Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari Bale Endah Ke Soreang

Rencana Bale Endah untuk dijadikan ibu kota kabupaten bandung gagal. Tapi gedung-gedung pemerintahan sudah terlanjur dibangun di sana. Depdagri memutuskan Soreang sebagai ibu kota. Cocok untuk pemekaran.

8 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBINGUNGAN penduduk Kabupaten Bandung, selama enam belas tahun, berakhirlah kini. Sebab, hari-hari ini, mereka tahu pasti: di manakah ibu kota kabupatennya kelak. Itu berkat Peraturan Pemerintah, yang ditandatangani Presiden Soeharto, 16 Januari silam. Di situ ditetapkan, Soreang, 20 km barat daya dari Kota Bandung, menjadi ibu kota kabupaten yang berpenduduk lebih dari 2.600.000 jiwa itu. Maka, pupuslah harapan beberapa tokoh setempat, yang bersikeras menjadikan Bale Endah sebagai ibu kota. Dan mubazir pulalah, berbagai sarana yang sudah telanjur dibangun di calon kota kabupaten itu. Pada 1980, sebanyak Rp 3,5 milyar telah dihabiskan untuk membangun gedung DPRD serta kompleks perkantoran pemerintah kabupaten di Bale Endah itu. Dan sekarang, "Tinggal menambah Rp 1 milyar lagi, kompletlah sudah kawasan perkantoran kabupaten, berikut pendopo dan rumah bupati," ujar R.H.Lily Sumantri, bekas Bupati Kabupaten Bandung pada TEMPO, pekan lalu. Adalah semasa jabatan Lily, memang, Bale Endah diputuskan oleh DPRD sebagai ibu kota Kabupaten Bandung. Keputusan tahun 1970 itu terutama bertumpu pada alasan sejarah. Alkisah, 345 tahun lampau, dengan nama Tatar Ukur, kabupaten itu didirikan di Desa Krapyak, yang tak lain Bale Endah sekarang. Di sinilah pula, di masa Revolusi, pejuang Bandung melawan Belanda bermarkas. Misalnya, M. Toha, yang terkenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api. Sehingga, menjadikan Bale Endah sebagai ibu kota Kabupaten Bandung berarti kembali ke sejarah, alias kebo mulih pekandangan. Gagasan memilih Bale Endah itu kemudian mendapat dukungan para petinggi kala itu: Gubernur Ja-Bar (Solihin G.P.), Pangdam Siliwangi (Aang Kunaefi), bahkan juga Mendagri (Amirmachmud). Dengan restu itulah, pada 1974, Bupati Lily Sumantri lantas mulai membangun kota baru di Bale Endah. "Peresmian pembangunan kompleks Pemda waktu itu dilakukan oleh Gubernur Solihin dihadiri Pangdam Siliwangi, dan Mendagri pun mengirimkan bunga ucapan selamat yang besar," kata Lily Sumantri. Itu, terjadi 20 April 1974. Tapi, tiga tahun kemudian, Mendagri menyarankan agar Soreang saja yang dipilih. Namun, Lily terus saja membangun Bale Endah. "Sebab, persetujuan prinsip dari Mendagri belum dicabut, dan saya tidak pernah melanggar prosedur dalam hal ini," kata Lily. Dan pada tahun 1978, Dirjen PUOD kembali menegaskan bahwa secara resmi Depdagri menolak Bale Endah sebagai ibu kota Kabupaten Bandung. Setahun berselang, keluar SK Mendagri bertanggal 19 Juli 1980, yang anehnya, bukan Soreang yang dipilih seperti sebelumnya diusulkan oleh Mendagri sendiri, melainkan Jalengkong--Ciheulang. Tapi, SK itu kemudian dicabut kembali, dan ditunjuklah Kecamatan Ciparay sebagai lokasi ibu kota yang baru. Begitulah, sementara penentuan lokasi ibu kota itu berlarut-larut, pembangunan gedung berbagai instansi, seperti Kantor Agama, Kejaksaan serta Pengadilan, terus dilanjutkan di Bale Endah. Menurut pihak Depdagri, pemilihan Soreang sebenarnya sudah diproses sejak lima tahun silam, dengan melibatkan ITB, Pemda Ja-Bar, serta Pemerintah Pusat. "Soreang dipilih setelah Pemerintah Pusat mempertimbangkan masak-masak berdasarkan penelitian para ahli," kata Feisal Tamin, Kepala Biro Humas Depdagri. Terutama, ditilik dari kemampuannya mendukung perkembangan Wilayah di sekitarnya di masa depan. Sehingga, "Tidak terjadi setiap sepuluh tahun sebuah ibu kota kabupaten harus dipindah," kata Feisal. Tapi, dalam penglihatan Lily Sumantri tetaplah Bale Endah yang layak dijadikan ibu kota. Sebab, letaknya relatif di tengah kawasan Kabupaten Bandung. Ia tak terlalu jauh ke timur (Kecamatan Cicalengka), juga tak terlalu jauh ke barat (Kecamatan Gununghalu). "Jadi, lebih cocok dibanding Soreang yang agak memojok ke barat daya," katanya. Soreang adalah kecamatan yang subur, sehingga lebih ideal dijadikan pertanian ketimbang kawasan pemerintahan. Keporak-parikan penentuan lokasi ibu kota ini, mestinya, telah berakhir lebih dari 10 tahun silam, dengan disahkannya UU No. 5 Tahun 1974. Di sini tegas diatur bahwa pemindahan ibu kota ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sehingga, restu petinggi seperti Gubernur dan Pangdam bukanlah jaminan, dan SK Mendagri sekalipun bukanlah cantolannya. Dan yang paling penting, definitifnya Soreang sebagai ibu kota Kabupaten Bandung yang baru akan memberi "kelapangan bernapas" bagi Kota Bandung itu sendiri. Bandung adalah ibu kota provinsi, dan juga ibu kota Kabupaten Bandung. Dengan dipilihnya Soreang, "Kota Bandung dapat dimekarkan dua kali lipat dari sekarang, menjadi sekitar 17 ribu ha," ujar Ir. Soehoed Warnaen, Wagub Ja-Bar. Bandung memang layak dimekarkan, karena ia telah terlalu sarat "beban penduduk". Dengan penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, kepadatannya mendekati 200 jiwa/ha -- yang berarti dua kali standar optimum sebuah kota. Dan untuk pemekaran itu, Soreang lebih tepat. "Kalau Bale Endah yang dipilih, itu berarti akan persis berbatasan dengan Kota Bandung," kata Dra. Rejaningrum, Kepala Biro Bina Pembangunan Daerah Ja-Bar. "Dan itu terlalu dekat." Soreang berjarak sekitar 20 km dari Bandung, sedangkan Bale Endah hanya sekitar 11 km. Saur Hutabarat Laporan Farid G. (Bandung) & Yusroni H. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus