Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Biar iblis asal dikenal

Rakyat singapura lebih suka memilih pap ketimbang memilih partai lain. partai yang didirikan para intelektual muda ini mengalami pasang surut dan sempat membentuk solidaritas malaysia.

10 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARTAI Aksi Rakyat (PAP) tetap tak tergoyahkan di pentas politik Singapura. Sabtu pekan lalu, partai yang telah memerintah Negara Pulau berpenduduk 2,6 juta jiwa itu selama hampir tiga dekade kembali memenangkan 80 dari 81 kursi di parlemen. "PAP terkadang memang bertindak bagaikan iblis. Tapi lebih baik memilih iblis yang kami kenal ketimbang orang yang tidak kami ketahui," komentar seorang warga Singapura seusai penghitungan suara. Di awal pembentukannya, 1954 partai yang dipimpin Perdana Menteri Lee Kuan Yew itu sesungguhnya sebuah partai yang rapuh dan tidak memiliki massa. Modal PAP waktu itu, tak lebih dari sejumlah intelektual muda yang bertekad memperjuangkan kemerdekaan Singapura sebagai negara berdaulat. Mereka: Lee Kuan Yew, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Cambridge, Ekonom Goh Keng Swee, dan Psikolog Toh Chin Chyeh -- ketiganya pendiri Malayan Forum, kelompok diskusi mahasiswa asal Singapura di London pada 1949, yang bertemu secara teratur membicarakan gagasan kemerdekaan Negeri Pulau itu -- serta wartawan Singapore Standard Sinnat hamby Rajaratnam, yang kala itu menjabat ketua Serikat Wartawan Singapura. Sadar bahwa mereka hanya memiliki gagasan tapi tak punya pengikut, mereka mencoba menggaet kelompok-kelompok ekstrem prokomunis, yang dekat dengan massa. Tak heran bila program utama PAP, yang didukung multiras itu, agak berbau komunis. Tak lama kemudian PAP pecah menjadi dua sayap: kelompok non dan pro-komunis. Kubu pertama dipimpin Lee Kuan Yew, dan kubu prokomunis di bawah Lim Chin Siong. Silang pendapat yang melahirkan dua kelompok yang bertentangan ini adalah soal keikutsertaan PAP memperebutkan 25 kursi Dewan Legislatif (parlemen) dalam Pemilu 1955. Kelompok Lee memilih berpartisipasi supaya bisa memperbaiki kelemahan-kelemahan Dewan Legislatif selama ini. Kubu Lim menginginkan PAP memboikot, karena mereka melihat Dewan Legislatif tak memiliki kekuasaan yang sebenarnya. Tapi akhirnya kedua kubu ikut bersaing dalam pemilu pertama itu. Tak dapat dipungkiri, di tahun-tahun awal itu, kubu komunis berhasil menarik banyak massa. Lim didukung oleh serikat-serikat buruh dan mahasiswa-mahasiswa Cina, sementara kelompok Lee mengandalkan bantuan pada orang-orang demokrat. Empat kursi yang dimenangkan PAP antara lain diduduki oleh Lee, Goh Chew Chua, Lim. Itulah lembaran awal sejarah PAP di parlemen -- yang waktu itu didominasi Partai Front Buruh di bawah pimpinan David Marshal. Kelihaian Lee berdebat, terutama menghadapi Marshal, segera mencuatkan namanya sebagai tokoh yang disegani kawan maupun lawan. Lalu rongrongan pun datang. Kelompok Lim menggalang aksi mogok di kalangan buruh dan mahasiswa Cina, yang minta korban empat nyawa. Aksi itu berbuntut dengan tuduhan pemerintahan Marshal terhadap PAP sebagai partai komunis. Kubu Lee, yang mulai merasakan bahaya unsur komunis, membantah tuduhan itu dengan menyatakan PAP murni gerakan antikolonial. Tahun 1957, pertentangan kedua kutub memuncak. Kelompok Lim, yang tidak setuju dengan penggabungan Singapura dalam Federasi Malaya, melancarkan "perang" untuk merebut posisi kunci dari tangan kubu Lee, dan berhasil. Tapi tak lama setelah mengambil alih pimpinan PAP, seluruh pemimpin kubu komunis diciduk pemerintah. Lee dan kawan-kawan kembali memimpin PAP. Kemujuran kelompok Lee berlanjut ketika PAP berhasil meraih 13 dari 32 kursi Dewan Kota yang diperebutkan pada 1957. Bendahara PAP, Ong Eng Guan, kemudian terpilih sebaai Wali Kota Singapura. Itulah pengalaman pertama -- PAP memerintah. Sejak itu, popularitas PAP, yang mencanangkan program efisiensi dan antikorupsi di pemerintahan, menanjak cepat di masyarakat. Keanggotaan partai membengkak. Khawatir terhadap penyusupan unsur-unsur komunis, Lee memberlakukan sistem peringkat bagi anggota baru. Mereka dibagi dalam empat kategori: anggota percobaan, anggota biasa, kader percobaan, dan kader utama. Dari keempat kategori itu, hanya kader utama -- diseleksi secara ketat dan memenuhi syarat-syarat tertentu -- yang dapat berperan serta dalam pemilihan Komite Sentral Eksekutif (CEC). Itulah cara yang dipakai Lee dan kawan-kawan untuk mencengkeram kontrol atas partai. Tahun 1959, ketika Inggris memberlakukan pemerintahan sendiri bagi Singapura, PAP bertekad memerintah Singapura. Lewat pemilu yang diselenggarakan tahun itu juga PAP meraih 43 kursi di Dewan Legislatif. Lee kemudian terpilih sebagai perdana menteri. Lalu segera pula terbentuk triumvirate Lee, Goh Keng Swee, dan Rajaratnam. Ketiganya kemudian dikenal sebagai "pendekar tua" (old guard) partai maupun pemerintahan. Selang dua tahun setelah Lee berkuasa PAP kembali diguncang unsur-unsur komunis, yang menyerang kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang digariskan kubu moderat, seperti merangsang pemilik modal menanamkan uang mereka pada proyek-proyek industri Singapura. Sementara itu, kelompok kiri menginginkan Singapura dibangun dengan sistem sosialis. Di tengah-tengah perselisihan kelompok Lee dan kelompok Lim itu, Tunku Abdul Rahman, pada 27 Mei 1961, mengusulkan pembentukan Malaysia merdeka, yang mencakup Federasi Malaya, Singapura, Kalimantan Utara, Brunei, dan Sarawak. Lee langsung menangkap tawaran Tunku, yang ditentang mati-matian oleh kelompok Lim itu. Kubu Lim kembali terDoiok oleh manuver yang dilakukan Lee. Manuver Lee dan kawan-kawan tak berakhir sampai di situ. Menghadapi Pemilu 1963, mereka melakukan serangkaian penangkapan terhadap unsur-unsur yang dianggap dapat membahayakan keamanan dalam negeri. Lebih dari 100 orang yang dicap sebagai unsur antipenggabungan dengan Malaysia diciduk dalam sebuah operasi dengan nama sandi "Gudang Pembeku". Akibat pencidukan, partai oposisi, Barisan Sosialis, menjadi pincang. Tapi bukan semata itu yang mengantarkan PAP memenangkan 37 dari 51 kursi parlemen. PAP memang berhasil dalam program ekonomi dan sosial mereka. Rencana pembangunan ekonomi empat tahun, yang dimulai dengan membangun kawasan industri di Jurong, berhasil. Pada 1963, pemerintahan Lee dengan bangga menyebutkan adanya surplus dana sebesar S$400 juta. Di sektor sosial, Lee, yang membentuk Badan Pengembangan Perumahan, berhasil memecahkan masalah perumahan penduduk. Sukses juga diraih Lee di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah baru dan meningkatkan jumlah guru. Pendek kata, hampir tak ada program-program pembangunan PAP yang dicela masyarakat. Tapi sayang, dalam Pemilu Malaysia 1964, PAP tak berhasil melebarkan pengaruh ke Semenanjun Malaya. Masalahnya: PAP gagal meyakinkan United Malays National Organization (UMNO), partai yang memerintah Malaysia, yang merupakan pendukung kuat MCA, partai orang-orang Cina di Semenanjung Malaya. Buntut kegagalan itu: konflik antara pemerintah pusat di Kuala Lumpur dan pemerintah Singapura segera meruyak tak lama setelah PAP bersama empat partai lainnya membentuk Konvensi Solidaritas Malaysia (MSC) dengan tuntutan "Malaysia untuk bangsa Malaysia". Dengan tuntutan itu, PAP berarti menolak dominasi politik orang-orang Melayu di pusat. Untuk menyelesaikan konflik itu, Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman mengusulkan jalan tengah: pemisahan Singapura dari Federasi Malaysia. Mula-mula usul ini ditolak mentah-mentah oleh PAP. Tapi akhirnya, pada 9 Agustus 1965, Lee memproklamaslkan kemerdekaan Singapura. Sebulan kemudian, Singapura menjadi anggota ke-115 Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tahun 1968, pemilu lagi di Singapura. PAP menang mutlak, dan sebuah era baru dalam sejarah politik Singapura dimulai. PAP menjadi partai tunggal di parlemen. Monopoli kekuasaan Dolitik PAP berlangsung hingga pemilihan selang (by election) 1981. Pemerintahan tunggal PAP merupakan "mukjizat" bagi banyak pihak. Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri berjalan pesat berkat stabilitas politik. Undang-undang perburuhan, misalnya, berhasil meniadakan pemogokan. Lalu pemerintah mulai menjadikan Singapura sebagai pusat perkapalan kedua Asia, setelah Jepang, dan berhasil. Pada 1969, Singapura menjadi pelabuhan tersibuk di kelompok negara-negara Persemakmuran. Tahun 1975, Singapura menjadi pelabuhan tersibuk ketiga di dunia, setelah Rotterdam dan New York. Selama tahun 1970-an kompleks industri Jurong menjadi pusat industri terbesar di Asia Tenggara. Di bawah pemerintahan PAP, Singapura juga sukses memperbaiki struktur sosial masyarakat. Mereka berhasil menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk dari 4,4% pada 1957 menjadi hanya 1,2% pertahun pada 1978. Tak heran jika pada Pemilu 1972 dan 1976 tak ada kandidat PAP tertandingi lawan. Bagaimanakah cara PAP mempertahankan kekuatan tak tertandingi itu? Rahasianya: sejak awal berkuasa PAP sadar harus menggerakkan dan mengontrol penduduk. Cara yang mereka lakukan, antara lain bekerja sama dengan pegawai negeri. Para abdi negara itu mereka perlukan untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintah. Selain itu, PAP juga membentuk Komite Konsultatif Warga (CCC), Komite Manajemen (MC), dan Komite Residen (RC). Ketua Komite merupakan orang pilihan, dan berada di bawah tanggung jawab perdana menteri. Karena itu, lembaga yang merupakan jalur hubungan penting antara pemerintah dan masyarakat ini sering dianggap "mata-mata pemerintah". Maka, oposisi sulit menembus rakyat, karena ketiga komite itu selalu memantau kebutuhan masyarakat untuk kepentingan PAP. Kuatnya jaringan PAP tak berarti mereka gampang memadamkan gerakan oposisi. Pada 1976, Chiam See Tong, yang mendirikan Partai Demokrat Singapura (SDP), terpilih sebagai satu-satunya wakil oposisi di parlemen. Ia berhasil mempertahankan kedudukan itu dalam pemilu, Sabtu pekan lalu. Chiam adalah satu-satunya wakil oposisi di parlemen. Pada Pemilu 1984, oposisi berhasil menambah satu kursi di parlemen: dimenangkan oleh tokoh buruh Jeyaretnam. Tapi, dua tahun kemudian Jeya, yang kalah beperkara di pengadilan, kehilangan kursinya di parlemen. Kemenangan kelompok oposisi pada Pemilu 1984, menurut pengamat, karena "PAP sudah terlalu berkuasa dan harus dikontrol". Untuk memelihara kesinambungan kepemimpinan PAP, pada tahun 1970-an, Lee bersama pucuk pimpinan partai lainnya telah menyiapkan calon-calon pengganti mereka. Calon pemimpin di masa depan itu diutamakan berusia di bawah 40 tahun diseleksi dari kalangan teknokrat, eksekutif dan akademisi yang berprestasi. "Pemimpin yang potensial adalah mereka yang mampu menggerakkan rakyat, mampu menciptakan kondisi untuk keberhasilan, dan mampu mengambil keputusan pada saat yang sulit," kata Lee. Ternyata, tidak mudah mendapat calon yang memenuhi syarat. Sebagian gugur dalam masa penelitian, sebagian lagi mengundurkan diri karena tak tahan dengan ujian yang berat. Menteri Luar Negeri Suppiah Dhanabalan, misalnya, pada 1981 juga menjabat sebagai menteri kebudayaan. Menteri Perburuhan Ong Teng Cheong merangkap menteri komunikasi Paia Januari 1980, Lee memperkenalkan pemimpin generasi kedua PAP, yang populer dengan sebutan "Gang Empat". Mereka: Goh Dhanabalan, Chen, dan Lim. Sekarang PAP sedang menyeleksi calon pemimpin generasi ketiga. Di antara generasi penerus yang memegang posisi penting pada awal 1980-an adalah Goh Chok Tong, Sekretaris PAP. Dialah yang kemudian ditugasi PAP melakukan seleksi awal pada generasi ketiga. Cara yang dilakukannya cukup unik. Kandidat yang potenslal pertama-tama diundangnya minum teh tak resmi di rumahnya. Acara ini berlangsung tiga minggu sekali. Setelah beberapa kali pertemuan, kandidat yang lulus seleksi akan diundang menghadiri beberapa pertemuan tak resmi dengan anggota tim lainnya. Seleksi berikutnya, calon akan diajak berdialog dengan kelompok inti yang beranggotakan beberapa menteri andal. Sesudah lulus, kandidat kembali harus menghadap Goh untuk kemudian diberi kesempatan ikut dalam pemilu. Proses seleksi berakhir dalam pertemuan dengan Perdana Menteri. Restu pemimpin generasi pertama merupakan keharusan. Sebelum 1984, proses pemilihan calon pemimpin PAP sangat dirahasiakan. Baru menjelang masuknya Brigjen. (BG) Lee Hsien Long, anak Lee Kuan Yew, di pentas politik, PAP merasa perlu membuka masalah seleksi kepemimpinan partai. Soalnya terjunnya BG Lee ke panggung politik, dan kemudian diberi kedudukan sebagai ketua generasi muda PAP merangkap menteri perindustrian dan perdagangan, sempat menggemparkan Singapura. Lee tua dituduh ingin menciptakan "dinasti" di Singapura. Siapa tahu. Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus