MASIHKAH George Bush punya harapan? Kata lelucon di Washington, masih. Syaratnya, terjadi cuaca buruk di waktu pemungutan suara, 3 November nanti, di seluruh AS. Dalam cuaca seperti itu hanya pendukung fanatik yang akan hadir di tempat pemungutan suara. Dan Bush bersama Clinton punya pendukung fanatik yang berimbang jumlahnya. Jadi "cuma keadaan luar biasa yang dapat menyebabkan Clinton kalah," kata Hugh Sidey, wartawan Time yang khusus meliput soal kepresidenan AS, kepada TEMPO. Keadaan ekonomi AS yang belum juga pulih dari resesi menyebabkan Bush tidak populer. Lebih dari separuh rak yat AS khawatir akan kehilangan pekerjaannya dalam tempo 12 bulan mendatang. Dan 65% warga AS berpendapat, Amerika Serikat sedang berada di "jalan yang salah". Dalam kondisi yang demikian, wajar kalau warga AS merasa perlu "perubahan". Dan "perubahan" memang menjadi jualan kampanye Partai Demokrat yang menjagokan Bill Clinton. Clinton sebenarnya bukan satu-satunya kandidat yang mempromosikan "perubahan". Milyuner Ross Perot, calon independen, juga mengampanyekan hal yang sama. Hanya saja, pengusaha kontroversial yang pernah "mengundurkan diri" dari pertarungan ini tampaknya tak begitu banyak pendukungnya. Berbagai pengumpulan pendapat menunjukkan popularitasnya hanya sekitar 10%, jauh di bawah Bush yang sekitar 35% dan Clinton yang sekitar 45%. Tapi masalahnya tak lalu warga AS melahap begitu saja "perubahan" apa pun yang ditawarkan. Banyak juga pemilih yang ragu dengan perubahan yang ditawarkan Clinton. "Saya terlalu tahu tentang Clinton untuk mempercayainya," kata Ronald A. Taylor, wartawan harian Washington Times yang berniat tak memilih. Di sinilah Bush punya peluang. Maka, menimbulkan iklim tak percaya kepada Clinton memang menjadi senjata andalan Bush. Apalagi Clinton memang mempunyai latar belakang agak sulit berterus terang. Misalnya saja soal apakah ia pernah mengisap ganja atau menghindar dari wajib militer ke Vietnam ketika masih menjadi mahasiswa. Dalam hal "perubahan" dari Ross Perot, banyak yang menilai sebagai terlalu drastis. Tokoh ini mempromosikan menutup defisit neraca anggaran Amerika Serikat sebagai jualan utamanya. Karena ketekoran itu sangat besar, untuk menutupnya dibutuhkan pemasukan pemerintah yang besar pula. Dan itu paling mungkin dengan menaikkan pajak dan memangkas berbagai sarana sosial, seperti subsidi kesehatan dan pensiun. Kebijaksanaan pengetatan ikat pinggang, yang secara ekonomis masuk akal tapi secara politis rada gila ini, jelas bukan hal yang populer di masyarakat AS. Namun, bukan berarti kubu Perot gulung tikar. "Kami yakin akan menang, tapi kalaupun kalah kami telah menumbangkan suatu hal yang bermanfaat bagi Amerika," kata Perot Jr., manajer kampanye Ross Perot, kepada TEMPO. "Kami telah memaksa semua kandidat untuk memperhatikan soal defisit ini," tambahnya. Ia benar. Dalam dua perdebatan antarcalon presiden, pekan lalu, soal defisit, yang dalam kampanye sebelum Perot masuk arena tak banyak dibicarakan, mendapat per hatian cukup besar. Presiden Bush menawarkan kemungkinan menetapkan 10% dari pajak dialokasikan khusus untuk menutup ketekoran ini. Clinton berjanji akan menaikkan pertumbuhan ekonomi hingga dapat mengurangi ketekoran menjadi separuhnya dalam lima tahun. Antara lain dengan cara menaikkan pajak bagi 2% penduduk terkaya di AS dan menurunkan pajak bagi kelas menengah. Belum jelas benar apakah para pemilih AS benar-benar mengikuti program ekonomi yang ditawarkan para kandidat ini secara serius. "Ketika memilih, ratusan mungkin ribuan faktor yang menjadi pertimbangan," kata Robert Teeter, ketua organisasi pendukung Bush dalam kampanye ini. Dan Teeter percaya, sebagaimana pendapat wartawan Washington Post yang sudah dikutip, bahwa unsur "kepercayaan" merupakan faktor yang penting. Itulah sebabnya, pada akhir perdebatan, Kamis pekan lalu, Bush menutupnya dengan menyatakan, "Jika sekarang terjadi krisis domestik atau internasional, siapa yang Anda percayai untuk memimpin negeri ini?" Adapun perdebatan itu sendiri tampaknya cukup berimbang. "Saya kira tak banyak dukungan berubah setelah perdebatan," kata Hugh Sidey, wartawan Time itu. "Ini hanya mempertebal keyakinan pendukung masing-masing saja." Itulah sebabnya, kendati keunggulannya didukung berbagai pemungutan pendapat, Clinton tak mau beristirahat. "Sebelum benar-benar selesai, pertandingan belum berakhir," katanya pada para pendukungnya. Clinton memang tak mau mengulangi kesalahan calon Partai Demokrat empat tahun silam. Itulah ketika Michael Dukakis, yang sudah unggul di berbagai pengumpulan pendapat, mengendurkan kampanyenya dan akhirnya dikalahkan oleh Bush. Tampaknya lelucon di Washington itu memang ada dasarnya. Cuma cuaca buruk yang dapat memperpanjang masa jabatan Bush di Gedung Putih. Bambang Harymurti (Washington, D.C.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini