DI tengah eluan massa yang menyambutnya bagaikan seorang raja,
di manapun ia berkampanye menjelang pemilu 30 Juni di Israel,
Ketua Partai Likud Menachem Begin memperkenalkan dirinya tak
lebih dari seorang hamba saja. Pekik rakyat "Begin, Raja
Israel", selalu dijawabnya: "Saya adalah seorang abdi, bukan
seorang monarkis. Jika kalian mencintai saya, jangan panggil
saya raja. Tapi pilihlah saya di hari pencoblosan nanti."
Saingan utama Begin, yang punya peluang sama untuk jadi perdana
menteri (PM), adalah Ketua Partai Buruh Shimon Peres.
Ternyata Begin, 67 tahun, masih punya kemungkinan untuk memimpin
Israel -- minimal sampai pemilu 1985. Likud berhasil mengungguli
saingan utamanya sekalipun dengan perbedaan satu kursi. Ketika
hasil penghitungan suara diumumkan pekan lalu, Partai Likud
mendapat 48 (naik dari 43 semula) kursi. Sedang Partai Buruh
memperoleh 47 kursi (naik dari semula 32 kursi). "Kalau saja
waktu kampanye lalu kami tidak diteror, belum tentu Partai Likud
menang," ujar Peres. Ia menuding Begin bagai orang yang
bertanggungjawab terhadap teror yang dialamatkan kepadanya.
Kampanye pemilu 1981 di Israel telah jadi semacam arena "jual
kecap" terburuk sepanjang 33 tahun sejarah republik itu. Peres
selama berkampanye berulang kali menjadi sasaran lemparan telor
dan tomat busuk dari kelompok pemuda tak dikenal. Hampir tak
ada kampanye Partai Buruh yang aman dari gangguan tangan-tangan
jahil. Tuduhan itu dibantah Begin. "Saya tidak mengurusi dan
juga tidak mau mengganggu urusan rumahtangga orang lain," kata
Begin.
Untuk memerintah Israel diperlukan mayoritas 61 dari 120 kursi
di Knesset (parlemen). Begin tampaknya akan bisa memperoleh
dukungan dari kelompok kecil lain, sedikitnya 13 suara
tambahan di parlemen. Partai Buruh pagi-pagi sudah menyatakan
menolak bekerja sama dengan Partai Likud. "Perbedaan pendapat
antara Partai Likud dan kami terlalu besar," kata Peres. Partai
Buruh rupanya lebih suka tetap jadi oposisi, tanpa berusaha
membentuk pemerintahan koalisi.
Dukungan yang dibutuhkan Begin diperkirakan akan datang dari
Partai Agama Nasional (NRP) yang memperoleh enam kursi, Partai
Agudat Israel empat kursi, Partai Tami tiga kursi, Partai Tehiya
dua kursi, dan Partai Telem satu kursi. "Memerintah dengan
mayoritas terbatas bukan alasan untuk bersedih," kata Begin.
'Toh dengan kelebihan sau suara saja sudah cukup kekuatan
untuk mengerjakan roda pemerintaham' Partai-partai tadi juga
membantu Begin dalam pemerintahan lalu.
Selama tiga dekade sejarah Israel memang baru dua kali
pemerintah mendapat dukungan penuh semua partai. Pertama kali
beberapa saat sebelum perang 1967, sewaktu Levi Eshkol menjadi
PM. Kedua kalinya, tahun berikutnya, dalam masa pemerintahan
Golda Meir yang menggantikan Eshkol. Pada masa Eshkol dan Meir,
keduanya tokoh Likuid, banyak anggota partai mereka pun
menduduki jabatan menteri. Bahkan Begin sendiri adalah anggota
kabinet Fishkol.
Tertariknya partai-partai kecil berkoalisi dengan Likud diduga
karena masalah nasional yang dilontarkan Begin. Ketua Partai
Likud itu berjanji bahwa pemerintahnya akan memlperluas daerah
pemukiman bagi bangsa Yahudi di kawasan Tepi Barat Yordania yang
diduduki Israel sejak tahun 1967. "Sasaran utama kita ialah
mengirimkan sebanyak mungkin orang Yahudi bermukim di sana,"
ujar Begin. Ini membuat dirinya populer di kalangan rakyat.
Serangan mendadak Israel ke reaktor nuklir Irak di masa kampanye
juga jelas membantu posisi Begin dalam pemilu.
"Saya mencintai Begin lebih dari ayah kandung sendiri," ujar
seorang sopir bis, yang mengaku selalu menghadiri kampanye Begin
di pelosok mana pun diadakan. Sopir ini mengaku tinggal di
Haifa. Peres dinilainya paling banter bisa memberikan janji.
Tak hanya rakyat Israel yang menaruh harapan pada Begin. Juga
tokoh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasir Arafat. Bagi
orang Palestina, menurut Arafat, lebih disukai Begin yang
memimpin Israel dibanding Peres. Sebab Begin, demikian Arafat
tidak neko-neko sebagaimana Peres. "Terpilihnya kembali Begin
akan berakibat baik bagi bangsa Arab," kata Arafat dalam suatu
wawancara Newsweek. Adalah Begin yang menandatangani perjanjian
damai dengan Presiden Mesir Anwar Sadat di Camp David, Amerika
Serikat.
Dunia Arab, terutama Mesir, memang menaruh perhatian sekali
terhadap kelangsungan pemerintahan Begin. Dalam perjanjian Camp
David, tiga uhun lalu, disebutkan bahwa Israel akan
mengembalikan sisa Semenanjung Sinai kepada Mesir, April 1982.
Kalau Peres yang berkuasa, bukan tidak mungkin persetujuan
Israel-Mesir itu mentah lagi.
Tapi bagi Lebanon tampaknya akan sama saja -- selalu diserang
pasukan Israel. Bahkan Minggu kemarin suatu serangan militer
Israel terbesar kembali dilancarkan ke desa El Nahme -- 15 km di
selatan Beirut. Diperkirakan 25 orang tewas dan luka-luka.
Persoalan utama bagi Begin ialah apakah pemerintahannya mampu
menyehatkan ekonomi negeri. Saat ini laju inflasi di Israel
selalu melonjak, mencapai 130%. Anggaran belanjanya banyak
dipergunakan untuk masalah keamanan. Jika masalah ini tidak
cepat teratasi oleh Begin, para pengamat politik memperkirakan
suatu keguncangan di Israel tak akan terelakkan lagi. Tidak
mustahil kabinet Begin akan jatuh dibuatnya.
Peres melihat masalah dalam negeri Israel ini tak mungkin dapat
diselesaikan Begin. Mereka yang mengelu-elukan Begin dalam
kampanye pemilu, katanya, akan berdemonstrasi di jalan raya.
Maka ia cenderung menjadi oposisi sambil menunggu peluang dalam
pemilu berikut-diduganya tahun depan.
Hasil pemilu 1981 bagi Partai Buruh cukup menggembirakan
sebenarnya. Sebanyak 47 kursi yang diperolehnya itu suatu
kenaikan menyolok dari hasil pemilu 1977, cuma 32 kursi.
Tambahan jumlah kursi tidaklah seberapa bagi Likud, walaupun
partai ini bisa tetap berkuasa. Keunggulannya tipis sekali, dan
guyah .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini