LIMA pesawat AWACS (Airborne arning and Control Systems) yang
dipesan Arab Saudi tampak masih akan nongkrong di hanggar
Boeing--perusahaan yang membuat kapal terbang intai itu. Izin
"tinggal landas", walau pesawat tersebut sudah siap untuk
diterbangkan ke negara pemesan, masih belum diberikan oleh Senat
Amerika Serikat. "Penjualan pesawat AWACS kepada Saudi akan
mengancam keselamatan Israel," kata Senator Paul Laxalt, wakil
Republik dari Nevada. Ia didukung oleh 50 senator lainnya
--separuh dari jumlah anggota Senat AS.
Presiden Ronald Reagan, di Washington, pekan lalu, menilai
kekhawatiran Laxalt berlebihan. Ia menjamin penjualan pesawat
AWACS, juga perlengkapan militer lainnya, tidak akan menjadi
unsur ancaman bagi Israel, sekarang maupun nanti. "Pesawat AWACS
tersebut dibutuhkan Saudi untuk melindungi wilayah mereka
terhadap kemungkinan serangan musuh tiba-tiba," ujar seorang
pejabat Departemen Pertahanan AS. "Terutama ladang minyak."
Waktu perang Irak-Iran meletus, September 1980, AS meminjamkan
empat pesawat AWACS kepada Saudi guna memonitor perkembangan di
negeri tetangganya itu untuk kepentingan keamanan dalam negeri.
Jaminan Reagan diberikan untuk melunakkan senator "penentang".
Jika kelompok oposisi itu masih tak mengubah sikap, otomatis
penjualan peralatan militer seharga US$ 8,5 milyar kepada Saudi
akan batak Sebab setiap kebijaksanaan pemerintah, terutama
menyangkut hubungan luar negeri, keabsahannya diakui setelah
mendapat persetujuan mayoritas senator.
Pemungutan suara akan dilakukan di Kongres, gabunan Senat dan
House of Representative. Waktunya belum diketahui pasti. Tapi
Kongres, berdasarkan undang-undang AS, diberi tempo 30
hari-untuk kasus ini terhitung dari 1 Oktober - buat melakukan
pemungutan suara tersebut.
Senator John Glenn, wakil Demokrat dari Ohio, masih meragukan
jaminan Reagan. Bekas astronaut itu menyebut syarat penjualan
peralatan militer untuk Saudi itu--kendati beberapa di antaranya
telah diubah pemerintah --masih belum dapat disetujui Senat.
Glenn tidak memperinci klausul yang masih jadi hambatan. Tapi
mungkin, antara lain, klausul itu menyebut agar pesawat AWACS
tidak dioperasikan langsung oleh pilot Saudi.
Gemilang
Keberatan Senat untuk meratifikasi penjualan pesawat dan senjata
itu tak pelak lagi hasil desakan kelompok orang Yahudi di dekat
para wakil rakyat. Keberatan yang disampaikan Laxalt, juga
senator lainnya, tak banyak berbeda dengan keberatan yang
diutarakan PM Israel Menachem Begin. Kelompok Yahudi itu,
dipimpin oleh Rabbi Alexander Schindler, telah banyak memainkan
peran mempengaruhi senator dalam menyetujui atau menolak
kebijaksanaan Pemerintah AS, terutama keputusan yang ada
hubungannya dengan kepentingan Israel.
Alasan kecemasan Israel: pesawat AWACS itu dapat mendeteksi
serangan udara dari radius 320 km--radar darat cuma sampai
kejauhan 32 km -- dan mampu bertahan di udara selama 10 sampai
12 jam tanpa mengisi bahan bakar. Mengenai keampuhannya, pesawat
AWACS ini pernah diuji dalam latihan pertempuran udara terbesar
AS, 1976, dan hasilnya gemilang. Pesawat AWACS yang ditugasi
mengendalikan 134 kapal terbang berbagai jenis mampu
"mengalahkan" 274 pesawat "musuh".
Israel juga punya kecemasan lain Saudi tak cuma membeli lima
pesawat AWACS. Negeri petrodollar terkaya itu juga memasukkan ke
dalam paket pembeliannya delapan pesawat tangki Boeing 707 serta
62 pesawat tempur F-15 (Eagle). Khusus untuk F-15, Saudi minta
agar pesawat itu dilengkapi dengan tangki tambahan serta peluru
kendali udara-ke-udara Sidewinder. Yang terakhir ini baru:
Angkatan Laut AS, ketika merontokkan dua pesawat Sukhoi-22 Libya
di Teluk Sidra, Agustus yang lalu, memakai peluru kendali
sejenis. Saudi memesan 1.177 buah Sidewinder.
Tak cuma kelompok "Lobi Yahudi" yang aktif di AS untuk
menggagalkan pesanan Saudi itu. Juga Duta Besar Israel Nachman
Shai. Mereka optimistis usaha itu akan berhasil. Dalih mereka
menggertak AS: pesawat F-15 bertangki ekstra itu, lebih jika
ditempatkan di pangkalan militer Saudi di Tabuk, dekat
perbatasan Israel, akan mampu menyelusup sampai jauh ke
pedalaman negeri Yahudi tersebut. "Ini membahayakan sekali,"
kata Shai.
Saudi juga tak tinggal diam dalam mendapatkan pesawat AWACS
maupun pesawat F-15. Tidak disebutkan "kartu" yang mereka pakai.
"Yang pasti, kami akan menolak sekiranya pesawat AWACS itu tidak
dilengkapi dengan peralatan mutakhir," kata jurubicara Angkatan
Bersenjata Saudi. Ia menambahkan jika mereka mau menerima syarat
AS, tentang pengurangan palengkapan tertentu, sudah lama pesawat
AWACS diterima Saudi.
Muncul Ingris
Ketidakpastian pengiriman pesawat AWACS dari AS telah
dimanfaatkan oleh Inggris. PM Margaret Thatcher, yang singgah di
Bahrain dalam pajalanan ke Australia, dua minggu lalu menyatakan
Inggris bersedia menjual pesawat radar Nimrod kepada Saudi
seandainya pengiriman pesawat AWACS batal. Negeri yang sedang
butuh meluaskan padagangan itu juga menawarkan senjata kepada
enam negara di Teluk Persia, seperti Kuwait, Emirat Arab dan
lainnya.
Tak hanya Inggris yang melirik ke Saudi. Juga Prancis dan Jerman
Barat. Presiden Prancis Francois Mitterand yang tiba di Taif,
Saudi, akhir September dikabarkan akan maundingkan kembali
kontrak penjualan senjata sebesar US$ 4 milyar yang
terkatung-katung. Perjanjian ini ditandatangani di zaman
Presiden Valery Giscard d'Estaing, pendahulu Mitterand. Dalam
kontrak tercantum, antara lain, pembelian kapal meriam,
helikopter, kendaraan lapis baja, dan lain-lain.
Tanggapan Saudi terhadap penawaran Inggris, Prancis, maupun
Jerman Barat belum terdengar. Tapi Reagan setelah mendengar
Inggris manawarkan pesawat Nimrod, setaraf dengan pesawat AWACS,
langsung memberikan reaksi. Ia menegaskan pemerintah tetap akan
mempertahankan rencana penjualan pesawat AWACS kepada Saudi.
"Penjualan pesawat AWACS merupakan masalah dalam negeri Amerika
Serikat," kata Reagan. "Semua tantangan terhadap hal ini,
terutama yang datang dari luar negeri, tidak bisa diterima."
Sasaran kecarnan Reagan adalah Israel.
Jika Kongres, bersidang Oktober ini, menyetujui kebijaksanaan
Reagan, maka pesawat AWACS serta perlengkapan lainnya akan tiba
di Saudi, 1985. Jika tidak, Amerika akan kehilangan kesempatan
dagang, juga mungkin sekutu. Tapi Israel akan membuktikan sekali
lagi dengan itu, bahwa "masalah dalam ncgeri Amerika Serikat"
masih tetap dapat dicampurinya, dengan mudah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini