Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Cara Rakyat Melawan Junta

Gerakan pembangkangan sipil terus berjalan di Myanmar. Masyarakat menolak membayar pajak dan tagihan listrik. Pendapatan negara anjlok dan harga dolar melambung.

2 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Personel militer berpartisipasi dalam parade pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, 27 Maret 2021. REUTERS/Stringer/File Foto
Perbesar
Personel militer berpartisipasi dalam parade pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, 27 Maret 2021. REUTERS/Stringer/File Foto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Rakyat Myanmar menolak membayar pajak dan memboikot produk yang berhubungan dengan junta militer.

  • Pendapatan negara turun dan nilai dolar Amerika melonjak.

  • PBB memperingatkan kemungkinan negeri itu kolaps.

GERAKAN pembangkangan sipil terus bergulir di Myanmar. Sejak terjadinya kudeta militer pimpinan Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada 1 Februari lalu, ribuan pegawai negeri sipil, guru, dosen, dan buruh mogok kerja sebagai protes terhadap junta militer. Hingga akhir Agustus lalu, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), pemerintah bayangan Myanmar, mengklaim lebih dari 400 ribu pegawai negeri masih mogok dan jumlahnya terus bertambah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus