Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Huru hara mengepung inggris

Kerusuhan dibeberapa kota di inggris. aksi campuran kaum kulit berwarna dan putih. pengangguran adalah salah satu sebab timbulnya kerusuhan tersebut. polisi disiagakan berjaga-jaga.

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERUSUHAN meledak lagi di berbagai kota di Inggris. Dan kali ini bukan hanya kalangan kulit hitam yang terlibat. Di berbagai kerusuhan banyak kaum kulit putih yang ikut merampoki toko. Michael MacCuire, seorang pemuda kulit putih yang berumur 15 tahun, lolos dari kepungan polisi. Ia berhasil membawa beberapa bungkus rokok dan beberapa botol bir. "Anda bisa mendapatkan seperti ini asal saja mau masukke toko dan mengambil apa yang anda mau. Semua orang bisa melakukannya," ujar MacGuire. Bersama temannya -- seoran pemuda kulit hitam, Raymond Fowles, 14 tahun -- ia tertawa ketika menceritakan peristiwa yang berlangsung di Liverpool ini, yaitu aksi campuran kaum kulit berwarna dan putih. "Ini semua karena kesalahan polisi. Mereka usik kami, terutama kaum kulit hitam," ujar Fowles. Keduanya adalah anak kelahiran Toxteth, suatu daerah slum yang paling jorok di Liverpool. Memang, kepahitan hidup masyarakat Toxteth ini salah satu penyebab timbulnya huru-hara. Mereka mendiami suatu daerah yang kurang air dan penuh dengan pabrik yang bangkrut. "Mereka mengalami semacam kegersangan spiritual yang berlipat ganda" tulis Peter Jenkins di Mingguan Guardian. Apalagi tingkat pengangguran di Toxteth tergolong yang paling besar. Sekitar 40% dari angkatan kerja di kota itu menganggur, dibandingkan dengan di seluruh Inggris berkisar 11%. Kerusuhan yang melanda Liverpool ini memang tak kepalang tanggung. Pada hari ketiga, 7 Juli, para perusuh menyerhu supermarket dan membakar gedung. Sedikitnya 20 bangunan yang hancur karena dibakar. Dan untuk mencegah herkembangnya kerusuhan itu, 2000 orang polisi. Yang biasa dikenal dengan panggilan bobby dikerahkan ke daerah itu. Tapi perlawanan kalangan perusuh ternyata cukup keras. Mereka melempari polisi dengan batu dan botoL Akibatnya tak kurang dari 225 orang polisi luka-luka. Sementara itu kaum perusuh punya jaringan yang kuat juga. Melalui radio mereka menghubungi satu sama lain, memberitahukan daerah mana yang dijaga keras oleh polisi. Di samping itu mereka juga mengirim pesan ke kota lain. Tak kurang dari 20 daerah semacam Toxteth yang ada di London, Birming ham, Bradford, Leicester, Nottingham dan Menchester kemudian juga ikut terancam kerusuhan. Di Manchester, sekitar 500 orang pemuda menyerbu toko-toko. Ada yang membakari toko, ada pula merampoknya. Menurut polisi, lebih 60% dari perusuh itu adalah orang kulit putih. Dan dari berbagai kerusuhan yang menyolok adalah perlawanan mereka terhadap polisi. Ini terutama terlihat di Southall, bagian barat London. Malam itu (3 Juli) timbul kerusuhan antara komplotan pemuda kulit putih yang dikenal dengan nama Skinheads (kepala gundul) dan komplotan pemuda Asia. Itu terjadi di sebuah pub, tempat kesukaan orang Inggris minum bir. Melihat perkelahian antara kedua kelompok itu, polisi langsung turun tangan. Namun ketika polisi mendekat, kedua komplotan itu semacam bersatu mengeroyok polisi. Polisi yang hanya bersenjatakan pentungan itu hampir tak berdaya menghadapi keduakomplotan itu. Akibatnya 60 orang polisi luka-luka. Di berbagai tempat lain, kaum perusuh juga melempari mobil patroli ataupun pos polisi. Bahkan mereka juga membajak ambulan untuk mengangkut barang hasil rampokan. Persoalan Rasial Kerusuhan yang meluas ke berbagai kota itu tentu saja merisaukan PM Margaret Thatcher. Apalagi terlibat generasi muda. Menurut Pendeta David Valentine, banyak di antara mereka yang berumur di bawah 17 tahun."Pemerintah dan Parlemen bisa saja membuat undang-undang, polisi dan pengadilan bisa menegakkannya. Tetapi sebuah masyarakat merdeka hanya bisa berjalan jika orang mau mematuhinya, dan mengajari anak-anaknya untuk mematuhi undang- undang," kata PM Thatcher. Ia kemudian mengusulkan agar orang tua yang anaknya terlibat dalam aksi kerusuhan bisa dihukum denda. Tapi seorang tokoh konserfatif, Enoch Powell, tak melihat bahwa kerusuhan ini semata-mata karena kenakalan remaja. "Ini persoalan rasial," ujarnya. Ia mencoba mengkambinghitamkan 2 juta penduduk kulit berwarna yang menetap di Inggris. Powell, anggota parlemen dari Partai Ulster Unionist, 13 tahun yang lalu pernah meramalkan bahwa kehadiran orang kulit berwarna akan 'membikin banjir darah'. Di tengah menghangatnya kerusuhan itu, kaum konserfatif menyerukan betapa perlunya ditegakkan hukum. Mereka menghimbau para orangtua agar mening katkan disiplin anak-anak mereka. Di samping itu mereka juga mendesak agar polisi diberi perlengkapan yang memadai untuk menghadapi setiap kerusuhan. Adalah untuk pertama kalinya bom air mata jenis CS (bikinan Corson & Stoughton) digunakan dalam menghadapi kerusuhan pekan lalu itu. Selama ini bom air mata jenis itu hanya digunakan melawan teroris bersenjata, seperti yang terjadi di Irlandia Utara. Tokoh masyarakat seperti Hilary Hodge, anggota Dewan Kota Liverpool, mengatakan bahwa kejadian serupa ini bisa terjadi jika masyarakat sudah kehilangan harapan. Dan tokoh oposisi dari Partai Buruh, Dennis Healey, tetap menuduh bahwa pengangguran sebagai sebab utama timbulnya kemarahan kaum muda ini. Yang jelas sampai hari Minggu lalu, 700 orang sudah ditahan dan 500 orang polisi cidera akibat kerusuhan yang terjadi di 19 kota. Sementara itu di seluruh Inggris, polisi dinyatakan dalam keadaan siaga khusus. Menteri Dalam Negeri, Wiliiam Whitelaw bahkan mengumumkan larangan berpawai selama sebulan, kecuali bagi upacara keagamaan, pendidikan dan festival. Dengan kata lain, upacara perkawinan Pangeran Charles dan Lady Diana yang akan berlangsung 29 Juli tidak terkena larangan ini. Tapi siapa sesungguhnya di belakang kerusuhan ini? Beberapa koran di London, melemparkan tuduhan bahwa gerakan ini didalangi oleh kelompok Trotskyist dan ekstrim kiri. "Sebagian besar dari kita tidak menyangka kalau hal serupa ini akan terjadi di negara kita," kata PM Thatcher.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus