SUKSES itu terulang lagi. Tahun lalu ratusan ribu rakyat selama
beberapa jam rela menjemur diri guna menyaksikan perayaan ulang
tahun ABRI yang ke-35 di jalan bebas hambatan Jagorawi,
Cibubur. Tahun ini pun begitu juga.
Sekalipun perayaan hari lahir ABRI 5 Oktober tahun ini
diselenggarakan di Teluk Cigading, di kaki Bukit Maramang,
sekitar 6 km dari Kota Cilegon, Jawa Barat, perhatian
masyarakat ternyata tetap bukan main. Puluhan ribu orang datang
membanjir dari Bandung, Bogor, Jakarta serta beberapa daerah
lain sekitar Cilegon dan tiba di Cigading sejak Minggu malam.
Para undangan VIP dari Jakarta diangkut dengan belasan
helikopter -- suatu hal yang pertama kalinya terjadi.
Pengangkutan cuma-cuma buat masarakat Jakarta yang ingin hadir
di Cigaling -- sembilan gerbong kereta api serta lebih dari
seratus truk dan bis-ternyata tak mencukupi. Ribuan orang yang
kecewa terpaksa pulang dibekali kata-kata hiburan para petugas
"agar menonton lewat televisi saja".
Apa yang mendorong ribuan orang itu ingin menyaksikan peringatan
Hari ABRI? ABRI telah benar-benar menempati hati rakyat?
Masyarakat ingin menyaksikan perkembangan persenjataan ABRI?
Atau karena perayaan itu memang tontonan yang memikat?
Seperti perayaan tahun lalu, banyak yang bisa ditonton dan
dibanggakan dalam peringatan Hari ABRI ke-36 tahun ini. Serupa
tahun lalu, unsur-unsur TNI-AD, TNI-AU dan Polri memamerkan
peralatan dan persenjataan mutakhirnya.
Teluk Cigading, sekitar 3 jam perjalanan darat dari akarta,
tahun ini terpilih sebagai lokasi karena dalam peringatan tahun
ini unsur TNI-AL ikut memamerkan kebolehannya. Ada 37 kapal
TNI-AL serta beberapa helikopter, pesawat Nomad dan pesawat DC-3
Dakota arrnada TNI-AL yang mengikuti demonstrasi operasi laut
penunjang pendaratan ini--termasuk juga satu batalyon Marinir
Pendarat dan satu kompi Marinir Intai Amfibi.
Defile Ulang
Acara yang paling menarik perhatian agaknya munculnya dua kapal
selam ALRI, KRI Cakra dan KRI Nanggala, serta free-fan dari
pesawat C47 Hercules dan waterjump para anggota Intai Amfibi
dari pesawat helikopter. Enam anggota Marinir setelah mendarat
menyerahkan kenang-kenangan untuk Presiden dan Nyonya: Sebuah
miniatur kapal selam berwarna keemasan dalam kotak kaca untuk
Pak Harto, dan karangan bunga karang juga dalam kotak kaca untuk
Ny. Tien. Hadirin bertepuk meriah.
Acara ketangkasan unsur laut tersebut diakhiri dengan kunjungan
Presiden, Wapres, Menhankam, Wapangab serta kepala staf keempat
angkatan ke KRI Nala yang merapat ke dermaga. Beberapa kapal
lain ikut merapat, memberi kesempatan hadirin naik dan
menyaksikan keadaan dalam kapal-kapal tersebut.
Dalam sambuunnya Presiden Soeharto menekankan lagi tentang
pentingnya kemanunggalan ABRI dan rakyat. Ia juga mengulang
penegasannya bahwa ABRI sebagai pejuang dan prajurit "tidak akan
meluncur pada kekuasaan yang militeristis, otoriter atau
totaliter". Penilaian rakyat terhadap ABRI, menurut Presiden,
bukan pada apa yang dikatakan ABRI tetapi ditentukan oleh sikap
dan perbuatan ABRI sendiri.
Seluruh bangsa Indonesia, kata Presiden, menginginkan agar
tampilnya ABRI di tengah rakyat di setiap tempat membuat rakyat
merasa lega dan cerah wajahnya karena mereka merasa dekat dengan
pelindungnya. "Jadilah ABRI yang demikian karena hal yang
demikian itu wujud yang paling nyata dan paling mempunyai makna
kemanunggalan ABRI dan . rakyat," ujar Presiden.
Menhankam Jenderal Jusuf dalam perintah hariannya mengajak
segenap tamtama, bintara dan perwira untuk merenung serta
melaksanakan peran ABRI sebagai "penggerak persatuan bangsa
dalam wadah negara Republik Indonesia". Karena itulah, menurut
Menhankam, peringatan Hari ABRI ke-36 tahun ini diwarnai dengan
tema "ABRI memperkokoh ketahanan nasional dengan meningkatkan
persatuan bangsa dan negara Republik Indonesia".
Satu hal yang rupanya mengecewakan masyarakat yang hadir di
Cigading Senin lalu adalah sulitnya pengangkutan untuk pulang.
Kegembiraan dan kekaguman meeka buyar begitu tahu kurangnya
kendaraan yang tersedia. Jalanan macet total. Iringan jalan kaki
ribuan pengunjung memadati dan menutupi jalan. Tak sedikit bis
yang mengangkut para undangan dilempari batu karena menolak
berhenti.
Dilihat dari besarnya perhatian itu, peringatan 5 Oktober tahun
ini merupakan sukses besar. Agaknya untuk mengobati kekecewaan
masyarakat Jakarta yang tak bisa datang ke Cigading, pimpinan
Hankam menyelenggarakan defile ulang dari Senayan ke Lapangan
Monas pada 6 Oktober--suatu hal yang belum pernah terjadi
sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini