ARAB Saudi tampaknya akan memainkan peran penting dalam
penyelesaian masalah Timur Tengah. Terutama sejak macetnya
perundingan Mesir-lsrael mengenai otonomi Palestina awal Mei.
"Jika Israel menyatakan kesungguhannya untuk mundur dari wilayah
yang didudukinya sejak perang 1967, Saudi akan mengajak negara
Arab lainnya dan bangsa Palestina untuk bekerja sama bagi
penyelesaian sepenuhnya," kata Pangeran Fahd bin Abdul Aziz al
Saud.
Hal ini yang dikemukakannya di Riyadh dalam wawancara Katharine
Graham, ketua The Wasbington Post Co., tentu saja agak
mengejutkan. Apalagi selama ini Saudi termasuk kelompok negara
Arab yang secara keras menyerang perjanjian Camp David yang
disponsori AS. Bahkan sebelumnya Saudi tidak mengakui resolusi
Dewan Keamanan PBB 242 sebagai dasar suatu perjanjian. Karena
dalam resolusi itu disebutkan perlunya jaminan keamanan bagi
Israel sebagai imbalan terhadap mundurnya Israel dari wilayah
yang didudukinya. Dan resolusi ini menempatkan bangsa Palestina
tidak lebih sebagai pengungsi.
Tapi sekarang Fahd yang juga putra mahkota Arab Saudi punya
sikap lain. Ia bahkan setuju untuk menggunakan resolusi DK-PBB
242 itu sebagai dasar pembicaraan bagi penyelesaian damai. Namun
kemudiau pada Kantor Berita Marokko, dia menyebutkan bahwa isi
wawancara Washington Post itu telah disalah tafsirkan. "Arab
Saudi tidak akan mengambil inisiatif untuk menyelesaikan konflik
Arab-lsrael tanpa ada konsensus dari negara Arab lainnya,"
ujarnya.
Jalan Baru
Begitupun, PM Israel Menachem Begin telah mengundang Pangeran
Fahd untuk berkunjung ke Jerusalem. Begin juga memintanya untuk
berbicara di Knesset, (parlemen Israel). Walaupun Israel sama
sekali menolak usul Fahd mengenai persyaratan harus mundur dari
wilayah yang didudukinya. "Saya mengundangnya. Barangkali dia
bisa meyakinkan saya atau saya yang akan meyakinkannya," ujar
Begin.
Sementara itu pemimpin Partai Buruh, Shimon Peres, menanggapi
pernyataan Fahd itu dengan sangat serius. "Kesediaan untuk
berunding atas dasar resolusi DK-PBB 242 itu merupakan tanggapan
yang benar," ujar Peres. Buat Israel ini tentu saja sangat
menguntungkan, karena dengan dasar itu pembicaraan mengenai hak
bangsa Palestina untuk berpemerintahan sendiri bisa
dikesampingkan. Tapi Fahd rupanya sudah memperkirakan lebih
dahulu. "Hak bangsa Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri
merupakan kunci bagi penyelesaian damai," ujarnya.
Apakah Fahd akan menerima tawaran Begin? Kelihatannya tidak.
Tapi usaha Saudi untuk ikut menyelesaikan konflik Arab-lsrael
itu mungkin merupakan jalan baru setelah perundingan
Mesir-lsrael macet.
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) belakangan ini juga kelihatan
mulai aktif memainkan peran bagi penyelesaian konflik itu.
Sebuah sumber diplomatik, seperti dikutip Reuter, mengatakan
bahwa inisiatif negara MEE akan muncul dalam bentuk resolusi
DK-PBB yang menghimbau agar diberikan hak menentukan nasib
sendiri kepada bangsa Palestina. Tapi sumber itu percaya
resolusi semacam itu hanya akan melengkapi resolusi sebelumnya.
bengan kata lain bukan untuk menggantikan resolusi DK-PBB 242
yang sudah menjadi petunjuk bagi penyelesaian konflik Timur
Tengah secara menyeluruh. AS telah memperingatkan bahwa rencana
negara-negara Eropa bagi penyelesaian serupa ltU akan merusak
perundingan Mesir-lsrael yang merupakan kelanjutan perjanjian
Camp David.
Raja Hussein dari Jordania dalam wawancara Al Majallab, mingguan
berbahasa Arab yang terbit di London, mengatakan bahwa inisiatif
MEE untuk membantu proses perdamaian di Timur Tengah akan
berarti kembali pada kerangka yang tepat bagi suatu
penyelesaian. Dan ia menilai usaha MEE itu akan sejalan dengan
resolusi pertemuan puncak negara Arab.
Memang mungkin ini adalah saat yang tepat buat negara Arab
muncul untuk menawarkan alternatif. Sejak persetujuan Camp David
ditandatangani Maret 1979, penyelesaian konflik Timur Tengah
seakan-akan hanya tergantung pada Mesir dan Israel dengan AS
sebagai sponsor. Padahal sebagian wilayah yang sekarang diduduki
Israel adalah milik Jordania, seperti Tepi Barat Jordan. Dan ada
juga wilayah Suriah yaitu Dataran Tlnggi Golan.
Wasbington Post juga mewawancarai Pangeran Abdullah bin Abdul
Aziz, wakil PM dan panglima Angkatan Bersenjata Arab Saudi. Dia
bahkan membayangkan akan adanya titik pertemuan antara Israel
dan negara Arab. "Kami dan Jahudi adalah saudara sepupu.
Sama-sama keturunan Semit. Sekarang di setiap negara Arab
iklimnya sudah siap untuk damai," kata Pangeran Abdullah. Suatu
titik terang barangkali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini