Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Di Ambang Perang

Korea Utara membombardir Pulau Yeonpyeong di Korea Selatan dengan artileri berat. Suksesi kepemimpinan Kim Jong-il dan latihan perang Korea Selatan menjadi pemicu.

29 November 2010 | 00.00 WIB

Di Ambang Perang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Lee Jong-sik, 58 tahun, dikejutkan oleh suara debum keras dari samping rumahnya di selatan Pulau Yeonpyeong, Laut Kuning. Waktu menunjukkan pukul 14.30 saat sebuah bom giliran menghantam dapurnya. ”Saya berlari ke luar rumah begitu jendela pecah,” kata pria yang sudah menetap di sana sejak 50 tahun silam itu.

Desanya luluh lantak akibat serangan artileri Korea Utara, Selasa pekan lalu. Lee bertutur, ledakan terdengar setiap lima menit. Serangan itu menewaskan dua marinir dan dua warga sipil. Saksi mata mengatakan api menyebar cepat membakar fasilitas umum. Warga desa itu dievakuasi ke sekolah dan penampungan.

Serangan mendadak itu membuat Seoul geger. Presiden Lee Myung-bak mengadakan rapat darurat dengan Menteri Keamanan di dalam bunker bawah tanah di bawah kompleks kepresidenan. Lee menyatakan, ”Akan bersikap tegas, tapi melakukan upaya terbaik untuk tidak memperburuk situasi.”

Militer Negeri Ginseng mendapat kritik tajam karena dianggap lamban bereaksi. Insiden serangan artileri ini berbuntut mundurnya Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Tae-young. Presiden Lee menerima pengunduran itu Kamis pekan lalu. "Ini memang atmosfer lingkungan militer dan bentuk tanggung jawab atas seluruh insiden," kata pejabat di kantor kepresidenan. Lee menunjuk Kim Kwan-jin, mantan kepala staf, sebagai pengganti.

Hubungan kedua negara sebetulnya sudah panas sejak Maret lalu. Kala itu kapal perang Korea Selatan, Cheonan, dihajar torpedo dan tenggelam hingga menewaskan 46 pelaut. Korea Utara dituding sebagai biang kerok, walaupun Pyongyang menyangkal terlibat.

Bombardir artileri kali ini agaknya dipicu latihan militer Korea Selatan di sekitar Yeonpyeong sehari sebelumnya. Korea Selatan pamer kekuatan dan dituding mengintimidasi Korea Utara. Pyongyang lantas mengirimkan nota protes berkali-kali. Latihan itu pun sudah dikecam sejak 17 November melalui Komite untuk Reunifikasi Damai Tanah Air.

Posisi Yeonpyeong yang berada di 72 kilometer sebelah barat Seoul dan 12 kilometer dari daratan Korea Utara membuatnya strategis. Pulau ini didiami 1.700 penduduk dan 1.000 marinir Korea Selatan. Yeonpyeong bahkan hanya berada tiga kilometer dari garis batas utara—yang dianggap sebagai zona demiliterisasi perairan Korea. Wilayah ini selalu menjadi sumber sengketa kedua negara.

Namun militer Korea Selatan menolak tudingan Korea Utara. Kim Hee-jung, juru bicara Presiden Lee, mengatakan akan memeriksa apakah situasi ini berkaitan dengan latihan atau tidak. "Tapi latihan Hoguk adalah latihan rutin," ujarnya.

Negeri Kuda Terbang tampaknya memilih waktu tepat untuk melakukan serangan terbuka terhadap saudaranya. Seorang sumber di pemerintahan Korea Selatan menyebutkan serangan artileri itu dititahkan langsung oleh Kim Jong-il. "Sulit melepaskan tembakan artileri di perbatasan barat daya tanpa perintah langsung dari otoritas tertinggi Pyongyang," ujar sumber itu.

Pemimpin besar Korea Utara ini, bersama putra bungsunya, Kim Jong-un, terlihat mengunjungi pangkalan artileri di Pantai Gaemori pada Senin pekan lalu. Dari pesisir inilah bom-bom itu ditembakkan. Di sana ada sekitar seribu meriam dan howitzer, yang diletakkan di dalam gua yang digali pada tebing sepanjang bentangan garis pantai barat Korea Utara. Senjata itu memiliki jarak tembak 12-27 kilometer. "Ini adalah bukti bahwa serangan tersebut direncanakan dengan cermat," kata sumber itu.

Namun pejabat Korea Utara melalui Central News Agency mengatakan Kim Jong-il hanya menengok sebuah peternakan ikan di Yongyon, Provinsi Hwanghae Selatan. Yongyon terletak di Pulau Baengnyeong, 17 kilometer dari garis pantai terdekat Korea Utara, dan hanya beberapa kilometer dari Gaemori.

Beberapa analis percaya tindakan provokatif Korea Utara erat kaitannya dengan peralihan kepemimpinan. September lalu, partai menggelar kongres dan memberi Kim Jong-un peran kunci dalam partai dan Dewan Militer Pusat. Padahal Kim junior dianggap terlalu muda, minim pengalaman, dan tidak memiliki basis dukungan yang kuat.

Mark Fitzpatrick dari International Institute for Strategic Studies mengatakan, "Kim Jong-un tidak memiliki prestasi. Tapi, jika dia menunjukkan kemampuannya dalam militer, mungkin itu akan membantu suksesinya.”

Mantan asisten Menteri Luar Negeri Amerika, Christopher Hill, mengatakan militer Korea Utara mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan serangan. Bombardir artileri itu diambil secara sepihak oleh militer tanpa "mempertimbangkan aspek politik”. Hill mengatakan ada banyak pertanyaan dari otoritas sipil di Korea Utara.

Korea Utara tampaknya juga berusaha memperkuat posisi dalam negosiasi nuklir. Perundingan enam negara yang melibatkan Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan Jepang untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara macet sejak April 2009. Sejak 2005, Pyongyang setuju meninggalkan ambisi nuklirnya dengan imbalan bantuan dan konsesi politik. Tapi kesepakatan itu berantakan karena terganjal verifikasi program pengayaan uranium.

Keraguan Amerika tampak beralasan. Awal November 2010, Korea Utara membuka fasilitas pengayaan uranium modern kepada Siegfried Hecker, ilmuwan dari Stanford University. Hecker diberi kesempatan mengintip fasilitas yang memiliki seribu mesin sentrifugal itu. Pentagon pun dibuat tercengang.

Toh, sebagian besar pejabat Amerika tidak mengerti apa yang diinginkan Pyongyang. Demikian pula apa yang akan dilakukan atau apa ambisinya. Satu hal yang jelas: sanksi, kecaman, dan unjuk kekuatan militer apa pun tidak mempan meredam ego Korea Utara.

Pilihan sementara yang diambil Negeri Abang Sam untuk menanggapi keagresifan Korea Utara adalah menunjukkan kekuatan militernya. Secara resmi, Amerika mengumumkan akan berpartisipasi dalam latihan bersama dengan tentara Republik Korea. Amerika bahkan telah mengirimkan kapal induk bertenaga nuklir USS George Washington ke Semenanjung Korea dari pelabuhan Jepang. Kapal induk ini mampu membawa 75 pesawat tempur dan memiliki awak sekitar 6.000 orang.

Belum lagi latihan gabungan itu dilakukan, Korea Utara kembali mengancam: bila Korea Selatan dan Amerika pamer kekuatan, Semenanjung Korea berada di ambang peperangan. Mereka juga tak mau kehilangan momentum. Akhir pekan lalu, letusan bom kembali terdengar di wilayah Korea Utara, disinyalir sebagai latihan perang.

Ketegangan di Semenanjung Korea ini menempatkan Cina—pendukung dan mentor Korea Utara—dalam tekanan besar. Cina diharapkan menggunakan pengaruhnya terhadap Utara. Namun mantan Duta Besar Amerika di Perserikatan Bangsa-Bangsa, John Bolton, mengatakan Cina seperti penderita skizofrenia ketika datang ke Korea Utara. Cina, kata dia, perlu dididik soal ancaman bahaya Korea Utara.

Laksamana Mike Mullen, Kepala Staf Gabungan Amerika, menegaskan hanya Cina yang mampu menjinakkan Korea Utara. "Satu negara yang memiliki pengaruh terhadap Pyongyang adalah Cina," ujarnya. Namun sikap Cina tidak jelas. Presiden Barack Obama pun masih terus menebak motivasi dan agenda Negeri Tirai Bambu.

Cina tampaknya ingin mengamati pengaruh Amerika di Semenanjung Korea. Mereka jengkel terhadap Abang Sam karena awal tahun lalu Angkatan Laut Amerika berlatih perang dengan Korea Selatan. Cina menganggap latihan itu dapat mengancam keamanan dan stabilitas regional. Hubungan Cina dan Amerika pun sedikit renggang. Hingga hari ini, Cina masih mengecam segala bentuk aktivitas militer di kawasan itu.

Di tengah ketegangan itu, Presiden Cina Hu Jintao berencana melawat ke Amerika pada Januari 2011. Kunjungan ini bakal menjadi ”piala politik” yang penting bagi Hu. Sebaliknya, Obama punya kesempatan membujuk Hu agar mau melunakkan Pyongyang.

Ninin Damayanti (Chosun Ilbo, Korea JoongAng Daily, BBC, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus