Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Por djarum, bakti prestasi bagi...

Pabrik rokok djarum tak hanya memproduksi rokok, juga melahirkan atlet bulu tangkis maupun tenis meja bertaraf internasional. por djarum kudus, salah satu perusahaan pembina olah raga.

7 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bermula dari visi, akhirnya meraih prestasi. Itulah Klub Djarum Kudus. Sekali waktu di masa kejayaan bulutangkis kita, 7 dari 8 juara yang menaklukkan lawan-lawan dari segala penjuru dunia berasal dari klub ini. * LIEM SWIE KING KARIRNYA di lapangan badminton diawali ketika ia memutuskan untuk bergabung dengan klub Djarum dua dasa warsa lalu. Liem Swie King dibimbing langsung oleh ayahnya, Witopo, dan kakak iparnya yang juga pelatih klub Djarum, Agus Susanto. Di klub inilah bakatnya semakin terasah. Ketika mengikuti Kejuaraan Yunior se-Jawa Tengah pada 1972, ia merebut Juara Pertama. Nama 'anak ajaib' itu kian meroket setelah menjadi Juara II PON 1973. Setahun kemudian, King menjadi juara nasional dalam usia 18 tahun. Ia lalu bergabung dengan Pelatnas Bulu Tangkis, 1976. Karirnya terus melejit tidak saja di tingkat nasional tapi juga di kancah internasional. Dia tercatat sebagai Juara All England tiga kali (1978, 1979, 1981). Para pengamat menilai King sebagai pemain serba bisa. Stroke-nya lengkap, smash-nya keras, disertai loncatan. Permainan netnya juga tajam dan halus. Pendek kata King memang profil pemain bulu tangkis yang piawai. Maka, tak berlebihan bila Asosiasi Penulis Olahraga Cina menobatkan dia sebagai sepuluh atlet terbaik Asia tahun 1984. Namun, di balik sukses yang begitu cemerlang, King tak pernah lupa pada akarnya, yakni klub Djarum. "Walau nggak main lagi, saya masih sering berlatih di klub Djarum," kata pria kelahiran Kudus 33 tahun silam itu. Lebih tandas lagi ayah dua anak ini menyebutkan, "Hubungan saya dengan Djarum bukan semata antara pemain dengan pimpinan saja, tapi sudah seperti keluarga. Dan ini sukar diputuskan, apalagi dilupakan." Masih segar dalam ingatannya bagaimana suka dukanya ketika berlatih. Sebelum mengayunkan raket, King harus menyingkirkan dulu alat-alat produksi rokok. Maklum tempat ia berlatih juga berfungsi sebagai gedung produksi pabrik rokok Djarum. Tak heran kalau aroma tembakau yang khas menjadi santapan sehari-hari. Tapi, justru dengan sarana seadanya itu semangatnya dilecut. Tak hanya bersemangat besar, ketekunan dan keseriusan King dalam berlatih juga banyak dipuji orang. "Itu yang tidak banyak dimiliki pemain-pemain sekarang. Dulu, begitu selesai latihan, King latihan lagi di rumah. Jadi ia punya kemampuan dua kali lipat," kata Arisanto, Ketua PB Djarum. * HASTOMO ARBI Hasil gemblengan kawah 'candradimuka' klub Djarum lainnya adalah Hastomo Arbi yang pernah dijuluki 'Hanoman', penyelamat dalam masa gawat. Momo -- begitu panggilan akrabnya -- menjadi penentu kemenangan regu Indonesia atas Cina dalam final Piala Thomas di Kuala Lumpur, Mei 1984. Padahal, ketika itu ia tidak termasuk pemain yang diunggulkan. Nyatanya, dia malah menundukkan Han Jian dalam duel yang sangat sengit. Sedikit bicara tapi banyak senyum di wajahnya yang polos, itulah Momo yang mulai memegang raket sejak usia tujuh tahun. Berkat ayahnya, Ang Tjing Bik, pegawai pabrik rokok Djarum, anak kedua dari enam bersaudara itu bergabung dengan klub bulu tangkis milik perusahaan tersebut. Momo dilatih oleh Agus Susanto dan Anwari. Tak sia-sia rupanya dia berlatih keras. Bocah berbakat itu menjadi juara pertama bulu tangkis kejuaraan Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (POPSI) tingkat SD se-Jawa Tengah, 1974. Sejak itu karirnya terus melejit, kendati harus mengorbankan sekolahnya yang hanya sampai kelas II SMP. Jejak Hastomo belakangan diikuti adik-adiknya. Di antaranya adalah Eddy Hartono, juara yunior Indonesia 1981, dan Heryanto. Keduanya juga bernaung di dibawah klub Djarum. Eddy dan Heryanto dikenal sebagai pemain spesialis ganda yang cukup tangguh. * MULATSIH Dari cabang tenis meja mencuat nama Mulatsih. Atlet nasional yang merintis karirnya di PTM Djarum ini ikut memperkuat tim tenis meja Indonesia ke SEA Games XV Kuala lumpur, Agustus lalu. Untuk nomor beregu tenis putri, Indonesia menyumbang 1 emas. Sementara secara keseluruhan tim tenis Indonesia merebut 4 emas. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan . Sejak bergabung dengan PTM Djarum enam tahun silam, Mulatsih mengaku banyak berubah. Ia semakin matang dan dewasa. Itu karena, "Hubungan antara atlet dan pengurus selalu terbuka dan tidak kaku. Selain itu, kami dituntut berdisiplin tinggi," ujar cewek berusia 22 tahun ini. "Pendek kata, hubungan kekeluargaan disini sangat baik," tambahnya. Contohnya, kalau ada suatu masalah, ia tidak segan-segan mengungkapkan kepada pelatih maupun pengurus sebagai pengganti orang tua. Fasilitas yang disediakan PTM Djarum tak perlu diragukan. Ada asrama yang memadai. Kesehatan dan gizi makanan para atlet senantiasa diperhatikan. Alhasil, yang dipikirkan sekarang ini adalah berlatih dan berlatih untuk mencapai prestasi yang maksimal . * ANTON SUSENO Usianya masih muda, tapi prestasinya menjulang. Lebih dari itu ia tipe pemain yang langka, yakni bertahan dan bertahan, tak peduli lawan terus menyerang. "Dari dulu tipe permainan saya memang bertahan. Kalau saya menyerang justru keteter," ujar Anton Suseno dengan polos. Dengan pola seperti itu ia menjadi salah satu tulang punggung tim tenis meja Indonesia ke SEA Games Kuala Lumpur 1989. Ia tidak saja menjadi kebanggaan klubnya, PTM Djarum, tapi juga pemain andalah masa depan. "Di Djarum saya semakin menemukan permainan. Di sini disiplinnya sangat ketat. Selain itu, setiap pemain dikontrol perkembangannya. Saya kira ini sangat menunjang atlet untuk mengembangkan permainannya," tutur Anton tentang klub PTM Djarum, tempat dia bernaung selama ini. Bakat anak kedua dari lima bersaudara ini memang luar biasa. Ketika berusia 16 tahun ia sudah mengalahkan seniornya, Tonny Meringgi, pemain tenis meja terbaik Indonesia saat ini dan Haryono. Dari mana ia belajar pola bertahan itu? "Dari ayah saya. Kata ayah saya cocok dengan tipe permaian itu," kata Anton yang punya cita-cita ingin menjadi pemain terbaik di Indonesia itu. "Lewat klub Djarum saya yakin bisa," sambungnya optimis. JUARA DARI GEDUNG PRODUKSI ROKOK SIAPA menyangka, dari gedung produksi rokok yang terletak di Jalan Bitingan Lama, Kudus, lahir nama-nama beken seperti Liem Swie King, Hastomo Arbi, Eddy Hartono, Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Hadibowo atau Ardi BW. Pada awalnya sudah tentu tak pernah terbayangkan bahwa klub bulu tangkis milik perusahaan rokok Djarum itu bakal mencetak jawara-jawara berpedang raket. Ada pemikiran sederhana dari Djarum ketika melihat bakat si 'anak ajaib' Liem Swie King. "Seandainya remaja kota Kudus dan sekitarnya dibina dengan baik, mereka tentu bisa menjadi juara yang tangguh." Nyatanya tidak keliru. Yang mengagetkan, bukan hanya King yang melesat di pentas nasional maupun internasinal. Sejumlah atlet lain turut mengharumkan nama bangsa. Lalu bulu tangkis pun menjadi motivator untuk membentuk wadah yang lebih profesional. Jadilah POR (Persatuan Olahraga) Djarum yang kini memayungi tujuh cabang olahraga, di antaranya bulu tangkis, bridge, tenis meja, sepak bola, bola voli, tenis dan catur. Mulanya hanya visi, belum ada bayangan akan menjadi besar seperti sekarang. Tak pernah terlintas akan melangkah begitu panjang dan serius. Ya, betapa tidak. Klub yang semula merupakan wadah olahraga untuk karyawan perusahaan di Kudus dan sekitarnya itu ternyata bisa menjadi populer dan amat dirasakan manfaatnya . Perkembangan POR Djarum bisa dilihat dalam tiga masa kepengurusannya. Periode pertama (1969-1973), periode kedua (1974-1980) dan periode ketiga (1981-1989). Pada periode awal, penanganan klub bulu tangkis dipercayakan kepada Thomas Budi Santoso, yang kini menjadi General Manager Departemen Produksi PT Djarum Kudus. Selain Budi masih ada beberapa nama lain. Misalnya Abdullah Firdaus, yang sekarang menjabat sebagai wakil Office Manager di Kudus. Serta Agus Susanto dan Koesmanto yang diserahi tugas untuk melatih atlet di lapangan. Olahraga bersifat dinamis dan berkembang, begitu pula organisasinya. Pada periode kedua kepengurusan POR Djarum, dilakukan sejumlah terobosan yang meliputi cabang olahraga, tempat pemusatan latihan bulu tangkis maupun pengurus POR itu sendiri. Pada masa itulah muncul nama Setyo Margono (almarhum), Adi Wibowo dan Budi Santoso. Atas prakarsa Budiarto Prabowo, Direktur Personalia PT Djarum Kudus dan Hartono Wibowo, Kepala Kantor Pemasaran Djarum Cabang Semarang, pusat latihan bulu tangkis dipindahkan ke Semarang. Kalau sebelumnya pembinaan lebih dititikberatkan pada atlet putra, maka kini juga diarahkan pada atlet putri. Seiring dengan itu/pimpinan Djarum menghendaki agar POR tidak sekedar menjadi tempat bernaung klub amatiran, melainkan benar-benar harus mengarah ke profesional. Profesional di sini berarti harus ahli di bidang masing-masing. Di Jepang, misalnya, perusahaan Hitachi punya klub sepak bola yang bisa dibanggakan. Begitu pula di Amerika yang membangun olahraga lewat berbagai perusahaan terkemuka. Ini bisa berlangsung berkat tumbuhnya kesadaran kalangan wiraswasta, bahwa pembinaan olahraga memerlukan danabesar dan berkesinambungan, yang bukan semata menjadi tanggungjawab pemerintah, melainkan juga wiraswastawan. Perjalanan waktu membuktikan bahwa langkah yang diayunkan Djarum kini menjadi panutan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Tanpa banyak bicara, dengan POR-nya ini Djarum telah menjadi salah satu perintis dari sekian banyak perusahaan di Indonesia yang menangani pembinaan olahraga secara profesional dan terus-menerus selama 20 tahun. Bakrie & Brother, umpamanya, terkenal dengan Pelita Jaya. Lalu Gudang Garam, Kediri, mendirikan klub bola basket dan tenis meja. Sementara Bimantara mulai melakukan pembinaan terhadap atlet-atlet muda melalui klub bulu tangkisnya. Rupanya kini telah tumbuh suatu kecenderungan positif, bahwa kegiatan olahraga yang dibina oleh perusahaan pada akhirnya bisa ikut berperan dalam menciptakan prestasi secara nasional maupun internasional. Kecenderungan ini juga disadari Djarum. Maka, POR Djarum pun mulai diarahkan menjadi POR prestasi. Jadi tak lagi sekedar hura-hura. Untuk itu POR Djarum musti menekankan segi pembinaan. Bagaimanapun pembina dan atlet ibarat ikan dengan air, sulit dipisahkan. Pembinaan klub tak boleh terputus. Yang terjadi kemudian adalah masuknya nama-nama yang kini amat berperanan dalam pembinaan atlet menuju puncak prestasi. Di antara para tokoh ini adalah Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Hendra Kartanegara, Hendra Sugita, Drs. Budi Rahardjani dan Christian Hadinata. Profesionalisme menjadi suatu keharusan yang mutlak. Struktur pengurus disempurnakan sesuai dengan tuntutan prestasi. Goei Po Thay tampil sebagai Ketua Umum POR Djarum, didampingi Prasetyo Hadiwinoto (Ketua I), Yan Haryadi Susanto (Ketua II) dan Supriyanto (Ketua III). Prestasi sudah dibuktikan. Kini tinggal mempertahankannya. Dan, tentunya, berusaha untuk lebih meningkatkan prestasi yang telah diraih tersebut. Namun untuk mencapai prestasi puncak diperlukan dukungan ilmiah. Maka POR Djarum pun menerapkan program Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Pendekatan ilmiah terhadap olahraga bulu tangkis dimulai pada 1985. Pembinaan ditempuh secara sistematis dengan dasar-dasar ilmiah yang kuat. Untuk mendukung program ini pada 1985 dibentuk pusat latihan bulu tangkis di Jakarta. Atas usulan Yan Haryadi Susanto, pusat latihan serupa juga dibuka di Surabaya setahun kemudian. Program Iptek tidak hanya menyangkut satu bidang, tapi mencakup seluruh cabang. Para pakar olahraga dan mantan juara kaliber dunia diundang untuk memberikan ceramah. Selain itu para pembina dan pelatih juga diberi kesempatan ambil bagian dl berbagai seminar baik di dalam maupun di luar negeri untuk memperluas wawasan mereka. Sejumlah pembina dan pelatih berangkat ke Singapura untuk mengikuti seminar 'Psychological Preparation for Big Sport Performance' pada tahun 1986. Di tahun itu juga dan di tempat yang sama mereka turut berpartisipasi dalam '2nd International Sport Science Conference'. Diramu dengan pengalaman mantan juara dunia bulu tangkis Hendra Kartanegara alias Tan Joe Hok sebagai pelatih yang sudah menyambangi seantero jagat. Lalu Hendra Sugita, juga mantan pemain. Kemudian Prof. inggih D. Gunarsa, ahli psikologi olahraga. Seterusnya Budi Rahardjani, ahli ilmu faal dan Christian Hadinata, mantan spesialis ganda. Dengan berkumpulnya sejumlah pakar dari berbagai bidang itu, tak diragukan lagi pembinaan olahraga melalui pendekatan ilmiah bisa terlaksana sesuai dengan rencana. "Boleh dikatakan saat ini sangat sulit bagi sebuah klub untuk bisa tumbuh secara alami. Dalam perkembangannya, hampir mustahil jika kita mengharapkan prestasi dari pengelolaan pembinaan secara amatiran. Sedikit banyak harus ditangani secara profesional. Pendekatan ilmiah lebih diutamakan guna menunjang hasil yang maksimal." Demikian kesimpulan para ahli itu. Sebab, dari pendekatan ini, tak bisa diterapkan manajemen 'mumpuni'. Harus yang unggul karena tak bisa semrawut. Semuanya harus jelas, apa jenis pekerjaan yang dilakukan, oleh siapa dan bagaimana mencapai sasaran. Dalam organisasi ini pula diletakkan dasar-dasar pembinaan, seperti bagaimana memilih pemain yang nantinya bisa diproyeksikan menjadi juara dunia. Selanjutnya, bagaimana peranan orang tua, pendekatan melalui gizi makanan, memperbaiki teknik pukulan, mengembangkan jurus-jurus yang kemudian dikenal dengan 'power'(kekuatan), 'speed' (kecepatan) atau 'endurance' (daya tahan), serta masih banyak yang lain. Yang terang, tujuan akhir semua adalah terciptanya prestasi guna meraih kemenangan dalam kejuaraan. Kesemuanya ini dihimpun dalam sebuah buku pedoman latihan yang menjadi pegangan dasar bagi setiap atlet dan pelatih POR Djarum. Proses persiapan calon juara memiliki pijakan yang sama. Misalnya bagaimana meningkatkan motivasi, mengendalikan emosi, menyiapkan kondisi yang prima, mengatur taktik dan strategi, memanfaatkan waktu istirahat dalam pertandingan, menghindari dan mengatasi cedera, serta seni melatih. Itu semua bukan hanya ditimba dari buku-buku baku, melainkan juga dari berbagai pengalaman lapangan. Benar-benar suatu pembakuan yang meletakkan dasar-dasar pijakan kuat bagi langkah gagah di masa depan. Memang, disadari betapa kompleksnya peranan berbagai aspek pembinaan yang saling mempengaruhi proses penciptaanm sang juara. Itulah sebabnya mengapa seleksi penerimaan calon atlet juga sangat ketat. Selain faktor umur, tinggi badan, bakat, keturunan, kemampuan intelektual, keseimbangan psikologisnya maupun peranan orangtua ikut diteliti. Pemain bulu tangkis, misalnya, sebenarnya sangat sesuai untuk orang Asia. Tinggi badan yang antara 170-180 cm, sebenarnya sungguh ideal karena bulu tangkis modern membutuhkan kecepatan dan kelenturan. Inilah keunggulan kita. "Pemain-pemain Eropa mungkin lebih maju dalam pengetahuan dan segi ilmiahnya. Tapi, dapat kita tandingi dengan permainan cepat, sehingga permainan mereka bisa kita kacaukan," tutur Tan Joe Hok yang jadi maestro di tahun-tahun 1950-an. Dari berbagai pengalaman, terbukti bahwa bukan hanya bakat yang menentukan terciptanya prestasi. Faktor lingkungan ternyata sangat berpengaruh. Tentu saja proses latihan itu sendiri tak bisa dikesampingkan. Pada akhirnya, mengapa semua itu dilakukan Djarum? "Kita tidak mungkin mengharapkan juara turun dari langit atau mengharapkan 'anak dewa lahir ke bumi' dengan membawa keajaiban. Juara harus dibuat. 'Champion has to be made'." Banyak hal yang terjadi selama 20 tahun perjalanan POR Djarum. Ini merupakan modal untuk melangkah lebih tegap dan tegar dalam kurun 20 tahun mendatang. Dan ini disadari. Disadari dan dilakukan. Dilakukan dan membuahkan hasil. Membuahkan hasil dan membanggakan. Membanggakan kita semua, bangsa Indonesia POR DJARUM Bakti Prestasi Bagi Negara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus