Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pavel Durov, miliarder pendiri dan CEO aplikasi pesan Telegram, ditangkap polisi Prancis di bandara Bourget di luar Paris pada Sabtu malam, 24 Agustus 2024, kata TF1 TV dan BFM TV, mengutip sumber-sumber yang tidak disebutkan namanya. Demikian dilansir Reuters.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OFMIN, bagian dari direktorat nasional polisi yudisial Prancis, telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Durov, yang berkewarganegaraan ganda Prancis-Rusia, karena kurangnya kerja sama dengan penegak hukum dan dugaan keterlibatannya dalam perdagangan narkoba, tindak kriminal pedofilia, dan penipuan, demikian menurut TF1 seperti dikutip Jerusalem Post.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa Duvor Ditangkap?
Durov bepergian dengan jet pribadinya, kata TF1 di situs webnya, dan menambahkan bahwa dia telah menjadi target surat perintah penangkapan di Prancis sebagai bagian dari penyelidikan awal polisi.TF1 dan BFM mengatakan bahwa penyelidikan difokuskan pada kurangnya moderator (tidak ada penyensoran) di Telegram, dan bahwa polisi menganggap situasi ini memungkinkan aktivitas kriminal berlangsung tanpa hambatan di aplikasi perpesanan tersebut.
Pada Mei lalu, seperti dilansir New Strait Times, juru bicara aplikasi pesan instan ini, Remi Vaughn, mengklaim bahwa perusahaan telah melakukan perannya dalam memoderasi konten berbahaya di platformnya, termasuk penjualan obat-obatan terlarang dan pornografi.
"Telegram tidak akan, bagaimanapun, berpartisipasi dalam segala bentuk penyensoran politik," kata Vaughn seperti dikutip.
Dia mengatakan bahwa moderator perusahaan secara proaktif memantau segmen publik di Telegram.
Durov, 39 tahun, dikabarkan telah ditangkap pada pukul 20.00 waktu Prancis, setelah terbang dari Azerbaijan. Surat perintah penangkapan Durov hanya berlaku jika ia berada di wilayah Prancis. Akibatnya, TF1 melaporkan bahwa Durov melakukan perjalanan melalui UEA, negara-negara bekas Soviet dan Amerika Selatan untuk menghindari penangkapan di Eropa. Dia juga dilaporkan menghindari bepergian melalui negara-negara di mana Telegram berada di bawah pengawasan.
"Dia membuat kesalahan besar malam ini," kata seorang sumber yang dekat dengan investigasi kepada TF1. "Kami tidak tahu mengapa... Apakah penerbangan ini hanya singgah? Bagaimanapun, dia ditahan."
Apa hukuman yang bakal dihadapinya?
TF1 mengatakan bahwa para penyelidik dari direktorat anti-penipuan Prancis menempatkan Durov dalam tahanan, dan CEO akan tampil di hadapan hakim pada Sabtu malam sebelum kemungkinan dakwaan pada Minggu.
TF1 mengklaim bahwa pengusaha tersebut dapat menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara.
"Pavel Durov akan berakhir di penahanan praperadilan, itu sudah pasti," kata sumber itu kepada TF1/LCI. "Di [Telegram], dia membiarkan sejumlah pelanggaran dan kejahatan yang tak terhitung jumlahnya dilakukan, yang tidak dia lakukan untuk meredamnya."
Telegram tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan komentar. Kementerian Dalam Negeri Prancis dan polisi tidak memberikan komentar.
Populer di Rusia dan Ukraina
Setelah Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada 2022, Telegram telah menjadi sumber utama konten tanpa filter - dan terkadang grafis dan menyesatkan - dari kedua belah pihak tentang perang dan politik di sekitar konflik.
Aplikasi ini telah menjadi sarana komunikasi yang disukai Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan para pejabatnya. Kremlin dan pemerintah Rusia juga menggunakannya untuk menyebarkan berita mereka. Aplikasi ini juga menjadi salah satu dari sedikit tempat di mana orang Rusia dapat mengakses berita tentang perang.
Durov, yang kekayaannya diperkirakan oleh Forbes mencapai $ 15,5 miliar, mengatakan bahwa beberapa pemerintah telah berusaha menekannya tetapi aplikasi tersebut, yang sekarang memiliki 900 juta pengguna aktif, harus tetap menjadi "platform netral" dan bukan "pemain geopolitik".
Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengatakan kepada kantor berita pemerintah Rusia, TASS, bahwa mereka tidak dihubungi oleh tim Durov setelah laporan penangkapan tersebut, tetapi mereka mengambil langkah "segera" untuk mengklarifikasi situasi.
Perwakilan Rusia untuk organisasi-organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov, dan beberapa politisi Rusia lainnya dengan cepat menuduh Prancis bertindak sebagai diktator.
"Beberapa orang yang naif masih belum memahami bahwa jika mereka memainkan peran yang kurang lebih terlihat di ruang informasi internasional, maka tidak aman bagi mereka untuk mengunjungi negara-negara yang bergerak ke arah masyarakat yang jauh lebih totaliter," tulis Ulyanov di X.
Beberapa blogger Rusia menyerukan protes di kedutaan besar Prancis di seluruh dunia pada siang hari pada Minggu.
REUTERS | JERUSALEM POST