Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Hujan lebat dan banjir yang melanda negara bagian Brasil paling selatan, Rio Grande do Sul, telah menewaskan 39 orang sementara 68 lainnya masih berstatus hilang, kata pihak berwenang setempat pada Jumat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah korban jiwa diperkirakan masih akan bertambah karena puluhan orang masih belum ditemukan.
Otoritas pertahanan sipil Rio Grande do Sul juga mengatakan setidaknya 24 ribu orang terpaksa mengungsi karena badai tersebut berdampak pada lebih dari separuh 497 kota di negara bagian tersebut, yang berbatasan dengan Uruguay dan Argentina.
“Jumlah-angka ini masih bisa berubah secara signifikan dalam beberapa hari berikutnya seiring kita mendapatkan akses ke lebih banyak wilayah,” kata Gubernur Rio Grande do Sul Eduardo Leite kepada wartawan, seperti dikutip oleh ABC News.
Banjir kali ini telah melampaui banjir bersejarah yang pernah terjadi pada 1941, menurut Badan Geologi Brasil. Ketinggian air di beberapa kota mencapai titik tertinggi dalam sejarah, yang mulai dicatat hampir 150 tahun lalu, kata badan tersebut.
Jalanan berubah menjadi sungai di beberapa kota, dan jalan dan jembatan hancur. Badai juga memicu tanah longsor dan runtuhnya sebagian struktur bendungan di sebuah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) kecil.
Bendungan kedua di kota Bento Goncalves juga berisiko runtuh, kata pihak berwenang, yang memerintahkan warga setempat untuk mengungsi. Di Porto Alegre, ibu kota Rio Grande do Sul, sungai Guaiba meluap, dan jalan-jalan yang banjir menghalangi akses ke lingkungan pusat kota yang bersejarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Operator melaporkan pemadaman listrik, komunikasi dan air di seluruh negara bagian.
Hujan deras dimulai pada Senin pekan ini dan diperkirakan akan berlangsung setidaknya hingga Sabtu 4 Mei 2024, kata Marcelo Seluchi, kepala ahli meteorologi di Pusat Pemantauan dan Peringatan Bencana Alam Nasional, kepada jaringan televisi publik Brasil, Jumat.
Presiden Luiz Inacio Lula da Silva melakukan perjalanan ke Rio Grande do Sul pada Kamis untuk mengunjungi lokasi yang terdampak dan mendiskusikan upaya penyelamatan dengan gubernur. Lula pun berbicara tentang para korban banjir pada konferensi pers hari Jumat bersama Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Brasilia.
“Kata-kata pertama Menteri Fumio Kishida dalam pertemuan yang kami selenggarakan adalah solidaritas terhadap masyarakat negara bagian Rio Grande do Sul, yang menjadi korban salah satu banjir terbesar yang pernah kami alami. Belum pernah sebelumnya dalam sejarah Brasil terjadi hujan sebanyak itu di satu lokasi,” kata Lula.
Cuaca di seluruh Amerika Selatan dipengaruhi oleh fenomena iklim El Niño, suatu peristiwa alami yang terjadi secara berkala dan menghangatkan permukaan air di wilayah Pasifik Khatulistiwa.
Di Brasil, El Niño di masa lalu telah menyebabkan kekeringan di wilayah utara dan curah hujan tinggi di wilayah selatan. Para ilmuwan mengatakan cuaca ekstrem kini lebih sering terjadi akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Karina Lima, seorang ilmuwan berusia 36 tahun dan kandidat PhD bidang klimatologi di Universitas Federal Rio Grande do Sul, mengatakan kepada The Associated Press bahwa negara bagian tersebut terletak di wilayah dengan karakteristik tertentu yang memperkuat potensi destruktif El Niño.
“Model-model (iklim) telah lama memperkirakan bahwa Rio Grande do Sul akan terus mengalami peningkatan rata-rata curah hujan tahunan dan curah hujan ekstrem, yang berarti curah hujan lebih terkonsentrasi dan lebih parah,” katanya, dikutip oleh ABC News.
Pilihan Editor: Banjir yang Merendam Kawasan Brasil Selatan Menewaskan 10 Orang
REUTERS | ABC NEWS