke negeri Paman Sam ini terhambat. Namun toh Pan Brothers yang sepenuhnya bermain di pasaran ekspor ini tak merasa gentar. "Hampir separuh ekspor kami ditujukan ke negara-negara non kuota. Peluang untuk kami masih begitu luas," ujar Soemitro, Direktur Pemasaran. Dari catatan yang ada, ekspor mereka ke negara-negara non kuota memang cenderung menanjak. Jika tahun ~1986 hanya merupakan 0,98% dari seluruh ekspor, maka tahun 1989 yang lalu angka ini telah menjadi 35%, bahkan tahun ini meningkat menjadi 40%. Kualitas produksi Pan Brothers yang semakin meningkat memang membuat pesanan terus mengalir dari negara-negara lainnya, termasuk negara non kouta. Bahkan, pada tahun 1987, pesanan dari nama-nama besar di dunia garme~nt mulai berdatangan ke Pan Brothers: Diantaranya ada Arrow International, Esptit, Adidas, dan Nike. Menganggap Pan Brothers masih jabang bayi untuk baju-baju bermerk papan atas, mulanya nama-nama besar itu hanya mempercayakan pesanan T-shirt bermodel sederhana saja. Tapi hasil yang dicapai Pan Brothers ternyata lebih dari memuaskan. Bukan sekedar dari sudut kualitas produksinya, melainkan ketepatan penyampaian pesanan. Merasa puas dengan pelayanan Pan Brothers, pesanan-pesanan berikutnya pun mengalir, pakaian olah raga, sweater, pull over, celana panjang, pakaian tidur, pakaian dalam, pakaian wanita, dan lain sebagainya. Pola-pola yang lebih pernik pun dipercayakan, bahkan juga untuk baju dan pakaian jadi lainnya yang mengikuti mode. "Rupanya mereka menganggap kami sudah dewasa di bidang ini, kemampuan kami bukan bayi lagi," ujar Jimmy sambil tertawa. Kini Pan Brothers memang bukan bayi atau anak kemarin sore lagi. Di antara nama-nama produsen tekstil dan garment di Indonesia, Pan Brother semakin berkibar dan mampu menyakinkan pembeli. Dengan pabrik besar dan megah, dengan pengalaman, mesin-mesin canggih termutakhir, dengan semangat kerja dan qualit~ control yang ketat, Pan Brothers menjadi identik dengan kualitas yang terjamin. Esprit, misalnya, hanya mempercayakan pesanannya kepada Pan Brothers. Tak heran jika perusahaan yang punya asset mendekati Rp. 40 milyar ini terus merentangkan dan mengepakkan sayapnya. Nilai investasi Pan Brothers Group hingga tahun ini saja sudah mencapai lebih dari Rp. 200 milyar. Di Perbatasan Tangerang, Jawa Barat -- persisnya di Kecamatan Cikande -- Group ini membangun anak perusahaan yang bergerak di bidang perajutan, pencelupan dan penyempurnaan tekstil. Unit perajutannya telah beroperasi sejak April lalu. Sementara unit pencelupan dan penyempumaan tekstilnya akan dioperasikan awal Juli ini. Dengan luas 15 hektar serta peralatan ter~baru dan serba canggih yang didatangkan dari Jepang, Jerman dan Amerika, tak pelak lagi, pabrik ini akan menjadi salah satu pabrik pencelupan yang termodern di Asia Tenggara. Lantas anak perusahaan mereka yang lain, yang bergerak dibidang pemintalan didirikan di atas area 26 ha, juga akan mu~lai beroperasi Desember mendatang. Semua investasi yang mereka lakukan bukannya tanpa perhitungan. Bahkan, inilah salah satu jawaban mereka terhadap kendala y~ang dihadapi selama ini dalam meningkatkan pasaran ekspor, yaitu waktu penyampaian suatu pesanan (delivery time). Memangkas Delivery Time Dulu, untuk memenuhi suatu pesanan kami membutuhkan sekitar 5-6 bulan, ungkap Jimmy. Ia tak berani ambil resiko menangkap order kilat. Padahal, tenggang waktu setengah tahun itu terlalu lama dalam bisnis garment yang harus senanti~sa mempertimbangkan faktor mode dan musim. Maklumlah, siapa yang sudi membeli pakaian yang out offashion? Padahal, mode terus berlari bagai penjahat dikejar polisi. Maka kalau barang terlambat tiba di tangan pemesan, sama saja artinya dengan sia-sia buang uang. Repotnya, tekstil yang menjadi bahan baku garment Pan Brother Tex adalah barang impor, dari Taiwan atau Hong Kong. Kalau bahan baku terlambat datang, otomatis produksipun terhambat. Maka, dengan selesainya pabrik tekstil mereka sendiri lengkaplah seluruh mata rantai industri tekstil dan garment ditangan mereka. Penyediaan bahan bakupun terjamin. Bahkan, masih ada kelebihan kapasitas produksi yang akan diekspor, tutur Jimmy. Dengan penyediaan bahan baku yang terjamin ini, produksipun semakin lancar. Delivery time pun bisa dipangkas. Cukup ~1/2 bulan saja, tidak 5-6 bulan seperti sebelumnya. Biayapun bisa ditekan, karena tak perlu impor bahan baku lagi. Artinya, daya saingpun semakin meningkat, harga penjualannya pasti tinggi karena bisa selalu mengikuti mode tanpa pernah ketinggalan. "Kami ingin menciptakan kualitas Jepang atau Perancis, dengan harga Hong Kong," Jimmy bertekad. Dengan cara ini, Pan Brothers berharap dapat meningkatkan daya saingnya dan merebut lebih banyak pembeli. Untuk itu, mereka juga terus menerus meningkatkan kualitasnya dengan melakukan berbagai penelitian dan pengembangan. Setiap tahunnya mereka menganggarkan lebih kurang 1% dari total penjualan, untuk penelitian dan pengembangan saja. Secara rutin mereka juga mendatangkan tenaga-tenaga dalam maupun luar negeri untuk memberikan berbagai program latihan guna meningkatkan kemampuan karyawan-karyawannya. Untuk setiap produk baru, umpamanya, Pan Brothers Tex memperoleh Technical Assistance dari para buyernya. Selain itu, untuk pengembangan sumber daya manusianya, tiap tiga bulan sekali karyawan mengikuti Pendidikan dan Latihan (Diklat) garment making supervisor, in house training mengenai Gugus Kendali Mutu dan Technical Qualit~ Control (TQC) yang diselenggarakan dengan mendatangkan pengajar dari luar. Secara berkala, Pan Brothers juga mengirimkan karyawan dan karyawatinya untuk mengikuti seminar-seminar atau kursus kursus yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LMM), Institut Manajemen Prasetya Mulya (IMPM), Lembaga Manajemen Universitas Indonesia, serta berbagai lembaga pendidikan baik dalam mau pun luar negeri lainnya. Untuk meningkatkan efisiensi manajemen, spesialisasipun semakin dimantapkan. Kalau selama ini Pan Brothers Tex masih berkutat dengan beberapa tahapan produksi sekaligus (knitting, dyeing, finishing, dan garment). "Yang lainnya akan ditangani anak perusahaan yang lain pula," ujar Soegiatto. Turn over ka~yawan rendah Hanya profesionalisme manajemen saja takkan ada artinya jika tak diiringi kesejahteraan yang memadai bagi karyawannya. Untuk itu Pan Brothers menyediakan berbagai fasilitas bagi seluruh karyawannya. Misalnya pengobatan mempunyai klinik, tersedia 2 orang dokter dan persediaan obat, makan siang dan makan lembur, antar jemput, asuransi tenaga ketja, tunjangan hari raya, koperasi karyawan, darmawisata, pesta setahun 2 kali (diikuti dengan pembagian hadiah yang tidak sedikit, misalnya Desember 1989 pesta Natal dan Penutupan tahun dirayakan di Hilton dan hadiah-hadiah betupa Video, TV, Kulkas dan lain-lain), sarana hiburan TV, Parabola, Band, sarana olah raga, taman-taman yang indah dan lain-lain, tampaknya mereka puas dan tahun lalunya lagi dirayakan di Pantai Mutiara, Lain lagi kebanggaan regu volley Pan Brothers Tex, kami sering memenangkan pertandingan dengan departemen-departemen instansi lain. Untuk tingkatan tertentu, ada pula tunjangan perumahan. Dengan kondisi ini, tak heran kalau turn over tenaga kerja diperusahaan ini terbilang rendah, dibawah 5%. Padahal, begitu banyaknya pabrik tekstil yang terserak di Kawasan Tangerang dan sekitarnya sebenarnya bisa menjadi pull factor yang mampu membuat tenaga potensial menyeberang ke perusahaan lain. Tapi, dengan sistem borongan yang diterapkan Pan Brothets Tex, seorang karyawan yang cekatan dan rajin bisa memperoleh penghasilan yang cukup lumayan. Ambil contoh si Adul, 36 tahun, sta~f dept. ekspor mulai bergabung dengan Pan Brothers Tex sejak tahun 1981, dia tak ber~sedia menyebutkan besar gajinya yang pen~ting saya puas lahir dan batin, katanya sambil tersenyum. Atau Elah, 25 tahun, penjahit bagian obras, yang bergabung sejak tahun 1985, setiap dua minggu ia mengantongi Rp. 90.000,- "Semua pimpinan di sini senantiasa bersedia membimbing, si Adul, mengemukakan alasannya mengapa ia betah bekerja di perusahaan ini. Selain itu, ada pula aturan perusahaan yang pasti, sehingga ia tahu persis apa kewajiban dan apa haknya sebagai pekerja. Lain lagi bagi Elah. Ia sangat suka karena di tempat kerjanya ada koperasi karyawan. Di sini tersedia segala keperluan sehari-hari. Bahkan, ia juga menabung dan meminjam di koperasi ini. Bagi Ade Achmad Riyadi, Ketua SPSI Unit PT Pan Brothers Tex, imbalan kerja diperusahaan ini terbilang baik. Secara umum penghasilan para buruh terlatih diperusahaan ini berkisar sekitar Rp. 60-70 ribu/dua minggu. Atau rata rata di atas Rp. 4-5 ribu per hari. Angka yang cukup baik, bila dibandingkan dengan upah minimum Rp. 1.300, ~per hari yang ditentukan untuk wilayah Tangerang. Berbagai fasilitas dan kondisi kerja, ditentukan berdasarkan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), mengikuti aturan main yang ditetapkan Departemen Tenaga Ke~rja. "Pada akhir tahun ini kami akan mengatur KKB periode kedua," tutur Ade. Dengan adanya kesepakatan kerja yang ditentukan bersama seperti itu, tak heran bila hubungan kerja pun terbina dengan serasi. Hal ini tentu saja membesarkan hati Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara, yang menyaksikan sendiri suana kerja dipabrik Pan Brothers Tex, ketika bersama serombongan wartawan meninjau pabrik ini di Tangerang, pertengahan April lalu. "Kalau semua pabrik keadaannya seperti Pan Brothers ini, saya bisa tidur nyenyak," katanya. Bagi Pan Brothers, menciptakan suasana kerja yang tenteram dan damai adalah salah satu dari 5 butir semboyan perusahaan. Dengan suasana begini, kerja sama yang serasi dan penuh pengertian akan terwujud. Pengusaha dan karyawan bahu-membahu untuk mencapai kuantitas dan kualitas produksi. "Kalau kita mandeg dalam sekejap kita akan terkejar dan dimakan negara lain." ujar Jimmy. Maklumlah, negara negara industri lainnyapun senantiasa melirik peluang ini, umpamanya Pakistan, Turki, Srilangka, Bangladesh dan Malaysia masih menjadi saingan berat. Pengakuan terhadap kualitas produk mereka tercermin dari angka penjualan yang terus menanjak. Bila pada tahun 1981 baru mencapai 50 ribu lusin, maka pada tahun 1990 ini direncanakan bakal menjadi sekitar 672 ribu lusin. Semua penjualan ini tertuju ke pasaran ekspot. Arrow hanya di ekspor ke Amerika. Dengan selesainya berbagai perluasan jalur produksi dan usaha ini, tahun ini Pan Brothers Group memperhitungkan bakal menangguk sekitar US$ 120 juta. Tahun berikutnya, dengan mulai berproduksinya pabrik pemintalan, nilai ekspor meteka di perkirakan bisa mencapai US$ 200 juta. "Untuk Pan Brothers Tex saja, tahun 1990 ini diperhitungkan akan menghasilkan devisa sekitar US$ 40 juta," ujar Soegiarto. Untuk mewujudkan gagasan besar dan perluasan usaha ini, Pan Brothers jelas memerlukan dana yang tidak sedikit. Maklumlah, seluruh pabrik yang tengah dibangun itu menggunakan peralatan canggih dan Full~y computeri~zed. Beberapa pilihan sumber danapun dilirik: Pinjam ke bank, atau mencari dana dari masyarakat alias go pub~lic. Dan mereka memutuskan memilih alternatif yang terakhir. Rupanya, Pan Brothers tak ingin menikmati perolehan ini sendirian. Mereka ingin berbagi rasa, berbagi rizki bersama. Mereka ingin semakin banyak masyarakat yang dapat menikmati buah-buah ranum, hasil panenan pohon yang dipupuk dan di sirami dengan penuh kasih sayang. Dengan memasyarakatkan sebagian sahamnya ini, keuntungan yang diraih Pan Brothers akan menjadi lebih besar lagi, perusahaan akan melakukan ekspansi sehingga akan didapat keuntungan yang lebih besar lagi. Ini berarti, keuntungan yang diraih para pemegang sahampun akan menjadi lebih besar pula. Kerja keras dan pantang menyerah senantiasa akan membawa hasil. Dan Pan Brothers telah membuktikan hal itu. Ketekunan mereka menjahit prestasi telah mengantarkan mereka meraih masa depan bersama yang lebih cerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini