Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jadilah ABRI Yang Demikian

Perayaan hari lahir ABRI yang ke-36 di Teluk Cigading, Cilegon. Menurut presiden, ABRI tidak akan meluncur pada kekuasaan otoriter. Lagi-lagi HUT ABRI meriah & berhasil.

10 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUKSES itu terulang lagi. Tahun lalu ratusan ribu rakyat selama beberapa jam rela menjemur diri guna menyaksikan perayaan ulang tahun ABRI yang ke-35 di jalan bebas hambatan Jagorawi, Cibubur. Tahun ini pun begitu juga. Sekalipun perayaan hari lahir ABRI 5 Oktober tahun ini diselenggarakan di Teluk Cigading, di kaki Bukit Maramang, sekitar 6 km dari Kota Cilegon, Jawa Barat, perhatian masyarakat ternyata tetap bukan main. Puluhan ribu orang datang membanjir dari Bandung, Bogor, Jakarta serta beberapa daerah lain sekitar Cilegon dan tiba di Cigading sejak Minggu malam. Para undangan VIP dari Jakarta diangkut dengan belasan helikopter -- suatu hal yang pertama kalinya terjadi. Pengangkutan cuma-cuma buat masarakat Jakarta yang ingin hadir di Cigaling -- sembilan gerbong kereta api serta lebih dari seratus truk dan bis-ternyata tak mencukupi. Ribuan orang yang kecewa terpaksa pulang dibekali kata-kata hiburan para petugas "agar menonton lewat televisi saja". Apa yang mendorong ribuan orang itu ingin menyaksikan peringatan Hari ABRI? ABRI telah benar-benar menempati hati rakyat? Masyarakat ingin menyaksikan perkembangan persenjataan ABRI? Atau karena perayaan itu memang tontonan yang memikat? Seperti perayaan tahun lalu, banyak yang bisa ditonton dan dibanggakan dalam peringatan Hari ABRI ke-36 tahun ini. Serupa tahun lalu, unsur-unsur TNI-AD, TNI-AU dan Polri memamerkan peralatan dan persenjataan mutakhirnya. Teluk Cigading, sekitar 3 jam perjalanan darat dari akarta, tahun ini terpilih sebagai lokasi karena dalam peringatan tahun ini unsur TNI-AL ikut memamerkan kebolehannya. Ada 37 kapal TNI-AL serta beberapa helikopter, pesawat Nomad dan pesawat DC-3 Dakota arrnada TNI-AL yang mengikuti demonstrasi operasi laut penunjang pendaratan ini--termasuk juga satu batalyon Marinir Pendarat dan satu kompi Marinir Intai Amfibi. Defile Ulang Acara yang paling menarik perhatian agaknya munculnya dua kapal selam ALRI, KRI Cakra dan KRI Nanggala, serta free-fan dari pesawat C47 Hercules dan waterjump para anggota Intai Amfibi dari pesawat helikopter. Enam anggota Marinir setelah mendarat menyerahkan kenang-kenangan untuk Presiden dan Nyonya: Sebuah miniatur kapal selam berwarna keemasan dalam kotak kaca untuk Pak Harto, dan karangan bunga karang juga dalam kotak kaca untuk Ny. Tien. Hadirin bertepuk meriah. Acara ketangkasan unsur laut tersebut diakhiri dengan kunjungan Presiden, Wapres, Menhankam, Wapangab serta kepala staf keempat angkatan ke KRI Nala yang merapat ke dermaga. Beberapa kapal lain ikut merapat, memberi kesempatan hadirin naik dan menyaksikan keadaan dalam kapal-kapal tersebut. Dalam sambuunnya Presiden Soeharto menekankan lagi tentang pentingnya kemanunggalan ABRI dan rakyat. Ia juga mengulang penegasannya bahwa ABRI sebagai pejuang dan prajurit "tidak akan meluncur pada kekuasaan yang militeristis, otoriter atau totaliter". Penilaian rakyat terhadap ABRI, menurut Presiden, bukan pada apa yang dikatakan ABRI tetapi ditentukan oleh sikap dan perbuatan ABRI sendiri. Seluruh bangsa Indonesia, kata Presiden, menginginkan agar tampilnya ABRI di tengah rakyat di setiap tempat membuat rakyat merasa lega dan cerah wajahnya karena mereka merasa dekat dengan pelindungnya. "Jadilah ABRI yang demikian karena hal yang demikian itu wujud yang paling nyata dan paling mempunyai makna kemanunggalan ABRI dan . rakyat," ujar Presiden. Menhankam Jenderal Jusuf dalam perintah hariannya mengajak segenap tamtama, bintara dan perwira untuk merenung serta melaksanakan peran ABRI sebagai "penggerak persatuan bangsa dalam wadah negara Republik Indonesia". Karena itulah, menurut Menhankam, peringatan Hari ABRI ke-36 tahun ini diwarnai dengan tema "ABRI memperkokoh ketahanan nasional dengan meningkatkan persatuan bangsa dan negara Republik Indonesia". Satu hal yang rupanya mengecewakan masyarakat yang hadir di Cigading Senin lalu adalah sulitnya pengangkutan untuk pulang. Kegembiraan dan kekaguman meeka buyar begitu tahu kurangnya kendaraan yang tersedia. Jalanan macet total. Iringan jalan kaki ribuan pengunjung memadati dan menutupi jalan. Tak sedikit bis yang mengangkut para undangan dilempari batu karena menolak berhenti. Dilihat dari besarnya perhatian itu, peringatan 5 Oktober tahun ini merupakan sukses besar. Agaknya untuk mengobati kekecewaan masyarakat Jakarta yang tak bisa datang ke Cigading, pimpinan Hankam menyelenggarakan defile ulang dari Senayan ke Lapangan Monas pada 6 Oktober--suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus