REZIM Heng Samrin -- yang didukung Vietnam -- rupanya masih
bersikap mencurigai bantuan internasional. Padahal sejuta lebih
rakyat Kambodia menderita kelaparan. Usaha PBB memperlancar
bantuan ke negara itu tetap dihalanginya.
Selama ini penguasa di Phnom Penh tidak mengizinkan masuknya
bantuan makanan dan obat-obatan yang dibawa langsung dari
Bangkok. Sedang Phnom Penh cenderung mengharapkan Uni Soviet
untuk-menyediakan pesawat terbang guna mengangkut bantuan itu.
Sikap rezim Heng Samrin ini tentu saja tidak bisa dilepaskan
dari situasi yang mengambang bagi penyelesaian krisis Kambodia.
Baginya lebih penting pengakuan terhadap eksistensinya ketimbang
bantuan makanan. Sedang pendapat umum di dunia menginginkan
suatu pemerintahan yang netral di Kambodia.
Dalam Konperensi Bantuan Kemanusiaan untuk Kambodia (KBKK) di
Jenewa pekan lalu, beberapa negara tetap menghendaki tentara
Vietnam supaya mundur dari Kambodia sebagai syarat
penyelesaian. Peter Blaker, menteri negara pada Kemlu Inggris,
mengatakan "bagaimana pun tidak akan ada penyelesaian selagi
tidak ada isyarat yang menunjukkan bahwa Vietnam akan menarik
mundur tentaranya." Sedang Inggris telah mencabut pengakuannya
terhadap rezim Pol Pot.
Begitupun, konperensi Jenewa itu -yang tidak dihadiri oleh
Soviet, Vietnam dan Kambodia -- akhirnya berhasil mengumpulkan
dana sebesar US$ 181 juta. Sudah memadai, tapi belum cukup.
Menurut Sekjen PBB, Kurt Waldheim, bantuan untuk Kambodia tahun
ini semula ditargetkan US$ 284 juta.
Dalam konperensi itu AS menjanjikan bantuan tambahan sebesar
US$ 29,6 juta. Sedang Jepang akan menambah bantuannya sebesar
US$, 20 juta di luar beras sejumlah 20.000 ton yang sudah siap
untuk dikirim ke Kambodia.
Yang tetap jadi masalah adalah Kambodia dan Vietnam tidak mau
menerima bantuan itu kalau disalurkan lewat daratan Muangthai.
Semua 58 negara yang menghadiri konperensi yang disponsori PBB
itu menghimbau Hanoi dan Phnom Penh agar mengubah ketentuan
pembatasan yang berlaku selama ini, dan supaya memberi
keleluasaan bagi pejabat PBB untuk menyalurkan bantuan itu.
Apakah Hanoi dan Phnom Penh akan segera mengubah sikapnya? Tak
ada tanda-tanda ke arah itu. Sikap Vietnam sebagaimana yang
ditunjukkan Menlu Nguyen Co Thach ketika berkunjung ke Muangthai
dan Malaysia semakin jelas. Ia menunggu dunia mengakui rezim
Heng Samrin. Dan Vietnam tidak pernah melihat bahwa suatu
pemerintahan yang netral di Kambodia merupakan penyelesaian.
Hanoi ternyata lebih mempersoalkan 'ancaman Cina' yang perlu
disingkirkan demi penyelesaian konflik di Indocina.
Bahkan 'rumusan Kuantan' yang diajukan Presiden Suharto dan PM
Hussein Onn -- sebagai usaha mengurangi ketegangan di kawasan
Asia Tenggara -- telah ditolak Vietnam. 'Rumusan Kuantan' itu
mengusulkan suatu Vietnam yang bebas dari pengaruh super power.
Usul kompromis ini ternyata dianggap Vietnam sebagai penghinaan.
"Ini adalah penghinaan jika Vietnam disebut bukan negara
merdeka," ujar Thach sebelum. meninggalkan Kuala Lumpur, 2 pekan
lalu.
Dalam keadaan serupa ini upaya apakah yang mungkin bagi
penyelesaian konflik di kawasan Indocina itu? Majalah The
Economist, London, memberikan sebuah ungkapan yang tepat: "Beri
makan orang-orang yang lapar di Kambodia sekarang, urusan lain
nanti saja." Suatu alternatif kemanusiaan, paling tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini