PRANCIS ternyata tak akan mengecewakan Irak. Reaktor Nuklir
Ossirak yang dihancurkan Israel akan dibantunya membangun
kembali. Prancis! demikian Menteri Luar Negeri Claude Cheysson,
masih percaya bahwa Irak akan menggunakan energi nuklirnya untuk
maksud damai, bukan untuk tujuan militer. Dalam wawancara koran
Al Nahar (Lebanon), Cheysson juga mengungkapkan tekat Prancis
meneruskan suplai senjata ke Irak.
Israel sudah berulang kali, lewat saluran diplomatik maupun aksi
militer, berusaha sekuat tenaga menggagalkan upaya Irak memiliki
suatu reaktor nuklir. Terakhir kali, 7 Juni senja, Israel
mengerahkan enam pesawat F-15 Eagle dan delapan F-16 Fighting
Falcon menghancurkan Reaktor Ossirak, di selatan Baghdad.
Reaktor riset itu, menurut kecurigaan Israel, dipakai untuk
kepentingan pembuatan bom atom. Tapi Badan Tenaga Atom
Internasional (IAEA) yang sudah menginspeksi Reaktor Ossirak,
menyanggah anggapan buruk Israel tadi.
Apa pun tuduhan Israel, Prancis tidak ingin suplai minyak bumi
(crude oil) dari Irak terganggu. Prancis semula mengimpor dari
Irak 20% kebutuhan minyak buminya. Sebagai imbalan, berdasarkan
perjanjian November 1975. Prancis bersedia menjual teknologi
nuklirnya untuk Irak. Dan perjanjian itu masih akan dilanjutkan
rupanya. Lagi pula soal nuklir jadi bisnis besar bagi Prancis
yang hebat persaingannya antara sesama negara industri maju.
Sementara itu pekan lalu IAEA secara mendadak memecat Roger
Richter. Ia pernah ditugasi menjadi pengawas atas pemakaian
reaktor nuklir di Irak dan Israel. Ia dianggap bersalah karena
tanpa setahu atasannya ia memberikan suatu dokumen rahasia IAEA
di bidang pengamanan nuklir kepada suatu delegasi diplomatik
Amerika yang berkunjung ke Wina. Ia juga dinilai lancang karena
mempertanyakan efektivitas sistem pengawasan IAEA sebelum Komite
Hubungan Luar Negeri Senat AS memulai sidangnya.
IAEA memang tidak mempunyai wewenang menindak negara-negara yang
tidak menandatangani NPT (Non-Proliferation Treaty) 1968. Karena
tidak terikat perjanjian itulah, Prancis, RRC, India, Pakistan,
Argentina, Brazilia dan Israel, misalnya, dengan bebas melakukan
percobaan peledakan bom atom. Israel dikabarkan bekerjasama
dengan Afrika Selatan -- sebagai penyedia Uranium -- meledakkan
bom atom di Gurun Kalahari, Afrika. India menyelewengkan bahan
bakar Uranium untuk Pusat Listrik Tenaga Nuklir Tarapur dari AS
buat membuat bom atom -- dan berhasil diledakkannya tahun 1974.
Prancis diberitakan tengah mengadakan perundingan dengan Mesir
untuk membangun dua reaktor pembangkit tenaga listrik
berkekuatan 900 MW. Dengan AS pun, Mesir telah menandatanani
persetujuan program pembelian delapan reaktor nuklir dalam tempo
20 tahun. Dalam perjanjian itu, Mesir hanya akan menerima jenis
reaktor yang tidak akan mampu menghasilkan Plutonium 239 dan
akan menerima Uranium 235 yang tidak diperkaya.
AS berusaha semaksimal mungkin mengurangi penyalahgunaan
teknologi nuklir oleh negara berkembang. Tapi usaha pencegahan
semacam ini tak membuahkan hasil baik. Contohnya India,
sekalipun AS sudah membatasi pengiriman Uranium 238, masih bisa
meledakkan bom atom.
"Sesungguhnya setiap bangsa (yang mempunyai reaktor nuklir) kini
mampu membuat bom atom," kata Hans Grumm, Wakil Dirjen IAEA
seperti dikutip Time Pada saat ini terdapat 340 reaktor riset
dan 475 reaktor pembangkit listrik yang sudah beroperasi maupun
sedang dibangun di 46 negara. Jika mereka saling berlomba
membuat bom atom, dunia pasti akan semakin kisruh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini