Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua jet tempur F-15 melesat, menembus udara musim dingin Negara Bagian Oregon, menyusul pesawat Hawaiian Airlines yang mengangkut seorang penumpang bermasalah. Tak bisa dipastikan bahwa penumpang bermasalah itu pembajak. Tapi pilot Hawaiian Airlines yang bertugas menerbangkan pesawat itu dari Portland ke Bandar Udara Kahului, Maui, Hawaii, Senin dua pekan lalu itu bergerak cepat: seraya menelepon menara bandara dan memutar balik arah penerbangan. Siapa pun tak ingin melihat Amerika kecolongan sekali lagi, setelah percobaan peledakan pesawat Northwest Airlines rute Amsterdam-Detroit, 25 Desember lalu.
Toh, lelaki 56 tahun yang identitas lengkapnya belum diketahui itu menunjukkan gerak-gerik mencurigakan. Berkali-kali dia mengeluarkan kata-kata bernada ancaman. Dia juga menolak permintaan pramugari agar menyimpan tas tangannya. Dan ini sudah cukup untuk membangkitkan rasa curiga para kru dan penumpang pesawat.
Sejak Senin pekan lalu, The Transportation Security Administration badan yang bertanggung jawab atas keamanan udara di Amerika Serikat—mengeluarkan aturan baru. Setiap penumpang pesawat yang berasal dari 14 negara yang dicurigai ”sponsor terorisme”—Kuba, Afganistan, Irak, Iran, Sudan, Suriah, Aljazair, Libanon, Arab Saudi, Somalia, Pakistan, Libya, Nigeria, dan Yaman harus menjalani pemeriksaan ekstraketat. Bukan cuma barang bawaan mereka yang digeledah, petugas juga memindai tubuh mereka untuk mendeteksi kemungkinan adanya bahan peledak.
Teror pada hari Natal yang dilakukan Umar Farouk Abdulmutallab tampaknya membuat Amerika senewen. Menurut pemuda 23 tahun itu, ia dilatih oleh kelompok Al-Qaidah di Yaman, dan ini membuat Washington mengalihkan perhatiannya ke negara yang berbatasan laut dengan Somalia di Teluk Aden itu. Melalui situs resminya, Kedutaan Besar Amerika di Sanaa, Yaman, memperingatkan warga negara Amerika di negara itu agar waspada. Untuk alasan keamanan, pemerintah Amerika juga sempat menutup kantor kedutaannya selama dua hari. Tindakan serupa pun dilakukan Inggris dan Prancis.
”Ada indikasi Al-Qaidah sedang merencanakan serangan dengan target di dalam Kota Sanaa ada kemungkinan kedutaan kami,” ujar Penasihat Antiterorisme dan Keamanan Amerika John Brennan. Keputusan Amerika menutup kedutaan besarnya diikuti Inggris dan Prancis. Pemerintah Amerika tak mau peristiwa serangan di kedutaannya pada September 2008 terulang kembali. Serangan bom bunuh diri yang diduga dilakukan kelompok Al-Qaidah itu menewaskan 16 orang.
Presiden Amerika Barack Obama sebelumnya menuding kelompok Al-Qaidah yang bermarkas di Semenanjung Arab itu berada di balik aksi nekat Umar Farouk Abdulmutallab. Pemuda asal Nigeria berumur 23 tahun itu gagal melaksanakan misinya meledakkan pesawat Northwest Airlines pada 25 Desember 2009, lantaran alat peledak yang disembunyikan di celana dalamnya tak berfungsi baik. Barack Obama bersumpah akan melancarkan serangan balasan terhadap siapa pun yang bertanggung jawab atas aksi itu. ”Dan semua yang terlibat dalam aksi percobaan terorisme pada hari Natal mesti tahu bahwa kalian juga akan mendapat ganjaran serupa,” katanya dalam pernyataan resmi mingguannya.
Amerika diduga menjadi incaran Al-Qaidah karena negara adidaya itu aktif membantu Yaman memerangi kelompok militan. Negara berpenduduk tak kurang dari 22 juta jiwa tersebut selama ini dirundung masalah. Tak cuma persoalan kemiskinan dan korupsi, negara itu terus dirongrong pemberontakan muslim Syiah di utara dan gerakan separatis di wilayah selatan. Lemahnya pemerintah dan belitan kemiskinan pada mayoritas rakyatnya diduga turut andil dalam perkembangan terorisme di negara tersebut, termasuk jaringan Al-Qaidah yang dikenal dengan Al-Qaidah Jazirah Arab (AQAP).
Sejak beberapa tahun lalu, organisasi yang paling ditakuti Amerika dan negara-negara Barat itu menjadikan Yaman basis kekuatan sekaligus tempat ideal merekrut anggota. Apalagi banyak suku di Yaman yang berseberangan dengan pemerintah Sanaa dengan sukarela memberikan perlindungan kepada para pejuang kelompok garis keras itu. Yaman dipandang sebagai tempat persembunyian yang aman. Gerakan kelompok militan Islam dari Somalia yang dipimpin Al-Shahab pun berusaha masuk ke negara di ujung selatan Semenanjung Arab itu.
Pemerintah Yaman pun tak tinggal diam. Apalagi beberapa bulan terakhir kelompok itu telah membunuh sejumlah pejabat. Pada 17 Desember lalu, pihak keamanan melancarkan serangan ke kabupaten Abyan dan Arhab di sebelah timur laut Sanaa, yang diduga tempat persembunyian Al-Qaidah, yang kabarnya beranggotakan lebih dari 300 orang. Sedikitnya 38 gerilyawan tewas dan 29 orang ditangkap. Pemerintah Yaman juga berjaga-jaga agar kelompok militan Somalia tidak masuk ke negara itu.
Dalam lawatannya ke Yaman, komandan pasukan Amerika di Irak dan Afganistan, Jenderal David Petraeus, mengadakan pembicaraan dengan Presiden Ali Abdallah Saleh dan pejabat pemerintah Yaman lainnya untuk membahas kerja sama yang semakin kuat di antara kedua negara untuk melawan terorisme. Kabarnya pemerintah Amerika menawarkan melipatgandakan bantuan dana untuk operasi antiteror itu, yang semula dianggarkan US$ 67 juta untuk setahun ke depan.
Namun pemerintah Yaman membantah laporan sejumlah media Amerika yang menyatakan negara itu menandatangani kesepakatan dengan Amerika, yang isinya mengizinkan Washington melancarkan serangan terhadap tempat persembunyian Al-Qaidah di wilayah Yaman. Menteri Luar Negeri Yaman Abu Bakr Abdullah al-Qirbi, seperti dikutip koran setempat As-Syasiya, menegaskan, yang dibutuhkan Amerika dan mitra lainnya adalah bantuan untuk meningkatkan kemampuan pasukan keamanan Yaman menyangkut teknik, peralatan, informasi intelijen, serta bantuan persenjataan. ”Saya percaya Amerika dapat menarik pelajaran dari pengalamannya di Irak dan Afganistan, bahwa intervensi langsung justru memperumit persoalan,” dia menambahkan.
Untuk membuktikannya, pekan lalu pemerintah Yaman menggelar satu operasi terhadap Al-Qaidah. Pos-pos pemeriksaan tambahan di jalan-jalan utama juga dibangun. Dalam penggerebekan di Kota Arhab, 40 kilometer dari Sanaa, pasukan keamanan menyergap sekelompok militan, termasuk Nazeeh al-Hanaq, tokoh senior Al-Qaidah Yaman yang paling diincar. Dalam penggerebekan ini, pihak berwenang Yaman menembak mati dua anggota keluarganya dan melukai tiga orang lain yang diduga masih terkait dengan Al-Qaidah.
Sumber-sumber pada pasukan keamanan Yaman menyatakan bahwa pasukan tambahan Yaman telah dikerahkan ke provinsi Abyan, Bayada, dan Shawba, tempat kelompok militan Al-Qaidah bersembunyi. Pihak berwenang Yaman mengklaim 60 anggota kelompok militan tewas. Namun kelompok militan Al-Qaidah yang berada di Yaman membantah keterangan itu. ”Tak ada satu pun anggota kami yang tewas dalam serangkaian serangan di kawasan ini, meski pemerintah Yaman menyatakan 60 anggota kami telah tewas,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Ketakutan Amerika terhadap serangan Al-Qaidah juga berpengaruh terhadap rencana pemulangan tahanan Guantanamo. Selasa pekan lalu, Barack Obama memutuskan menghentikan pengiriman tahanan yang dibebaskan dari Teluk Guantanamo ke Yaman. Pemerintah Amerika, menurut dia, mendapat tekanan gencar dari para pengkritik dalam negeri agar tak mengirimkan lagi para tahanan ke Yaman, karena dikhawatirkan mereka akan kembali menjadi ekstremis di negara Arab tersebut. ”Saya telah berbicara dengan jaksa agung dan kami sepakat tidak akan mengirimkan tahanan lagi ke Yaman saat ini,” kata Obama dalam pernyataannya di televisi. Amerika akan memulangkan para tahanan Teluk Guantanamo ke Yaman ”pada saat yang tepat”.
Nunuy Nurhayati (Reuters, BBC, CNN, Time, Xin Hua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo