Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengguncang Kerajaan Semut

Pendiri Alibaba, Jack Ma, dikabarkan menghilang dalam dua bulan terakhir. Upaya pemerintah untuk mengendalikan Alibaba yang telanjur besar.

9 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jack Ma saat mengisi perayaan ulang tahun Alibaba yang ke-20 di Stadion Hangzhou, Zhejiang, Cina September 2019. REUTERS/Stringer/File Photo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jack Ma dikabarkan menghilang dalam dua bulan terakhir setelah mengkritik sistem keuangan Cina.

  • Alibaba dulu tumbuh di masa Presiden Jiang Zemin yang melonggarkan ruang gerak pengusaha swasta.

  • Alibaba kini dipandang tumbuh terlalu besar dan mengguncang sistem perbankan Cina.

JACK Ma suatu kali berbicara soal Taoisme dan bagaimana menerapkannya dalam manajemen. Saat diwawancarai oleh majalah Esquire pada 2013, pendiri raksasa bisnis perdagangan elektronik Alibaba Group itu mencontohkan bahwa orang harus melepaskan hal-hal yang telah mencapai titik ekstrem karena hal tersebut dapat bergerak ke arah yang berlawanan.

Mungkin itulah alasan Ma memutuskan untuk mundur dari kursi Ketua Dewan Direksi Alibaba pada 10 September 2019. Itu terjadi ketika nilai kapitalisasi pasar perusahaan tersebut menembus US$ 400 miliar dan masuk ke dalam sepuluh besar perusahaan bernilai tertinggi di dunia.

Ketika Ma mundur, People's Daily, surat kabar Cina yang dikenal sebagai “juru bicara” pemerintah, menulis artikel yang mengkritik sang Miliarder. Judulnya “Tak Ada yang Namanya Era Jack Ma, Hanya Ada Era yang Jack Ma Ada di Dalamnya”. “Tak diragukan bahwa Alibaba adalah sebuah perusahaan yang berhasil, tidak diragukan pula peran Jack Ma di Alibaba. Tapi menilai keberhasilan perusahaan itu terjadi hanya berkat kepemimpinannya benar-benar tidak realistis,” tulis media itu.

People's Daily menyatakan Ma dan Alibaba mendapat keuntungan dari lingkungan ekonomi yang diciptakan pemerintah yang memungkinkan mereka tumbuh. “Sebutir bibit hanya dapat tumbuh menjadi pohon besar jika mendapat tanah yang tepat dan cuaca yang sesuai,” kata media itu.

Artikel People's Daily itu kini kembali menjadi topik terhangat di media sosial Cina ketika Jack Ma dilaporkan “menghilang” dalam dua bulan terakhir. The Financial Times melaporkan bahwa pengusaha 56 tahun itu tak terdengar lagi kabarnya setelah tidak menghadiri penjurian final “Africa's Business Heroes”, acara televisi pencarian pengusaha Afrika berbakat, pada November 2020. Acara itu program Jack Ma Foundation dan pemenangnya mendapat hadiah total senilai US$ 1,5 juta. “Terkait dengan kompetisi ‘Africa's Business Heroes’, Jack Ma harus melewatkan penjurian finalnya karena jadwal yang bentrok,” ujar juru bicara Alibaba kepada BBC tanpa menjelaskan keberadaan Jack Ma kini.

Jack Ma terakhir kali muncul di muka publik pada 8 Oktober 2020. Saat itu dia memberikan ceramah di Bund Summit, forum tahunan para tokoh keuangan internasional di Shanghai, Cina. Dia menyampaikan visi tentang masa depan sistem keuangan yang jauh berbeda dari sekarang sehingga menuntut berbagai perubahan. Dia, misalnya, mengkritik “mentalitas kuno balai lelang” yang diidap industri perbankan.

Ma juga mempersoalkan peran regulator yang lebih banyak mengontrol daripada memantau bisnis. Menurut dia, regulasi seharusnya semakin dikurangi guna membuka ruang bagi inovasi untuk berkembang. “Jika Anda membuat satu aturan baru, Anda harus membuang tiga aturan lama.”

Ceramah Ma disampaikan setelah dimulainya proses penjualan saham perdana Ant Group, perusahaan teknologi finansial yang dirikannya, di bursa saham Hong Kong dan Shanghai. Alibaba adalah pemilik saham terbesar ketiga Ant. Penjualan saham senilai US$ 35 miliar atau hampir Rp 500 triliun itu disebut-sebut bakal menjadi yang terbesar di dunia.

Rencana itu buyar setelah pemerintah mendadak menghentikan penjualan saham tersebut. Kebijakan tersebut dinilai sebagai sinyal bahwa setiap rencana pengembangan sektor finansial harus direstui Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis Cina.

Jack Ma adalah simbol kesuksesan bisnis e-commerce di Cina. Tumbuh dari keluarga miskin, Ma bersusah payah menyelesaikan sekolahnya. Bekas guru bahasa Inggris itu kemudian mendirikan Alibaba pada 1999 dengan modal pinjaman dari kawan-kawannya. Dengan modal awal sekitar US$ 60 ribu, Alibaba kemudian melesat menjadi raksasa bisnis daring atau online dunia. Dalam penjualan saham perdananya pada 2014, perusahaan itu meraup hampir US$ 22 juta. Menurut Billionaires Index yang disusun Bloomberg, harta Ma kini senilai US$ 50,6 miliar dan membuatnya menjadi orang terkaya ke-25 di dunia.

Alibaba muncul saat negara komunis itu sedang ramah terhadap bisnis swasta. Saat itu, Jiang Zemin, Presiden Cina dan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cina, mencanangkan prinsip baru yang disebut “Tiga Wakil”. Prinsip ini menggariskan bahwa, sebagai tahap lanjutan dari reformasi dan keterbukaan, Cina harus mengurangi peran negara dan melonggarkan sektor swasta. Prinsip ini diadopsi dalam kongres nasional partai pada 2002.

Dulu, para pengusaha swasta dianggap sebagai “kapitalis” dan ditolak menjadi anggota Partai Komunis Cina. Pada era Jiang Zemin, para pengusaha dapat menjadi anggota. Jack Ma sudah tercatat sebagai anggota partai sejak 1980-an ketika menjadi ketua organisasi mahasiswa di Hangzhou Normal University. Hingga kini Ma masih menjadi anggota dan mendukung Xi Jinping, pengganti Jiang, meski kerap mengkritiknya. Perubahan kebijakan sejak era Jiang Zemin itulah yang memungkinkan banyak bisnis digital seperti Alibaba tumbuh dan berkembang di Negeri Tirai Bambu.

Namun sepak terjang Alibaba dianggap terlalu agresif di mata pemerintah. Alipay, platform Alibaba untuk transaksi daring antara pembeli dan penjual, misalnya, berkembang pesat dan kini dapat digunakan dalam banyak hal, dari belanja di toko swalayan hingga membayar denda lalu lintas. Alibaba juga meluncurkan platform investasi daring Yu’e Bao yang mengolah banyak uang yang terpendam di akun Alipay. Empat tahun kemudian, Alibaba merilis platform pinjaman daring MYbank yang menyasar petani dan usaha kecil yang tak mendapat fasilitas pinjaman dari bank umum. Bertumpu pada teknologi, platform-platform ini mampu menjalankan fungsi yang selama ini dilakukan bank dengan lebih cepat dan efisien.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Papan Iklan Alibaba Grup saat menghadiri World Internet Conference, di Zhejiang, Cina, November 2020. REUTERS/Aly Song

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkembangan Alibaba itu mengguncang bisnis perbankan. Untuk menahan laju pertumbuhan Yu’e Bao, empat bank milik pemerintah menurunkan batas transaksi dan transfer dana dari Alipay ke Yu’e Bao, dari 50 ribu yuan ke 10 ribu yuan pada 2014. Ketika Alibaba melansir MYbank, bank pemerintah mendirikan platform tandingan. Misalnya, Industrial and Commercial Bank of China membuat Rong E Gou, mal daring yang menjual berbagai barang, dari produk investasi hingga perhiasan.

Sejumlah analis menyebutkan ada peran keluarga Jiang Zemin, khususnya Jiang Zhiceng, dalam pertumbuhan pesat Alibaba. Cucu Zemin itu disebut Epoch Time sebagai salah satu “pangeran muda merah”, sebutan bagi anak-anak pejabat Partai Komunis Cina. Dalam sistem komunis yang ketat di sana, para pangeran ini dapat melesat menjadi kaya raya berkat koneksi politik keluarganya.

Jiang Zhiceng merintis karier sebagai pengusaha lewat perusahaan ekuitas Boyu Capital yang kini menjadi salah satu perusahaan ekuitas Cina terbesar. Boyu masuk ke bisnis Alibaba pada 2012. Perusahaan itu menyuntikkan dana sebesar US$ 400 juta untuk membantu Alibaba membeli kembali saham di tangan Yahoo. Zhiceng juga diduga juga menggunakan statusnya sebagai “pangeran muda” untuk menguasai sejumlah saham yang tak dipublikasikan dan jalur lainnya. New York Times menemukan bahwa Boyu menguasai segepok saham Alibaba melalui Athena China Limited, perusahaan cangkang yang terdaftar di British Virgin Island.

Kebesaran Alibaba dan campur tangan keluarga Jiang Zemin ini diduga menjadi alasan pemerintah Cina berusaha menghentikan Alibaba. Presiden Xi Jinping menghendaki kendali pemerintah atas semua bisnis kembali ditegakkan sejak dia berkuasa pada 2013.

Jack Ma tampaknya sudah melihat masa depannya. “Saya pikir pengusaha di Cina memang tak punya akhir yang bagus.... Saya tahu akhir saya dan dengan begitu saya dapat menerimanya dengan optimisme,” ucapnya dulu kepada Esquire.

IWAN KURNIAWAN (ESQUIRE, THE FINANCIAL TIMES, BBC, EPOCH TIME, NEW YORK TIMES, BLOOMBERG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Kini meliput isu internasional. Sebelumnya menulis berbagai topik, termasuk politik, sains, dan seni. Pengasuh rubrik Pendapat dan kurator sastra di Koran Tempo serta co-founder Yayasan Mutimedia Sastra. Menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (Kemitraan Partnership, 2020). Lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus