FILIPINA kian panas. Sepanjang Ahad lalu, angkatan muda dari kubu Presiden Marcos dan kelompok kiri Bayan secara serentak turun ke jalan. Mereka, sebagian mengenakan topeng lengkap dengan bendera dan slogan masing-masing, meneriakkan yel-yel berbeda. Tidak terjadi bentrokan antara mereka, bahkan tampak saling melempar senyum. Rombongan Marcos dipimpin oleh putra putri Presiden, Imee dan Ferdinand (Bong Bong) Marcos. Mereka berkeliling kota. Sedangkan kelompok Bayan, diperkirakan 5.000 orang, mengarahkan armada mereka ke Istana Malacanang. Tapi persis sampai di depan jembatan, mereka dihadang tentara. Lewat demonstrasi itu, Bayan sekali lagi menegaskan bahwa mereka memboikot pemilu. Mereka membakar boneka Marcos yang ditampilkan bersama-sama sebuah kotak suara. Dan pada kotak tercantum tulisan "diktator Filipina". Pada hari yang sama, kelompok purnawirawan juga turun ke jalan. Berkekuatan sekitar 1.200 orang, kelompok ini berkampanye untuk "pemilu yang bersih" dan "pemulihan nama baik Angkatan Bersenjata Filipina". Termasuk ke dalamnya 15 jenderal yang menyatakan dirinya berada di pihak Perwira Pembaru, satu kelompok dalam Angkatan Bersenjata Filipina yang umumnya berpangkat kolonel ke bawah. Tidak jelas apakah Perwira Pembaru ini yang dimaksud Cory Aquino sebagai "militer yang akan mematuhi perintahnya". Dalam siaran radio swasta, Sabtu lalu, calon presiden dari pihak oposisi itu meramalkan ia akan memenangkan pemilu secara mutlak. "Tidak mungkin Marcos merebut kemenangan yang sudah jelas merupakan hak saya," kata janda Senator Aquino itu. "Saya sudah bicara dengan orang-orang militer. Mereka bukan saja menaruh hormat, tapi juga akan menjalankan perintah saya," tutur Cory, yang semakin lama semakin lihai bersilat kata. Bagaimana kalau ia tidak menang? "Saya pribadi akan memimpin demonstrasi di jalan-jalan. Saya sebenarnya tidak suka memikirkan apa yang kelak akan terjadi," tuturnya lirih. Berbagai spekulasi tentang "apa yang akan terjadi" telah melanda Manila sejak dua pekan silam. Sebagian besar mencemaskan kemungkinan terburuk jika saja Cory ternyata kalah. Mereka khawatir rakyat banyak akan memuncak kemarahannya, berontak, dan negeri itu kemudian berlumur darah. Presiden Marcos, dalam satu pernyataan, dengan tenang meramalkan bahwa sesuai dengan janjinya "pemilu akan berlangsung jujur dan bersih, tapi mungkin sekali terjadi ricuh sedikit." Pada usia 68 tahun dengan kondisi kesehatan yang tampak kian gawat, Marcos justru bersikeras untuk kampanye meskipun terpaksa dipapah dan diusung. Mungkin maksudnya untuk menunjukkan pada rakyat Filipina bahwa berbagai isu tentang kesehatannya sama sekali tidak benar. Di samping itu, masih ada isu tentang harta bendanya yang ditanam di Amerika Serikat, dan kepahlawanannya -- yang dianggap palsu -- dalam sejarah perang kemerdekaan Filipina. Kedua isu ini dicanangkan oleh AS, masing-masing oleh Senator Richard Lugar dan sumber resmi Angkatan Darat Amerika -- konon dengan restu diam-diam dari Presiden Ronald Reagan. Terhadap isu harta, Marcos membantah keras seraya menyatakan bahwa "bukti-bukti tidak ada sama sekali." Tentang isu kepahlawanan palsu itu ia naik berang, dan balik menuduh bahwa AS bukan saja menghina seorang presiden Filipina, tapi lebih dari itu menghina pejuang kemerdekaan negeri tersebut. Melihat bagaimana gencarnya Washington memojokkan Marcos dan bagaimana pula bergeloranya beberapa kelompok tertentu -- Gereja Katolik, pengusaha, dan media massa nonpemerintah -- membela Cory, banyak pengamat sampai pada kesimpulan bahwa kehadiran Marcos sudah tidak diharapkan lagi. Bahkan ada kesan kuat bahwa pemilu kilat yang semula dimaksudkan Marcos untuk menjebak oposisi ternyata akan berbalik dan menjebak dirinya sendiri. Tapi beberapa poll (pengumpulan pendapat) semua mengunggulkan Marcos dengan selisih suara tertinggi 30% dan terendah 5% terhadap Cory. Namun, umum berpendapat bahwa poll-poll begitu kebenarannya meragukan dan sebaiknya tidak digubris. Mereka ini bahkan menjuruskan perhatiannya pada Partai Komunis Filipina dengan sayap militernya, NPA. Dikhawatirkan bisa berperan besar andai kata "revolusi" meletus nanti -- NPA Senin ini melancarkan serangan tiga jam di Catarman, Samar, yang menewaskan enam tentara dan melukai sembilan lainnya. Tapi sehari sebelumnya pihak komunis menyatakan siap mendukung tertib hukum dalam pemilu, dan tidak akan segan menghajar pihak mana saja yang berusaha mengacau. Seperti halnya Gereja Katolik dan pemerintah AS, mereka kini secara tersamar ikut pula mengancam Marcos sembari dengan caranya sendiri berusaha mengamankan "revolusi". Isma Sawitri Laporan Seiichi Okawa (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini