Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumat dinihari pekan lalu, empat orang berboncengan dua sepeda motor mendatangi Gereja Metro Tabernakel. Dalam lima menit, si pembonceng membakar gereja di pertokoan Taman Desa Melawati, Kuala Lumpur, itu.
”Mereka memecahkan kaca dan melempar dua bom ke dalam gedung,” kata pemimpin gereja Peter Yeow. Tak cuma Gereja Tabernakel, gereja Katolik The Assumption di Petaling Jaya, barat daya Kuala Lumpur, dan Gereja Life Chapel juga dilempar molotov.
Pembakaran tiga gereja itu diduga buntut kisruh pemakaian nama ”Allah” oleh majalah Katolik Herald edisi bahasa Melayu. Selama ini majalah itu terbit dalam edisi bahasa Inggris dengan menyebut nama Tuhan dengan kata ”God” atau ”Lord”. Edisi berbahasa Melayu untuk pembaca di daerah Sabah dan Sarawak yang mayoritas berbahasa Melayu ketimbang di Kuala Lumpur yang berbahasa Inggris.
Tak cuma itu, kisruh tersebut mendatangkan protes organisasi masyarakat Islam pro-Barisan Nasional di Masjid Kampoeng Baroe. Mereka menuntut majalah Katolik itu tak lagi menggunakan nama Allah dalam penerbitannya. Meski memprotes, mereka mengaku tak setuju dengan pembakaran gereja tersebut. ”Saya sangsi apakah ini dilakukan orang Islam atau propaganda yang diskenariokan pihak tertentu. Saya yakin orang Islam tak akan melakukan hal itu,” kata pemimpin Pertubuhan Pribumi Perkasa Malaysia, Arman Azha.
Azha, yang mengklaim didukung 83 ormas Islam, menambahkan, selama ini orang Islam tak melarang umat Kristen, Buddha, dan agama lainnya menjalankan kepercayaan mereka. ”Tapi tolong juga hormati hak-hak kami,” ujarnya. Sebab, nama Allah hanya dikhususkan untuk Islam. Selain itu, pengikut unjuk rasa adalah Persatuan Pengguna Islam Malaysia, Kongres India Muslim Malaysia, dan Majlis Permufakatan Ummah.
Persoalan ini sebetulnya sudah diputuskan pengadilan tinggi Malaysia untuk dipending sampai ada keputusan hukum tetap. Sebab, pemerintah Kamis pekan lalu melakukan banding atas keputusan pengadilan tinggi sebelumnya. Pengadilan tinggi akhir tahun lalu menolak tuntutan pemerintah melarang pemakaian nama ”Allah” oleh agama lain. Larangan itu ilegal dan tak masuk akal.
Jaksa Agung Abdul Gani Patail yang melakukan banding senang dengan keputusan pengadilan. Begitu juga redaktur Herald, Romo Lawrence Andrew, bisa menerima keputusan pending atas kado tahun baru itu. ”Kami ingin hidup harmonis,” katanya di luar pengadilan.
Meski keputusan pengadilan sudah menguntungkan mayoritas di negeri jiran itu, ormas Islam masih ngotot melakukan unjuk rasa. Perdana Menteri Najib Razak, yang meminta agar tak ada pihak yang mengambil keuntungan atas situasi ini, tak digubris para pemimpin ormas. Pemerintah akhirnya menyerah. Menteri Dalam Negeri Datuk Seri Hishammuddin mengizinkan demonstrasi di Masjid Kampoeng Baroe. ”Kami telah menghadapi situasi seperti ini sebelumnya. Kalau tak diizinkan, akan menimbulkan reaksi emosional,” ujar Hishammuddin.
Meski dianggap menyuarakan kepentingan Islam, justru sikap ini tak disetujui Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Bendahara partai itu, Muhammad Ramli, menilai kata ”Allah” boleh digunakan agama mana pun. ”Itu sah dipakai siapa saja,” kata orang nomor tiga di partai oposisi pemerintah itu kepada Tempo. Apalagi Malaysia bukanlah negara Islam, melainkan anggota persemakmuran Inggris.
Ramli justru heran, karena sikap melarang pemakaian nama itu dilakukan oleh pemerintah dan ormas pendukung partai pemerintah, UMNO. Dia tak berani berspekulasi bahwa masalah ini merupakan isu politik yang diembuskan UMNO untuk memecah Pakatan Rakyat. Tapi, menurut dia, dari pernyataan pemerintah yang tak bisa melarang demonstrasi, dan organisasi yang melakukan unjuk rasa adalah yang dekat dengan partai pemerintah, ”Rasanya indikasinya memang ke arah sana.”
Sebab, menurut dia, bila memang ingin menyelesaikan masalah, bukan dengan cara membiarkan demonstrasi. ”Cara ini cuma mengundang masalah baru, membakar emosi umat muslim dan nonmuslim.” Umat Kristen yang gerejanya dibakar bisa saja melakukan tindakan balasan.
Bila pemerintah memang ingin menyelesaikan kisruh ini, semestinya umat Kristen diajak bicara. ”Jalan paling baik musyawarah.” Sambil membuktikan kepada masyarakat Kristen Malaysia bahwa pembakaran itu adalah tindakan kriminal. ”Ungkap, tangkap pelakunya,” katanya.
Yophiandi, Dimas (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo