Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Masa kepemimpinan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki, tinggal 1 tahun. Dalam waktu tersisa, ia tetap berupaya keras membantu koperasi dan UMKM agar lebih berdaya dan mendukung misi Indonesia Maju 2045.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Teten, keberhasilan program onboarding digital untuk UMKM yang melesat dari 9 juta di 2019 menjadi 21 juta di akhir 2022 belum final. Masih banyak tantangan yang dihadapi sektor usaha penyerap 97 persen angkatan kerja ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu yang mencuat yakni masifnya produk luar negeri di pasar lokal, terutama melalui lokapasar (e-commerce) yang mengancam produk buatan UMKM. Indonesia, kata Teten, terikat dalam perjanjian MEA yang mengakibatkan sulitnya memproteksi serbuan produk asing.
Ia memberi contoh kasus di Inggris. Aplikasi media sosial TikTok yang mewabah di negara tersebut berpengaruh besar terhadap kebiasaan berbelanja. “Behavior konsumen di sana bergeser. Sekarang, 50 persen belanja barang karena terpengaruh dari TikTok, itu dari China,” kata Teten.
Perusahaan teknologi seperti Google, Meta (Facebook dan Instagram), hingga TikTok memiliki tools lengkap yang dapat membaca selera pasar. Melalu algoritma yang dihasilkan, perusahaan tersebut dapat dengan mudah mengetahui selera masyarakat Indonesia. “Dari algoritma tersebut lalu diarahkan ke produk mereka,” ujarnya.
Namun, ada cara lain yang dapat dilakukan, yakni mengatur masifnya produk asing melalui regulasi. “Salah satu perubahan yang harus ada dalam revisi Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) yakni, kita harus mulai memastikan ritel online dari luar memiliki izin sertifikat, jadi masuk lewat mekanisme impor,” ucap Teten kepada Direktur Tempo, Budi Setyarso dalam acara The Leader yang tayang di kanal Youtube Tempodotco.
Perlindungan terhadap UMKM melalui regulasi, Teten melanjutkan, sangat penting jika dikaitkan dengan misi Indonesia menjadi negara maju pada 2045 dengan harapan produk Domestik Bruto (PDB) per kapita mencapai US$ 23,2 ribu atau Rp 324,9 juta. Untuk memenuhi target itu, Indonesia perlu keluar dari middle income trap terlebih dahulu, atau mencapai PDB per kapita sekitar US$ 12,2 ribu pada 2036.
Faktanya, misi tersebut akan sulit dicapai jika sektor UMKM terimpit oleh produk luar yang akhirnya dapat mengancam lapangan kerja. “Karena produknya nggak bersaing dengan produk dari luar. Jujur saja, kita nggak akan kuat bersaing dengan produk dari China,” kata Teten. “Jadi, memang negara harus berani membuat perubahan, harus ada pengarusutamaan kebijakan.”
Selain mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada UMKM, Teten juga menyiapkan hilirisasi UMKM. Presiden Joko Widodo cukup berhasil mengupayakan hilirisasi industri terutama di sektor mineral. Hal ini, ucap Teten, juga dapat dilanjutkan dengan melibatkan UMKM sebagai rantai pasok atau menjadi maklon (factory sharing).
Kemenkop UKM pada 2022 telah menyiapkan 10 tempat maklon di sejumlah daerah. Antara lain produk minyak nilam di Aceh dan pengolahan bambu di NTT. Teten menjelaskan, saat ini Indonesia mengekspor 95 persen nilam ke Eropa sebagai bahan baku parfum. “Mestinya ini dihilirisasi. Mestinya pabrik parfum di Indonesia. Nah, itu yang kita sedang siapkan di Aceh,” kata dia.
Hilirisasi UMKM pada hakikatnya juga sejalan dengan ambisi Jokowi yang ingin Indonesia bukan lagi menjadi negara pengekspor bahan mentah. “Setidaknya kita bisa olah dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi agar harga jual lebih tinggi,” ucap Teten. Sebagai contoh, program Kemenkop UKM mendorong proses pengolahan rumput laut yang dikelola oleh UMKM hingga menjadi barang setengah jadi dan barulah diekspor untuk industri kosmetik ke Korea Selatan.
Hilirisisasi UMKM ini, kata Teten, disiapkan menjadi legacy kepemimpinannya. “Saya akan terus melindungi UMKM,” ujarnya. Sedangkan legacy kedua yakni membenahi ekosistem kelembagaan koperasi.
Ia bercerita, ketika mulai menggawangi Kemenkop UKM, ia menemukan stigma masyarakat terhadap koperasi sangat buruk. Salah satu penyebab karena pengalaman dengan oknum-oknum di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang membawa kabur uang anggota, bahkan aset koperasi. “Saya coba membangkitkan lagi semangat berkoperasi, tapi responsnya jelek banget.”
Karena itu, Kemenkop UKM kemudian menginisiasi revisi undang-undang tentang perkoperasian, menggantikan UU 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, agar sesuai dengan kondisi terkini. Salah satu yang yang akan diatur dalam regulasi ini yakni keberadaan Otoritas Pengawas Koperasi (OPK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi. (*)