Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Tantangan Indonesia untuk Wujudkan Ketahanan Pangan

Untuk mewujudkan swasembada pangan nasional harus melibatkan tiga subsistem utama: produksi, konsumsi, dan logistik.

10 April 2025 | 19.40 WIB

Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri (kiri), saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI ke Gudang Beras Bulog di Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu, 9 April 2025. Dok.dpr.go.id
Perbesar
Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri (kiri), saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI ke Gudang Beras Bulog di Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu, 9 April 2025. Dok.dpr.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO NASIONAL – Indonesia saat ini memiliki tantangan besar dalam mewujudkan ketahanan pangan sejati. Salah satunya adalah ketidaksesuaian antara pernyataan kebijakan dan realisasi di lapangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hal itu dikatakan Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI ke Gudang Beras Bulog di Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu, 9 April 2025. Rokhmin pun menyinggung janji pemerintah pada akhir 2024 untuk tidak mengimpor empat komoditas pangan strategis yaitu beras, jagung, gula, dan daging. Nyatanya impor tetap dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bulan Desember lalu pemerintah bersumpah tidak akan impor beras, jagung, gula, dan daging pada tahun 2025. Tapi nyatanya, bulan lalu kita impor 200 ribu ton. Kami di Komisi IV merasa tertampar. Kalau memang tidak bisa memenuhi, jangan buat janji yang tidak realistis," ujar dia.

Terkait kondisi saat ini, menurut Rokhmin, produksi beras nasional masih menjadi komoditas paling siap. Berdsarkan data Kementerian Pertanian, proyeksi produksi beras tahun 2025 mencapai 33 juta ton, sementara kebutuhan nasional hanya sekitar 31 juta ton.

"Artinya, kita surplus dua juta ton. Ditambah cadangan beras Bulog saat ini sebesar 2,4 juta ton, maka ketersediaan cukup untuk stabilisasi harga dan pasokan," kata dia.

Rokhmin menyoroti bahwa persoalan pangan tidak hanya berhenti pada aspek produksi. Komoditas lain seperti jagung, gula, dan kedelai masih menjadi pekerjaan rumah besar. Selain itu, aspek logistik, distribusi dan pergudangan juga perlu mendapat perhatian serius karena produksi pangan tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.

"Contohnya beras, ada daerah yang surplus seperti di Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan, tapi ada juga daerah minus seperti NTT dan Riau. Jadi penting sekali perbaikan sistem transportasi dan pergudangan agar distribusi merata," kata dia.

Rokhmin menegaskan bahwa indikator utama ketahanan pangan nasional tidak hanya bergantung pada tingkat produksi, tetapi juga mencakup kesejahteraan petani serta keberlanjutan sistem pangan secara menyeluruh.

"Indikator ketahanan pangan itu pertama, produksi nasional harus lebih besar daripada konsumsi. Kedua, petani, nelayan, peternak, dan produsen pangan lainnya harus sejahtera. Jangan sampai produksi kita melimpah tapi pelaku utamanya tetap hidup melarat. Ketiga, keberhasilan tersebut harus berkelanjutan," ujar Rokhmin.

Untuk mewujudkan swasembada pangan nasional, kata Rokhmin, harus melibatkan tiga subsistem utama: produksi, konsumsi, dan logistik. Ia meminta pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk tidak terjebak pada angka produksi semata, melainkan memastikan keseimbangan seluruh aspek dalam sistem pangan nasional. (*)

Tempo

Tempo

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus