DI Malaysia, pegawai negeri ternyata bisa lebih galak dari pemerintah. Perdana Menteri Datuk Sri Mahathir Mohamad, Selasa pekan lalu, sehari sebelum aksi unjuk perasaan kedua dimulai, terpaksa melayangkan undangannya kepada kepada pimpinan Kongres Serikat Sekerja Pegawai Negeri (Cuepacs) guna membicarakan tuntutan mereka: kenaikan gaji bagi semua pegawai negeri. Padahal, dua hari sebelumnya, Mahathir masih menyatakan tidak akan menemui mereka selama ancaman mogok belum dicabut. Konfrontasi antara Cuepacs dan pemerintahan Mahathir mulai memuncak pertengahan Juni lalu, ketika kenaikan gaji pegawai negeri, polisi, dan tentara dianggap tidak wajar oleh Cuepacs. Saat itu, pemerintah memutuskan untuk memberi kenaikan M$ 15 sampai M$ 35. Tapi Ahmad Nor, Ketua Cuepacs, menganggap kenaikan itu bersifat sementara. "Pemerintah harus sadar, jurang perbedaan antara pegawai tinggi dan rendah sudah semakin tajam, "ujar Ahmad Nor, ketua organisasi yang berkekuatan sekitar 200 ribu pegawai negeri itu. Bagi Ahmad Nor, kenaikan yang hanya memberi penghasilan M$ 300 per bulan bagi pegawai rendah itu masih jauh di bawah standar kehidupan layak kota besar seperti Kuala Lumpur. Karena itu, Ahmad Nor segera menyambut gaji baru itu dengan rencana mogok, setelah didahului aksi unjuk rasa. Aksi pertama dilakukan para pegawai negeri itu awal bulan ini, dengan menunjukkan sikap ogah-ogahan kerja. Unjuk rasa itu dijawab Mahathir dengan mengerahkan sejumlah anggota polisi dan militer untuk menghindari terjadinya kelumpuhan di kantor-kantor pemerintah. "Mereka akan menduduki pos-pos yang di tinggalkan pemogok," ujar Rais Yatim, Menteri Penerangan Malaysia. Menurut catatan Cuepacs, sekitar 150 ribu pegawai negeri ambil bagian dalam aksi itu. Melalui UMNO (Organisasi Persekutuan Bangsa Melayu), Mahathir melancarkan berbagai bentuk protes dari masyarakat - nelayan, petani, sampai pengusaha kecil - untuk menghantam aksi-aksi Cuepacs. Tak ketinggalan pula, koran-koran terkemuka plus Radio dan Televisi Malaysia, yang selama ini dianggap terompet pemerintah, ikut mengecam Cuepacs. Bahkan, PAS (Partai Islam Se-Malaysia), yang selama ini selalu bersikap oposisi terhadap pemerintah, menuding tindakan Cuepacs tidak sesuai dengan prinsip Islam yang berlandaskan musyawarah. "Masalah gaji adalah urusan kami sebagai buruh dan pemerintah sebagai majikan," ujar Ahmad Nor sengit. Ia juga malah mengancam, bila hasil pembicaraannya dengan Mahathir, Rabu pekan ini, gagal, ia akan memainkan kartu truf terakhirnya. Bentuknya? Belum diungkapkan. Yang pasti, menurut Ahmad Nor, pada 15 Januari tahun depan, Cuepecs akan melaksanakan aksi mogok nasional. Dan tuntutannya sudah lebih lunak. Pada 1984, mereka menuntut kenaikan gaji minimal 14% sampai 42% untuk pegawai rendah, tapi kini Ahmad Nor bersedia tawar-menawar tanpa menetapkan tuntutan minimal. "Tapi hasilnya harus adil dan masuk akal," ujar Ahmad Nor tandas. Baginya, tawaran yang lebih rendah dari pemerintah bisa diterima, dengan catatan, hanya bersifat sementara. "Kalau pemerintah belum juga memenuhi tuntutan kami sampai akhir Desember, anggota Cuepacs tidak akan mendukung lagi Front Nasional," demikian, antara lain, isi ancaman Cuepacs. Ancaman itu sempat menggusarkan persekutuan partai-partai berkuasa yang menjadi sekutu politik Mahathir. Janji perbaikan gaji pegawai negeri sebenarnya sudah diberikan pemerintah jauh sebelum Mahathir muncul sebagai perdana menteri. Perbaikan itu berupa penyesuaian gaji setiap lima tahun, yang bisa dipercepat bila indeks harga bahan-bahan pokok naik cepat. Kenaikan gaji terakhir di terima para pegawai negeri itu pada 1980, ketika jabatan perdana menteri masih dipegang Datuk Husein Onn. Sejak itu, indeks harga konsumen sudah melesat sampai 34%. "Tapi, proyek-proyek mewah jalan terus," ujar Ahmad Nor. Dalam RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 1986-87, pemerintah Malaysia sudah menaikkan anggaran gaji pegawai sebesar 12,5% dari tahun sebelumnya, dan angkanya menladi M$ 7.652 juta. Sedangkan anggaran belanja keseluruhan M$ 30.800 juta atau M$ 1.600 juta lebih besar dari tahun sebelumnya. "Pertambahan itu, terutama, karena kenaikan gaji yang berlaku sejak Juli 1985," tulis Laporan Ekonomi Malaysia 1985-86. Tidak mungkinnya memenuhi tuntutan para pegawai rendah itu, menurut Menteri Keuangan Malaysia Daim Zainuddin, dalam pidatonya di parlemen, pekan lalu, karena jumlah pegawai negeri di Malaysia sudah terlalu banyak. "Sangat penting bagi pemerintah untuk mengurangi jumlah pegawai-nya," ujarnya mengacu pada beberapa negara sahabatnya. Di Malaysia, saat ini, satu dari 17 rakyatnya adalah pegawai negeri. Sedangkan di Jepang 1:25, Brunei 1:29, Muangthai 1:33, dan Singapura 1:37. Karena itu, pemerintah Malaysia telah memutuskan untuk tidak mencari pengganti pegawai-pegawainya yang ke luar, kecuali buat mengisi pos-pos penting. Dan tengah direncanakan pula untuk menswastakan beberapa kantornya. "Sehingga dana yang ada bisa lebih tersalur untuk pembangunan yang lebih bermanfaat bagi rakyat," ujar Zainuddin. Sementara itu, pemerintah Singapura kini sedang sibuk memotongi gaji pegawainya - antara S$ 30 dan S$ 2.000 sehingga setaraf dengan penghasilan pegawai swasta. Alasannya, sama dengan Malaysia, yaitu untuk mengurangi beban ekonomi pemerintah. Praginanto Laporan Ekram H. Attamami (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini